27. Ribut Besar

673 120 86
                                    

Tandai typo ya gengs

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tandai typo ya gengs. 💙
.
.
.
*

Dentuman keras terdengar memekakkan saat Wenda membanting pintu depan dengan sekuat tenaganya. Chandra hanya bisa menatap datar pada wanita keras kepala itu, sepanjang perjalanan menuju rumah ia hanya menekuk wajahnya. Sesekali erangan kesal keluar dari bibir Wenda.

Entah karena lampu merah yang lamban berganti hijau, jalan berlubang yang tak sengaja Chandra tempuh. Sampai ... suara klakson kendaraan lain pun ia omeli.

Wenda duduk di sofa ruang tengah, menatap nyalang layar hitam televisi yang berjarak dua meter dari posisinya. Gerutuan terdengar halus dari bibirnya, mungkin kali ini benda yang tak menampilkan siaran apa pun tersebut akan jadi sasaran emosinya.

Derap langkah terdengar mendekati Wenda, tidak perlu menoleh memastikan siapa itu. Wenda tidak peduli siapa pun yang datang dan masuk ke rumah mereka.

Pria yang berstatus suaminya itu  berjongkok di depannya. Sesaat menarik napas dalam, dan mengembuskannya.

"Sekarang bilang, kamu kenapa?" tanya Chandra masih berusaha memecahkan misteri kenapa istrinya tiba-tiba merajuk.

"Aku kan udah bilang, aku mau pulang. Ya pulang, ngapain lama-lama di sana."

Tangan Chandra mengusap punggung tangan wanita itu. "Kan udah aku bilang, Sayang. Iya kita pulang, tapi tunggu sebentar lagi. Kak Mira lagi ngelayani tamunya yang lain."

"Ya terus aja salahin aku, belain aja mereka."

Chandra menatap wajah Wenda sesaat. "Bukan belain, Sayang. Aku cuma ngasih tahu, yang kamu lakuin ini nggak sopan. Pulang tanpa pamit. Tadi Sheina sampe nangis loh, masa kamu tega sama anak kecil," ujar pria itu.

"Kan ada ibunya. Apa guna ibunya kalo nggak bisa bujuk anak sendiri. Perlu laki orang pula buat bujukinnya?"

"Wenda!" tegas Chandra yang sudah mengetatkan rahangnya.

"Apa?" tantang Wenda membalas dengan tatapan tajam. "Ini salah kamu, ngapain kamu ajak aku ke sana."

"Kan aku udah bilang, Sayang. Kita pergi kalau kamu mau. Kalau kamu nggak mau, ya kita nggak pergi."

"Tapi kamu nggak ada bilang kalau itu acara mbak HRD."

"Namanya Amirah, Wenda. Dia punya nama!"

Wenda berdecih terang-terangan. "Ini yang kamu bilang nggak belain? Sampe istri kamu sendiri dipaksa buat nyebut nama dia."

"Wen, bisa nggak sih buang pikiran kamu tentang aku belain dia. Aku ngasih tau kamu, aku nggak mau istri aku bertingkah nggak sopan di depan orang lain, apalagi temen-temen kantor aku."

"Terus ngapain kamu di sini? Sana balik lagi ke acara itu, berkumpul aja sama temen-temen kantor yang lebih sopan dan penting itu."

Wenda menggigit bibir dalamnya. "Kamu suka anak kecil kan? Mau anak kan? Ya udah kamu sama mereka aja." Suaranya bergetar menahan tangis.

Cerita Kami: TokophobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang