55. A- Eveileb Enoemos?

138 27 1
                                    

Bulan merasa sedih karena kemarin ia baru saja dimarahi oleh Bu Indah selaku wali kelasnya. Peringkat Bulan yang menurun menyebabkan beasiswanya terancam dicabut apabila semsester depan tidak juara satu. Padahal bisa saja Bumi membiayai uang sekolahnya, secara laki-laki itu adalah anak pemilik sekolah. Hanya saja Bulan tidak ingin memanfaatkan kesempatan ini.

Begitu mendengar kabar bahwa Bulan sedang bersedih, Bumi langsung menyiapkan sebuah kejutan kecil untuk kekasihnya. Ia sudah mempersiapkan jamuan kecil di sebuah bukit sejak tadi pagi.

"Bumi, kita sebenarnya mau ke mana?" tanya Bulan sembari memegang kedua matanya yang ditutup menggunakan kain berwarna hitam.

"Kamu gak usah banyak tanya."

"Moon kan penasaran."

"Kamu ikut dulu aja."

"Awas aja kalau Bumi sampai macam-macam."

"Aku gak bakal macam-macam, Moon."

Bulan tersenyum kecil. Ia berjalan ke depan dengan Bumi sebagai penuntun jalannya. Hingga pada langkah ke-lima, Bumi berhenti membuat Bulan mengerutkan alisnya bingung. "Bumi, kok tiba-tiba kita berhenti?" tanya Bulan.

"Dalam hitungan ke-tiga, kamu buka mata kamu."

Bulan mengangguk.

"Satu... Dua... Tiga..."

Bulan melepaskan ikatan kain berwarna hitam dari kedua matanya. Begitu sudah terlepas, dirinya langsung membulatkan kedua mata kagum. "Bumi, ini kita ada di mana?"

"Tempat rahasia kita berdua."

"Tempat Rahasia?" Bulan tidak mengerti.

Bumi mengangguk. "Aku udah beli tempat ini buat kita berdua. Cuma boleh aku, kamu, dan keturunan kita nanti yang boleh datang ke sini."

Bulan membulatkan kedua matanya tidak percaya. "Bumi benaran beli tempat ini?"

Bumi mengangguk tanpa ragu.

"Bumi kenapa dibeli? Pasti mahal banget."

"Gak mahal, kok. Aku cuma keluarin ratusan juta doang."

"Ratusan juta doang?" Bulan menatap tidak percaya ke arah Bumi. "Itu banyak banget Bumi."

"Aku rasa gak banyak."

"Bumi, Moon jadi gak enak tau sama Om Dion. Bumi jangan hambur-hamburin uang terus," ucap Bulan merasa tidak enak.

Bumi tertawa kecil. Dirinya menjadi tidak tega melihat mimik wajah Bulan yang merasa tidak enak. Padahal awalnya, ia hanya ingin mengerjai Bulan.

Bumi menarik Bulan ke dalam pelukannya. "Iya, Moon. Tempat ini gak aku beli. Memang dari awal ini punya keluarga aku."

"Bohong!" Bulan tidak percaya.

"Benar. Aku tadi cuma bercanda sama kamu."

Bulan memicingkan kedua matanya, menatap Bumi demi mencari kebohongan laki-laki di hadapannya. Namun, ia sama sekali tidak menemukan titik kebohongan. "Bumi, gak lagi bohong, kan?"

"Mana mungkin aku bohong sama kamu."

Bulan tersenyum kecil. "Ya udah, Moon percaya sama Bumi. Tapi awas aja kalau Bumi sampai bohongin Moon."

"Never." Bumi mengusap pelan puncak kepala Bulan. "Kalau begitu, ayok kita ke situ," sambungnya kemudian menunjuk sebuah jamuan kecil yang jaraknya beberapa meter dari tempat mereka berdiri sekarang.

Bulan mengangguk. Mereka berdua mulai melangkahkan kakinya menuju jamuan kecil tersebut. Begitu tiba, mata Bulan langsung tertuju pada mangkok yang berisikan es krim yang terletak di tengah meja. "Es krim!" girangnya kemudian segera berlari mengambil es krim.

Bulan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang