Bumi keluar dari dalam kamar setelah dirinya telah siap dengan seragam sekolah yang sudah melekat di tubuhnya. Laki-laki itu berjalan menuju kamar Bulan, kemudian mengetuk pintu gadis itu sebanyak tiga kali. "Moon," panggil Bumi.
Satu, dua detik, tidak ada jawaban dari dalam sana. Merasa Bulan tidak ad di dalam kamar akhirnya Bumi berteriak memanggil asisten rumah tangganya. "Bi..."
Tak berselang berapa lama, Bi Ina tampak keluar dari dapur dengan celemek yang mengikat dipinggangnya. "Iya, Den? Ada apa?" tanya Bi Ina.
"Bibi lihat Bulan, gak?"
Bi Ina menggelengkan kepalanya pelan. "Bibi belum lihat Non Bulan dari tadi pagi, sih. Mungkin anaknya masih tidur."
"Tapi tadi saya coba ketuk pintunya gak ada jawaban."
"Dicoba lagi aja, Den. Siapa tau Non Bulan gak dengar."
"Oh. Oke, Bi."
"Kalau begitu Bibi ke dapur lagi, ya, Den."
Bumi mengangguk sebagai tanda persetujuan. Setelah itu, Bi Ina kembali ke dapur untuk melanjutkan memasak.
Bumi kembali mengetuk pintu kamar Bulan, berharap gadis itu akan menjawab dan membukakan pintu untuknya. "Moon, kamu ada di dalam?"
Tidak ada jawaban dari dalam sana. Sudah sekitar tiga menit lamanya Bumi berdiri di sini. Namun tak ada tanda-tanda kehadiran Bulan di dalam sana. "Moon, kamu udah bangun belum?" ucap Bumi kembali membuka suara.
Untuk kesekian kalinya tidak ada jawaban. Merasa sudah tidak beres dengan keadaan akhirnya Bumi membuka pintu kamar Bulan secara perlahan. Sebelum membukanya, laki-laki itu sempat meminta izin terlebih dahulu pada Bulan agar jika gadis itu ada di dalam kamar tidak akan terkejut.
Kening Bumi mengernyit sempurna saat tidak melihat kehadiran Bulan di kamarnya. "Moon kamu di mana?" tanya Bumi sembari berjalan mencari keberadaan kekasihnya. Laki-laki itu pergi menuju kamar mandi untuk memastikan apakah Bulan ada di dalam sana. Namun ternyata gadis itu juga tidak ada di kamar mandi.
Saat sedang asik mencari keberadaan Bulan, ekor mata Bumi tidak sengaja menangkap sebuah bingkai tanpa foto di atas meja belajar Bulan. Laki-laki itu menatap heran bingkai foto tersebut. Di mana foto dirinya bersama dengan Bulan?
Bumi mengambil bingkai foto tersebut untuk memastikan. Foto gue sama Moon mana? Batin Bumi bertanya.
Bumi menaruh kembali bingkai foto tersebut ke tempat semula. Setelah itu, ia mengambil secarik kertas dan sebuah kalung yang berada di samping bingkai. Laki-laki itu mulai membuka kertas tersebut, kemudian membacakan isinya.
Bumi, maaf, tapi Moon harus pergi. Bumi jaga diri baik-baik, ya. Bumi gak perlu cari Moon. Moon bakal baik-baik aja. Selamat tinggal Bumi. Selamanya Bumi akan menjadi cinta Moon. I love you, Bumi.
Bumi langsung membulatkan kedua matanya sempurna begitu melihat surat perpisahan dari Bulan. Dengan tangan yang bergetar, laki-laki itu segera mengambil ponsel yang berada di saku celananya untuk menelepon Bulan. Setelah menemukan nomor kekasihnya, buru-buru Bumi menghubunginya.
Sudah lima kali sejak Bumi menelepon Bulan, namun tak kunjung mendapat jawaban dari sang pemilik nomor. Hal itu semakin membuat Bumi terlihat panik. Laki-laki itu sangat khawatir pada kekasihnya. Ia tidak mau sampai terjadi apa-apa dengan Bulan.
"Moon, kamu di mana, sih?" ucap Bumi pada dirinya sendiri. Laki-laki itu kembali mencoba menelepon Bulan, berharap mendapat jawaban. Namun sama saja, tidak ada jawaban dari kekasihnya. tetap tidak dijawab oleh gadis itu.
Dikarenakan telepon Bumi yang tak kunjung dijawab oleh Bulan, laki-laki memutuskan cara lain untuk mencari kekasihnya. Ia mulai menelusuri setiap ruangan yang berada di rumahnya, berharap bisa menemukan Bulan. Namun lagi-lagi Bumi tidak bisa menemukan gadis bermarga Andhara tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bulan (END)
Teen FictionBulan Andhara. Dirinya terpaksa mengakhiri hubungan dengan Bumi yang bernotabene sebagai pacarnya. Bumi secara tidak sadar membuat hidup Bulan hancur. Hingga suatu hari, sesuatu hal mengejutkan terungkap. Bulan mendapatkan sebuah informasi bahwa bu...