3 - Menjelang Tes OSIS

137 127 67
                                    

Raya dengan santainya menikmati hidangan sarapan dari Bi Mani, sang asisten rumah tangga. Menghiraukan ucapan Bi Mani yang sudah berulang kali memperingati Raya untuk segera menyelesaikan sarapan dan berangkat ke sekolah.

"Non, sekarang sudah jam tujuh kurang lima belas menit." Seperti itulah yang sedari tadi Bi Mani ucapkan. Padahal, dengan waktu 15 menit saja, Raya bisa sampai ke sekolah.

"Oh ya?" goda Raya disertai dengan kekehan setelahnya.

Lantas, Raya bangkit dari duduk dan melenggang pergi dari meja makan.

Bi Mani menggelengkan kepalanya takjub. Tak habis pikir dengan tingkah boss kecilnya yang selalu membuat ulah tak terduga. Namun, akhir-akhir ini terdapat beberapa perubahan kecil yang mengarah pada kubu positif. Misalnya selalu datang ke sekolah meski 2 minggu ini jam belajar belum terlaksana secara efektif.

"Bi, Raya berangkat!" teriak Raya dari halaman depan rumah.

Bi Mani yang mengikuti Raya sedari ruang makan pun segera menutup telinganya rapat-rapat. "Bibi disini, Non. Nggak perlu teriak!"

Raya cengengesan dengan wajah seolah tak berdosa.

****

Sejak lima belas menit yang lalu Raya berkutat dengan ponsel, menyibukkan diri mencari referensi dari internet untuk tugas fisikanya. Mencari materi sekaligus contoh soal dan pembahasan.

"Kenapa, sih nggak boleh sama?" kesal Raya sambil terus menscroll beranda internetnya. Sebenarnya sudah banyak contoh soal dan pembahasan yang ditemukannya. Namun, lebih dulu teman-temannya temukan. "Padahal yang terpenting tuh kita paham."

Ladya yang merasa terusik pun melirik sebentar ke arah Raya. "Ray, mending lo cari di buku aja, deh. Ke perpus sana!"

Ladya sudah menemukan beberapa contoh dari internet, dan saat ini ia sedang sibuk merangkum sebelum dipindahkannya ke buku catatan.

Raya menghela napas panjang. Cukup sudah dirinya dipermainkan oleh tugas. Jam mata pelajaran Fisika sedang kosong, makanya diberi tugas untuk kegiatan pembelajaran hari ini. Tidak akan jadi masalah jika Raya meninggalkan kelas. Toh, tidak ada guru yang mengawasi.

"Oke, gue ke perpus," putus Raya.

"Ikut!" sahut Ladya penuh semangat.

"Nggak," tolak Raya cepat, sebelum terdengar decakan penuh kekesalan dari Ladya. "Lo ke kantin aja, gue nitip."

Ladya tampak berpikir sebentar. Ada baiknya juga tawaran Raya. Dengan begitu, waktu mereka tidak akan terbuang sia-sia untuk ke kantin dan perpustakaan secara bergantian.

"Oke gue setuju!"

****

Raya memasuki perpustakaan yang bersih, sepi, dingin, harum, definisi nyaman yang sesungguhnya. Dengan pasti, Raya melangkahkan kaki menuju komputer yang berada tak jauh dari pintu masuk.

Mengeluarkan kartu anggota perpustakaan yang baru jadi beberapa hari lalu, kemudian mengarahkan barcode pada laser merah. So simple.

"Aduh."

Raya mengadu kesakitan ketika seorang pria memasuki perpustakaan dengan membawa beberapa tumpuk buku dengan terburu-buru, membuatnya dengan tidak sengaja menyenggol lengan Raya.

Meski begitu, pria itu tidak menegur Raya untuk sekadar meminta maaf. Justru, dia pergi memasuki perpustakaan lebih dalam tanpa men-scan barcode di kartunya.

Raya menghela napas sejenak. Menetralisir rasa bosan dan lelahnya. Kemudian melangkahkan kaki menyusuri rak buku Aesthetic dengan penerang di setiap sudutnya. Menakjubkan, bukan? Yaiyalah sekolah ternama!

About Raya (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang