36. Lampu Hijau

478 61 38
                                    

Bulan masuk ke dalam ruang kepala sekolah setelah dirinya dipersilakan masuk oleh Bu Ojong Beberapa menit yang lalu, Vina baru saja memberitahu dirinya bahwa ia dipanggil oleh Bu Ojong untuk menghadap ke ruangannya.

"Permisi, Bu. Bulan denger dari Vina kalau Bu Ojong panggil Bulan, ya?" Bulan berbicara sesopan mungkin.

"Iya, saya memanggil kamu. Apa bener kamu yang namanya Bulan?"

Bulan mengangguk sekilas. "Iya, Bu. Benar.

"Kamu kenal Bumi anak kelas 12 itu?"

"Sebelumnya kalau boleh tau, kenapa ibu tiba-tiba tanya hal itu sama Bulan?" Bulan terlihat tidak nyaman dengan pertanyaan tersebut.

"Saya hanya memastikan saja."

"Kenal, Bu."

Bu Ojong mengulas senyuman tipis. "Bagus kalau begitu. Ibu akan memberikan kamu tugas untuk membimbing Bumi selama belajar."

Bulan mengerutkan dahinya bingung lantaran aneh dengan permintaan Bu Ojong. Mereka berdua memiliki sistem pembelajaran yang bertolak belakang. Selain Bumi adalah kakak kelas Bulan, laki-laki itu juga memiliki jurusan yang berbeda dengan gadis itu. "Bulan sama Kak Bumi beda jurusan. Bulan di Ipa, Kak Bumi di Ips. Lagi pula kelas Bulan sama Kak Bumi juga beda."

"Iya, saya tau. Tapi kamu bisa mengajari Bumi di mata pelajaran yang ada pada Ipa maupun Ips. Seperti Sejarah Indonesia, Matematika Wajib, dan lainnya."

"Tapi, Bu...." Bulan mencoba menolak.

"Ibu minta tolong sekali dengan kamu, Bulan. Ibu sudah tidak tau lagi harus meminta tolong kepada siapa selain kamu. Tadi ibu juga sudah sempat meminta tolong Kenzo untuk mengajari Bumi, tapi sayangnya dia menolak dengan alasan sudah tidak dekat. Mau tidak mau ibu harus melibat kamu dalam hal ini. Kalau ibu boleh jujur, ya, Bulan. Ibu capek mengurus anak seperti Bumi. Nilainya selalu saja jelek, dan sering bolos. Ibu tau, kalau kamu pasti menyimpan benci pada Bumi. Tapi Bulan, coba kamu lihat dari sudut pandang Bumi, apa kamu mau terus-terusan membencinya? Ikhlaskan kepergian mama kamu dan pelan-pelan untuk memafaakan dia."

"Tapi kenapa harus Bulan?" Bulan masih merasa tidak terima. "Padahal masih banyak siswa lain yang lebih bisa dibandingkan Bulan."

Bu Ojong menghela napasnya panjang. "Karena kamu pilihan saya, Bulan. Satu sekolah sudah tau jika kamu yang menyuruh, Bumi akan menurut. Sekarang Bumi udah kelas dua belas, bukan saatnya bagi dia untuk main-main lagi. Kamu bisa bantuin Ibu, kan?"

"Nanti coba Bulan pikirkan lagi masalah ini."

🌙🌙🌙

Perasaaan Bulan saat ini sedang bimbang. Ia sudah berdiri sekitar lima menit yang lalu di depan kelas Bumi. Gadis itu berniat memberikan flash disk yang berisi rangkuman pelajaran kelas dua belas yang sempat ia buat kemarin malam untuk laki-laki yang ingin ditemui.

Bulan mengigit bibir bawahnya kuat-kuat, berusaha membulatkan tekadnya untuk menjalankan misi. Entah kenapa ia sangat takut jika harus bertemu dengan Bumi. Mungkin karena mereka sudah lama tidak berhubungan.

Bulan terperanjat kaget saat pintu kelas dibuka secara tiba-tiba. Tampak seorang laki-laki dengan wajah ramahnya menatap bingung ke arah Bulan. "Lo mau ngapain ke sini?" tanya Arsen.

Bulan menggelengkan kepalanya cepat. "Nggak papa. Cuma kebetulan lewat aja," balas Bulan beralasan.

"Gak usah bohong."

"A-anu..." Bulan menarik napasnya dalam-dalam, berusaha memberanikan dirinya sendiri untuk mengucapkan kalimat selanjutnya. "Bulan mau ketemu..."

"Mau ketemu Bumi?" Arsen menebak tepat sasaran.

Bulan (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang