Arsen yang melihat Bumi akan pergi segera menghampiri sahabatnya untuk bertanya. "Lo mau ke mana?" tanya Arsen.
"Ke kantor polisi."
"Ngapain?"
"Serahin diri ke kantor polisi."
Arsen yang mendengar hal itu menatap Bumi dengan tatapan bingung. "Lo... kenapa?"
"Masalah nyokap Bulan."
"Lo benaran serius? Seharusnya lo bersyukur karena polisi gak cariin lo. Baru kali ini gue lihat ada orang yang serahin dirinya sendiri ke kantor polisi."
"Gue gak bisa lepas dari tanggung jawab gitu aja. Gue udah janji sama Bulan buat serahin diri gue ke kantor polisi."
"Tapi lo benaran yakin? Kalau lo serahin diri, sama aja lo hancurin masa depan lo."
"Keputusan gue udah bulat. Gue gak peduli kalau masa depan gue bakal hancur. Gue harus tanggung jawab. Nyokap gue selalu ajarin gue buat tanggung jawab sama perbuatan yang kita lakukan."
Arsen menepuk pundak Bumi sebanyak dua kali. Laki-laki itu merasa bangga pada pandangan Bumi mengenai pentingnya seseorang tanggung jawab dalam melakukan suatu hal. "Gue bangga sama lo, Mi."
Bumi tersenyum kecil menanggapinya. "Biasa aja kali. Gue pergi dulu, ya."
Arsen mengangguk sekilas. Laki-laki itu mengambil jaket yang jaraknya tak jauh mereka untuk ia berikan pada Bumi. "Nih, pakai jaketnya. Biar lo gak kedinginan."
Bumi mengukir senyuman tipis. Laki-laki itu mengambil jaket tersebut dari tangan Arsen kemudian membaluti pada tubunya sendiri. "Thanks. Gue pergi dulu, Sen."
🌙🌙🌙
Pak Sastro masuk ke dalam ruang kerja Dion setelah dirinya mendapatkan izin dari sang pemilik ruangan. "Permisi, Pak," ucap Pak Sastro membuka salam.
"Ada urusan apa Sastro?" Dion melirik sekilas ke arah Pak Sastro sebelum akhirnya kembali fokus pada berkas yang bertumpukan di meja.
"Saya ingin mengundurkan diri, Pak." Pak Sastro meletakkan surat pengunduran dirinya di atas meja kerja Dion.
Dion yang mendengar hal itu segera menutup berkas-berkas di hadapannya. Laki-laki mendongakkan kepalanya untuk menatap Pak Sastro. "Kenapa kamu mau mengundurkan diri?"
"Saya ingin pulang kampung, Pak. Sekalian saya juga mau kerja di sana saja untuk menemani kedua orang tua saya di sana."
Dion tersenyum sekilas menanggapinya. "Bagus. Selagi masih ada orang tua, kamu harus sering-sering menemani mereka. Jangan sampai ketika sudah tidak ada, baru menyesal di kemudian hari."
Pak Sastro hanya menanggapinya dengan anggukan kecil.
"Gaji kamu akan saya transfer ke rekening kamu."
"Baik, Pak."
Tak berselang berapa detik, tiba-tiba saja pintu didobrak secara kasar dari luar. Tampak Bumi tengah berjalan ke arah Dion dengan napas serta tatapan yang terlihat memburu. "Kenapa anda ikut campur sama urusan saya?" pekik Bumi merasa emosi. Laki-laki itu bahkan tidak mempedulikan jika masih ada Pak Sastro di sana.
"Bumi, apa kamu tidak tau yang namanya sopan santun? Sebaiknya kamu mengetuk pintu terlebih dahulu sebelum masuk ke ruangan saya." Dion merasa murka dengan perlakuan anaknya.
"Saya sudah pernah bilang sebelumnya, saya akan sopan kepada orang yang pantas dihormati. Dan anda..." Bumi mengantungkan ucapannya, kemudian menujuk ke arah Dion. "Tidak termasuk ke dalam daftar tersebut."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bulan (END)
Teen FictionBulan Andhara. Dirinya terpaksa mengakhiri hubungan dengan Bumi yang bernotabene sebagai pacarnya. Bumi secara tidak sadar membuat hidup Bulan hancur. Hingga suatu hari, sesuatu hal mengejutkan terungkap. Bulan mendapatkan sebuah informasi bahwa bu...