41. Surprise

427 68 46
                                    

Hampir seharian pria itu menemui banyak orang hadir di tiga pertemuan. Langkah lelahnya diseret menuju kamar hotel tempatnya menginap. Meraih ponselnya dari dalam saku, Chandra membuka lebar matanya saat panggilan tak terjawab dari istrinya tertampil di layar ponsel. Bukan hanya satu atau dua, tapi tujuh kali panggilan itu terabaikan.

Menekan segera panggilan pada nomor Wenda, dering sambungan telepon belum juga diangkat. Degup jantung Chandra semakin menggila. Jangan sampai istrinya itu merajuk dan tak mau berbicara dengannya. Atau ada yang lebih darurat dari Wenda yang merajuk, yaitu terjadi sesuatu pada istrinya.

Enggak ... enggak. Wenda pasti baik-baik aja.

"Halo, Pi." Suara Wenda terdengar juga.

"Sayang, kamu baik-baik aja, kan?"

"Kamu ke mana? Aku teleponin dari tadi."

Chandra masuk ke kamar hotelnya, segera merebahkan tubuhnya di sofa ruang depan. Lelahnya sedikit terobati mendengar suara wanita dicintai.

"Maaf, Sayang. Ini baru aja balik kamar. Seharian ngikutin papi ketemu rekan-rekannya."

"Aku pikir lagi seneng-seneng sama cewek Bali. "

Pura-pura tak mendengar kalimat yang Wenda ucapkan barusan. Ia lebih memilih menghindar ketimbang harus berdebat perihal prasangka buruk wanita itu. Chandra sibuk dengan jasnya, kesulitan menanggalkannya karena sambil bertelepon dengan sang istri.

"Bentar, Sayang. Aku mau buka jas dulu." Chandra melemparkan jas itu ke sofa ujung, melonggarkan kancing kemejanya.

Chandra menjauhkan ponsel dari telinganya, sambungan telepon masih terhubung. Namun, suara wanita itu tak terdengar olehnya.

"Sayang ... masih di sana?" Chandra berdiri, mengangkat ponselnya tinggi. Mungkin saja WiFi kamar hotelnya sedang bermasalah hingga tak mendapat sinyal. "Sayang—"

Suara bel yang berbunyi berulang itu memaksa Chandra mengalihkan atensinya pada pintu keluar. Kembali ia melihat ponselnya yang masih terhubung, tetapi tak ada suara Wenda.

"Kamu ada tamu? Itu ada suara bel berisik. Bukain dulu aja."

"Hah?" Chandra mengernyit. Wanita ini sedang mengerjainya? Tadi saja dipanggil-panggil tak menyahut sekarang justru menyuruhnya membukakan pintu.

Lagi pula, dia sedang tidak membutuhkan housekeeping. Chandra hanya butuh istrinya yang jauh di sana. Sungguh ia merindukan wanita manja itu.

"Bukain, Pi. Cewek sewaan kamu mungkin itu udah datang."

"Ngomongnya dijaga, Wenda!" Chandra mengeram, ucapan Wenda tidak bisa dianggap sebagai bercanda.

"Ih, kok, marah!"

Sambungan telepon terputus, wanita itu mematikannya sepihak. Mengeram sesaat, Chandra bangkit dari posisinya, mengayunkan tungkai panjangnya menuju pintu untuk membukakan pegawai hotel itu. Akhirnya, apa yang ia hindari terjadi juga. Wanita itu merajuk dan mematikan telepon. Sudah berjauhan, ribut pula hanya karena sepele.

"Surprise ...."

Pintu telah dibuka lebar, pria itu terbelalak saat yang netranya tangkap adalah sosok Wenda bukan pegawai hotel. Ia tidak sedang berhalusinasi, bukan? Jangan-jangan ini karena pikirannya penuh memikirkan Wenda, sekarang penglihatannya pun penuh dengan Wenda. Chandra masih tercenung, sang wanita mendekat dan begelayut manja.

"Gimana, terkejut nggak?" tanya Wenda.

"Kok, bisa di sini? Sama siapa? Tadi telepon, kok, matiin?" Chandra melemparkan banyak pertanyaan.

Cerita Kami: TokophobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang