16. Pasangan Kompak

503 114 59
                                    

"Secara umum, desain adalah suatu konsep pemikiran untuk menciptakan sesuatu, melalui perencanaan sampai menjadi barang jadi."

Wanita dengan setelah blazer berwarna nude, rambut sepundak yang ia hiasi dengan jepit rambut. dengan nada berbicara yang lembut, menjelaskan mata kuliah fashion design di depan kelas.

Wenda memperhatikan dengan saksama, atensi wanita itu tetap tertuju pada dosennya. Suara panggilan dari Joy pun tak ia hiraukan, meski sejak tadi temannya itu sudah hampir kesal menyebutkan namanya.

Kinder Joy:
Serius amat lo, amat aja nggak serius. Gue laper, Wen.

Wenda berdecak saat ponsel yang ia simpan di atas meja bergetar singkat, terlebih membaca deretan chat yang tampil di pop up teratas. Ia heran, apa yang sebenarnya ada di kepala Joy selain makan, belanja, dan ... Jaffran.

"Baiklah, demikian penjelasan dari saya hari ini. Kita lanjutkan di pertemuan minggu depan. Jangan lupa modulnya dibaca-baca lagi."

Sorak sorai hasil dari penuturan sang dosen membuat seisi ruangan ramai, tak terkecuali perempuan dengan rambut panjang terurai, yang beberapa saat lalu mengeluh lapar pada Wenda. Tanpa menunggu lebih lama lagi, sang dosen berbalik meninggalkan kelas.

"Buruan, Wen. Ya ampun udah kayak siput lo," gerutu Joy yang berdiri di samping meja Wenda.

"Sabar, kenapa sih, Joy. Nggak liat ini barang gue masih berantakan." Wenda memasukkan modul beserta alat tulisnya ke dalam tasnya.

Kedua wanita itu berjalan menuju kantin melewati koridor menuju gedung fakultas ekonomi. Tempat di mana dua pria kecintaannya menunggu mereka di sana.

"Eh, Wen. Besok kan long weekend, gue sama Jaffran mau ke Bandung loh, mayan dua hari liburan," ujar Joy memamerkan rencananya bersama kekasihnya.

"Lo berdua bukan suami istri, Joy. Jangan dibiasakan ke luar kota, nginep pasti, kan? Nanti lo sendiri yang rugi, dipandang jelek sama keluarga Jaffran atau orang lain."

Joy menggigit bibir bawahnya, dahinya mengernyit. Sebagai teman yang sudah lebih dulu mencicipi asam garam berumah tangga, nasihat Wenda benar adanya.

"Lo sama Chandra ikutan, Wen. Keluarga Chandra punya vila di Bandung, kan? Asyik pasti double date!" seru Joy semangat

Wenda menoleh, matanya mengerjap beberapa kali. Kenapa ia tidak terpikirkan sampai sana. Kesibukan Chandra kuliah sambil bekerja, ia pun sibuk kuliah dan butik mami, membuat mereka merasa cukup penat. Usulan Joy tidak ada salahnya dicoba. 

Tangan Wenda ditarik cepat oleh Joy, menghampiri para prianya yang sudah duduk di salah satu meja kantin. Dua laki-laki itu belum menyadari kehadiran Wenda dan Joy, masih sibuk menelisik layar ponsel yang Jaffran perlihatkan.

"Ini sih keren banget, Chan. Pengin banget gue punya motor begini," ujar Jaffran mengetuk-ngetuk kaca ponselnya.

"Kenapa nggak beli?" tanya Chandra tanpa dosa.

"Heh, kecebong alus! Lo kata idup gue sama kayak lo? Gue bukan anak tunggal kaya raya, anjir."

Mereka masih saja sibuk membahas tentang apa yang mereka lihat via layar ponsel, decakan kagum Jaffran tak henti-hentinya memuji keunggulan dari motor yang ia idam-idamkan.

Wenda meraih kotak segi empat berisi peralatan makan yang terletak di tengah meja, ia mengguncang wadah sendok hingga menghasilkan suara berisik. Barulah kedua pria itu mendongak, mengalihkan atensi mereka pada pasangannya masing-masing.

"Serius banget, kering banget nih dari tadi nggak dianggap," sindir Joy pada kedua pria di depannya. Tangan Joy terlipat di depan dada, tatapan tajam mengarah ke mata Jaffran.

Cerita Kami: TokophobiaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang