Terhitung sudah tiga jam samsak dijadikan bahan amukan Bumi. Laki-laki itu bahkan sudah tidak peduli dengan punggung tangannya yang lecet.
Pikiran Bumi terus saja dipenuhi oleh gadis yang bernama Bulan. Ia sangat mengharapkan Bulan datang ke sini untuk menghampirinya dan menyuruh untuk berhenti.
"Mi, udah." Arsen mencoba menenangkan Bumi walaupun tau akan dihiraukan oleh Bumi.
"Sampai kapan lo begini terus? Itu gak akan bisa ubah kenyataan."
"Gue gak peduli."
Arsen menghela napasnya sebentar. Ia mencoba bersabar dengan sikap Bumi sekarang ini. "Lo jangan nyiksa diri lo sendiri. Lo udah kayak mayat hidup tau, gak?"
Bumi menatap kesal ke arah Arsen. "Lo bisa diam, gak? Kalau gak bisa, lebih baik lo keluar aja. Gue lagi mau sendiri."
"Mi, lo masih punya sahabat yang bisa lo andelin. Lo juga masih punya Vernoz. Jangan pendam semua sendirian."
Bumi menghela napas lelah. Ia merebahkan tubuhnya di atas lantai dan diikuti oleh Arsen setelahnya.
Bumi memejamkan kedua mata sejenak. Kepalanya terasa nyeri karena sempat ia benturkan pada tembok. Bulir bening mulai mengalur membasahi wajahnya. "Maafin gue, Lan. Gue gak bisa tepatin janji gue. Gue udah gagal jagain lo."
"Mi, jangan salahin diri lo sendiri. Ini semua bukan salah lo."
"Lo gak usah hibur gue."
"Itu semua dibawah kendali lo. Lo juga gak mau begini, kan?"
"Gue baru aja ambil nyawa orang, Sen. Gue ini pembunuh."
"Semua ini karena kecelakaan."
"Itu bukan kecelakaan, tapi murni kesalahan gue. Kalau aja malam itu gue gak pergi, gue gak akan nabrak nyokap Bulan. Bulan pasti benci banget sama gue sekarang."
Arsen menghela napas. "Lo masih mikirin Bulan?"
"Gue gak bisa berhenti mikirin Bulan. Gue ngerasa gagal jagain dia. Padahal gue udah janji sama nyokap Bulan buat selalu selalu bahagian dia. Tapi sekarang apa? Gue malah bikin Bulan menderita."
"Lo tenang, Mi. Jangan terus salahin diri sendiri, apalagi hanya karena Bulan."
"Gimana bisa gue tenang setelah apa yang gue lakuin ke Bulan? Sekarang dia benci banget sama gue."
"Mau gue panggilin Bulan ke sini?"
Bumi menggeleng lesu. "Gak usah. Gue gak mau ngerepotin dia."
"Lo yakin?"
Bumi mengangguk. "Lagian tujuan awal gue buat dekatin Bulan cuma buat mainin perasaan dia. Gue gak mungkin suka sama Bulan. Palingan sebentar lagi gue akan terbiasa tanpa kehadirannya."
"Sampai kapan lo mau bohongin diri lo sendiri? Gue udah kenal lo dari lama, lo gak bisa bohongin gue. Lo suka sama Bulan."
Bumi tertawa hambar. Ya, yang dikatakan oleh Arsen semuanya benar. Bumi sangat menyukai Bulan, bahkan lebih dari menyukai dirinya sendiri. "Ya, gue akuin semua itu. Gue sayang sama Bulan. Gue cinta sama dia. Tapi apa itu berguna? Bulan udah benci sama gue. Mau sekeras keras gue berusaha, gak akan bisa buat Bulan kembali sama gue."
"Tapi lo gak bisa terus-terusan begini. Lo harus lupain Bulan. Lo udah putus sama dia."
"Gue gak bisa. Bulan udah terlalu melekat di hati gue. Dia penyemangat di hidup gue."
"Lo sayang banget sama Bulan?"
"Banget. Bahkan gue lebih sayang sama Bulan ketimbang sama diri gue sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bulan (END)
Novela JuvenilBulan Andhara. Dirinya terpaksa mengakhiri hubungan dengan Bumi yang bernotabene sebagai pacarnya. Bumi secara tidak sadar membuat hidup Bulan hancur. Hingga suatu hari, sesuatu hal mengejutkan terungkap. Bulan mendapatkan sebuah informasi bahwa bu...