22

9.9K 597 4
                                    

LIVIA POV


Hari ini adalah hari yang paling tersial selama hidup gue. Bukan. Bukan karena soal keluarga gue, melainkan soal ka Davin. Ka Davin yang sekarang ini mulai care sama gue. Gue dan dia bakalan saling menjauh sekarang karena gue gak mau dibully soal ka Davin. Terlebih lagi gue ini lemah, gak bisa nyelesain masalah sendirian.

Gue udah terlalu shok dan trauma dibully seperti ini. Apalagi soal bullynya tentang cowo yang sama sekali gak masuk akal. Gue tau gue itu takut menghadapi mereka, tapi gue harus berusaha agar gue bisa terlepas dari cobaan ini.

Soal ka Davin.

Mungkin gue harus rela menjauh darinya, meski berat yang gue rasa. Tapi ini yang terbaik buat gue.

"Hei cantik..".suara seseorang membangunkan lamunan gue.

Astaga!

Ternyata Tarisya dan sidekicknya. Mau apalagi dia? Sudah jelas kalau gue dan ka Davin sekarang udah gak sedeket dulu.

"Eitts.. kenapa? Takut?".suara ka Tarisya semakin membuat gue terkejut.

"Oh iya kenapa belum pulang sih? Gak takut buat dihajar sama kita?".sahut ka Tarisya dengan nada lembut yang dibuat buat.

Oh iya!

Gue lupa kalau sekarang sudah sore, gila segitunya banget ya gue ngelamun. Malah teman teman gue udah pada pulang lagi. Aduh Tuhan selamatkan hamba dari para setan setan ini..

Gue gak ngejawab omongan ka Tarisya. Tiba tiba saja tangan ka Tarisya mencekek mulut gue.

"Oh iya anak sok cantik, mau dibilang apa sih lo ikutan vocal solo? Hah? Mau sok dibilang Ratu?".bisiknya di telinga gue.

"E-enggak..kak".rintih gue karena saat ini susah bagi gue untuk normal berbicara.

"Oh iya soal Davin. Kayanya lo belum puas buat dihajar deh ya.. hahaha..".bisiknya disambut dengan tawa iblisnya.

Kini keringat gue mulai ngalir deras. Ya gue shok dan trauma. Gue emang terlalu lemah buat menghadapi ka Tarisya. Tapi apalah daya jika gue ngelawan, pasti gue bakal kalah.

"Guys.. kayanya ini anak mesti dihajar. Ikat tangannya!".perintah ka Tarisya lalu diiyakan oleh para sidekicknya.

Gue mencoba melawan saat tangan gue didekatkan pada sebuah tali yang ukurannya besar, namun kekuatan mereka lebih hebat daripada gue.

"Nah gimana? Sekarang lo gak bisa ngelawan gue. Oh iya gue bawa sesuatu nih yang mungkin bisa buat lo jera".sahut ka Tarisya lalu mengeluarkan sesuatu di tasnya.

Ternyata itu adalah sebuah silet yang dipakai pria untuk mencukur. Astaga! Mau diapakan gue dengan pisau silet itu?

"Kayanya barang ini kalau di kenain ke lo pasti enak ya..".sahutnya sambil memain mainkan pisau silet itu.

Gue sekarang gak bisa berbuat apa apa, tubuh ka Tarisya semakin dekat ke gue. Dan ia menggoresan silet itu di tangan gue.

"Kaaaa!! Stoppp..sakittt!!!".teriak gue. Mungkin jika gue berteriak meminta tolong pasti gak ada yang mau nolongin gue, karena saat ini sekolahan sudah pada sepi.

Kini darah mulai mengacir di tangan gue. Perih. Begitu sakit gue rasakan. Namun gue harus bisa melawan ini semua.

Bukan hanya ditangan saja, akan tetapi ka Tarisya juga menggoreskan silet itu di pipi gue, kini ukurannya lebih panjang dari tangan gue.

Begitu perih dan perih kini yang gue rasa. Trauma gue semakin menjadi jadi. Tiba tiba saja gue teringat kembali soal keluarga gue. Papa, mama, ka Anya dan ka Adri. Orang yang gue sayang. Ma, pa.. maafin Via kalau selama ink Via gak bisa banggain mama dan papa seperti ka Anya dan ka Adri.

LIVIA ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang