18 - Maaf

50 65 16
                                    

Arka mengikuti Tiara yang sudah jauh beberapa langkah di depannya. Arka sengaja tidak mengejar dengan larian kecil. Membiarkan Tiara sampai cewek itu menghentikan tangisnya.

Tiara berjalan gontai sampai di taman samping gedung utama. Suasana taman yang sepi membuatnya bebas terisak tanpa sepengetahuan siapapun. Namun, dirasa sangat bahaya jika berada di sana seorang diri. Bisa-bisa terkunci oleh satpam sekolah yang mengira seluruh murid telah pulang ke rumah masing-masing.

Isakan kecil terus terdengar oleh Arka. Berulang kali Tiara mengusap matanya dengan kain baju bagian lengan. Menyedihkan, tapi Arka tidak mengasihani orang seperti Tiara. Bisa-bisa melunjak nantinya.

"Balik ke ruang OSIS!" suruh Arka dengan tegas dan sedikit berteriak. Sengaja berhenti dengan jarak 10 meter dari jangkauan Tiara. "Ini perintah."

Tiara menoleh, memperlihatkan mata dan hidungnya yang sudah memerah. "Raju udah gak peduli sama gue. Dia memihak."

"Gak usah drama!" Lantas Arka membalikkan badan, hendak berlalu dengan meninggalkan kalimat yang terdengar seperti ancaman. "Lo gak balik, gue jamin kak Raju datang ke sini untuk jemput sekaligus pressing lo di sini."

Hening. Tiara bergeming. Kalimat yang membawa nama Raju memasuki proses pertimbangan dalam pemikirannya. Ditambah gaya bicara Arka yang sudah tak sehalus biasanya.

"Lo nggak takut?" Arka kembali mengajak Tiara berbicara. Dengan langkah yang semakin menjauh. "Lihat ke atas, lorong ujung, dan taman belakang! Anak-anak udah pada pulang."

Seketika ucapan Arka berhasil membuat Tiara merinding. Kedua tangannya saling mengusap rambut-rambut tubuhnya yang sudah berdiri.

"Lo jangan kurang ajar, ya, sama kakak kelas!" balas Tiara dengan teriakan.

"Lo yang jangan kurang ajar sama adek kelas! Jangan mentang-mentang kakak kelas, terus lo bisa berbuat apapun semau lo?" sergah Arka yang semakin mempercepat jalannya. Malas meladeni Tiara lama-lama.

"Heh Arka! Gak sopan, ya, lo tinggalin gue gitu aja." Tiara mendecak pelan, lantas berlari cepat menyusul Arka yang sudah hilang di balik tembok. "Arka! Tunggu!"

"Gue bisa laporin lo ke Raju, ya!" ancam Tiara yang membuat Arka menghentikan langkahnya seketika itu juga.

"Atas dasar apa?"

"Karena lo gak becus bujuk gue buat balik ke ruang OSIS." Tiara menajamkan tatapannya. Tangisnya sudah berhenti karena amarah. "Lo nggak bujuk sampai mohon-mohon ke gue, gitu?"

"Gue lebih bisa gunain otak." Arka membalas dengan santai. "Lo gak sadar? Tanpa gue memohon pun sekarang lo ikutin gue, 'kan?"

"Itu karena mulut lo yang ngawur."

"Kak Tiara... Kak Tiara...," ujar Arka dengan senyuman meremehkan. "Kalau kak Raju tau mulut lo ini...."

"Gak usah bawa-bawa Raju, ya! Gue gak bahas Raju sama sekali!"

Arka mengedikkan bahu. Tak mengacuhkan Tiara yang sudah melantur ke mana-mana. Arka melanjutkan jalannya sebelum Raju benar-benar datang menjemput.

"Lagi-lagi lo kacangin gue, ya. Terus nanti lo ngadu ke Raju kalau kesalahan penuh milik gue, gitu?"

"Apa perlu gue ingatkan?" tanya Arka, lantas mencoba menirukan gaya bicara Tiara, "Raju udah gak peduli sama gue. Dia memihak."

Tiara hanya bisa menyumpah serapahi Arka dalam batin. Kalau saja Raju tidak berada di pihak Arka, pasti Tiara sudah membalas perlakuan Arka lebih kejam lagi.

Langkah lebar Arka berjalan semakin cepat. Mengabaikan Tiara yang sudah tertinggal beberapa langkah di belakang. Waktunya tidak bisa dibuang begitu saja hanya untuk menunggu Tiara berjalan.

About Raya (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang