19. Masa Lalu

465 47 1
                                    

Pintu kamar Bumi didobrak secara kasar dari luar ruangan. Menampakkan seorang laki-laki paruh baya dengan raut wajahnya yang terlihat marah. Di tangan laki-laki itu, tergenggam secarik kertas yang menjadi faktor dari masalah tersebut.

Dion melempar kasar secarik kertas tersebut ke hadapan Bumi. "Papa baru aja dapat laporan dari sekolah kalau kamu buat masalah lagi."

Bumi menghembuskan napasnya kesal. Laki-laki itu berdiri dari tempat duduknya, kemudian menatap datar lawan bicaranya. "Terus?"

"Kapan kamu berubah Bumi? Kenapa kamu selalu saja berbuat masalah?"

"Hubungan saya buat masalah dengan anda apa, ya?" Bumi menaikkan salah satu alis. "Inget, kita tidak ada hubungan apa-apa."

"Kamu bisa bicara lebih sopan dikit tidak dengan orang tua? Saya ini orang tua kamu, dan kamu harus bisa menghormati saya." Dion memperingati.

"Untuk apa saya menghormati orang seperti anda? Seorang suami yang telah menelantarkan istrinya sendirian di rumah sakit, dan seorang ayah yang telah menelantarkan anaknya yang masih berusia tujuh tahun."

"Tolong jaga sikap. Jangan berbicara sembarangan dengan orang yang telah membesarkan kamu."

"Sejak kapan anda membesarkan saya? Dari saya kecil hingga sekarang, anda selalu saja tidak ada di rumah. Anda selalu saja beralasan semua ini untuk kerja demi memenuhi kebutuhan keluarga."

"Saya memang kerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga."

Bumi tertawa mengejek. "Dulu saya memang percaya kalau anda pergi untuk bekerja. Tapi semenjak mama pergi, saya tidak akan mempercayai anda lagi. Kali ini saya tidak akan tertipu dengan alasan aneh anda."

"Jangan bersikap seolah kamu tau semuanya. Kamu tidak tau apa-apa. Yang kamu tau hanya dari sudut pandang Viona tanpa mempedulikan sudut pandang saya."

"Saya tidak perlu mengetahui sudut pandang orang gila seperti anda. Anda seperti orang brengsek yang sering saya temui. Bahkan ada lebih parah dari kata brengsek."

"Jangan kurang ajar kamu!"

"Terserah saya mau ngapain. Mulut-mulut saya, kenapa anda yang repot?"

Dion membulatkan kedua matanya marah. Ia merasa murka dibalas seperti tadi oleh Bumi. Merasa kesabarannya sudah habis, tangannya perlahan terangkat sebelum akhirnya mendarat mulus di pipi Bumi.

Bumi memegang pipinya yang terasa nyeri. Kedua matanya menatap nyalang ke arah Dion. "Jangan bersikap seolah anda adalah orang tua saya. Kita tidak mempunyai hubungan apa-apa," ucap Bumi sebelum akhirnya pergi meninggalkan Dion dengan perasaan jengkel.

🌙🌙🌙

Bulan segera berlarian masuk ke dalam kelab setelah dirinya tiba di tempat tujuan. Ia mengedarkan pandangan ke sekitar untuk mencari keberedaan Bumi. Tepat saat matanya tertuju pada sisi kanan ruangan, gadis itu langsung membulatkan kedua matanya sempurna saat melihat kondisi Bumi yang terpuruk.

Bulan segera berlari menghampiri Bumi, dan merebut botol bir dari tangan kekasihnya. "Bumi jangan minum lagi."

Bumi mendongakkan kepalanya ke atas dengan perasaan malas. Namun begitu melihat kehadiran Bulan, laki-laki itu langsung menarik pergelangan tangan Bulan, membiarkan gadis itu jatuh ke dalam pangkuannnya. "Akhirnya lo datang juga."

Bulan terkejut bukan main saat dirinya ditarik dan dipeluk secara tiba-tiba oleh Bumi. "Bumi kenapa?" tanya Bulan terdengar begitu lemah lembut.

"Sebentar aja. Sebentar aja gue mau peluk lo." Bumi semakin memperkuat pelukannya dengan Bulan.

Bulan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang