01

29.6K 851 13
                                    

Usapan lembut di pipinya berhasil mengusik tidur nyenyak seorang Kenzia Violet Bramantyo. Tanpa membuka matapun Vio tau siapa yang sedang menarik selimutnya hingga jatuh ke lantai saat ini. Memangnya siapa yang akan bersifat semenyebalkan ini dengan membangunkannya pagi-pagi sekali di hari minggu selain sahabat seberang rumahnya yang merupakan pemilik kamar yang saat ini Vio tempati.

"Wake up hey!"

"Eughh" Vio hanya melenguh saat lagi-lagi seseorang yang saat ini duduk di pinggir ranjangnya menepuk pipinya pelan.

Menarik tangan Vio hingga terduduk Sean menggendong Vio dengan gendongan koalanya menuju kamar mandi di dalam kamarnya.

Ya Sean, lebih tepatnya Arseano Ardhana Wirasetya. Seseorang yang paling mengerti Vio dari segala sisi, yang telah menemani Vio lebih dari 12 tahun ini, yang memberi Vio kehangatan keluarga yang tidak pernah Vio rasakan sedari kecil, ah... tidak lebih tepatnya sadari lahir mungkin. Entahlah yang pasti Sean menyayanginya dan berjanji akan selalu membahagiakan dan melindunginya semampu Sean.

Menurunkan Vio di depan wastapel kamar mandinya Sean merangkul bahu Vio, lalu membasahi wajah Vio dengan air yang ditampung di telapak tangannya.

"Udah?"

Menguap sekali Vio membuka matanya lalu tersenyum menatap Sean yang masih berdiri di sampingnya"udah."

"Ayo sarapan dulu, Mama udah nunggu dari tadi."

Menggenggam tangan Vio, Sean segera menarik tangannya untuk turun kebawah menemui Mamanya yang sudah berteriak sedari tadi.

"Vio mau makan pake apa, Sayang?" Maya, Mama Sean menyiapkan makanan untuk suaminya,  kemudian Sean yang duduk di hadapannya, lalu beralih kepada Vio yang ada di sebelahnya.

"Pake telor ceplok sama kecap aja, Mama." Vio menunjuk menu makan favoritnya.

Mengangguk, Maya mengambil yang Vio inginkan, kemudian hendak menyuapi gadis yang sudah seperti putrinya sendiri itu, tapi ditahan oleh Sean yang sudah selesai sarapan dengan roti selai coklat kesukaannya.

"Biar Sean Ma, Mama makan aja." Sean segera bangkit dan berpindah tempat duduk di sebelah Vio. Sebenarnya Vio ingin makan sendiri, tapi Sean tak akan membiarkannya, karna dulu Sean pernah membiarkan Vio makan sendiri dan hasilnya makanan yang berserak di meja makan lebih banyak dari pada yang berhasil masuk ke dalam perut Vio, belum lagi suara dentingan sendok dan piring yang dihasilkan Vio akan sangat mengganggu indra pendengaran, bahkan dulu pernah makanan di piring Vio berpindah ke piring Sean karna Vio yang tak bisa memotong nya dengan benar. Terbiasa dimanja membuat Vio tak bisa melakukan banyak hal sendiri.

Selesai sarapan Vio dan Sean segera bersiap untuk menjemput ayah Vio yang pulang hari ini di bandara. Tentu saja Sean yang membantu Vio bersiap, mulai dari menyiapkan baju, mengeringkan rambut hingga menatanya. Seorang Violet memang semanja itu. Jika Sean sedang tak ada maka Vio akan di bantu oleh Maya atau maid di rumahnya.

***

"Daddy!" Teriakan melengking milik seorang gadis menarik perhatian hampir semua orang di bandara, termasuk sosok pria paruh baya yang merupakan objek yang di panggil sang gadis.

Pria paruh baya yang merupakan ayah dari si gadis membeku saat putrinya menubruknya dengan pelukan. Ragu, dia membalas pelukan putrinya yang hampir dua tahun ini tak pernah di temuinya.

"Kangen daddy banyak banyak banyak." Gadis itu mengeratkan pelukannya saat merasa ayahnya membalas pelukannya.

"Daddy kenapa baru pulang sekarang? Daddy sibuk banget ya kayak Abang? Habis ini Daddy bakalan di rumah terus kan? Gak pergi-pergi lagi kan?"  

"Emm... Vio, nanti bicaranya dirumah aja ya, Daddy capek mau istirahat, ok?" Gadis yang tak lain adalah Vio itu melepas pelukannya kemudian mengangguk menuruti ucapan Kenzo, Daddynya. Sementara Sean, sedari tadi hanya diam memperhatikan interaksi ayah dan anak itu.

Menggandeng lengan Kenzo manja, Vio tersenyum dan melangkah menuju mobil Sean di parkiran dengan Sean yang mengikuti di belakang.

Sesampainya di rumah Vio, Sean segera mendudukkan diri di sofa bersama Kenzo yang juga diduk di hadapannya dan Vio di sebelah Kenzo. Sedari tadi Sean masih saja bungkam dan mendengar semua celotehan Vio yang sesekali di balas senyuman tipis oleh Kenzo hingga akhirnya Kenzo memecah keheningan Sean.

"Bagaimana kabarmu Sean?"

"Seperti yang Om lihat, selalu baik karna ada putri Om." Mendengar perkataan Sean, Kenzo hanya membalas dengan kekehan.

"Daddy, Daddy tau nggak minggu depan yang emm ... tiga minggu lagi itu ada acara pensi di sekolah, terus kan ya bandnya Arsen itu ikut nyanyi, terus juga Vio ikut dance tau Dad, pokoknya Daddy harus ikut nanti buat semangatin Arsen sama Vio pas tampil, nanti juga Mama sama Papa ikut nonton kok Dad,  soalnya kan ya kata Bu Tina kita boleh bawa orang tua atau teman, terus juga Mama sama Papanya teman Vio juga ikut datang, rame deh pokoknya, nanti pasti seru, nanti Vio bisa nge—"

"Daddy nggak bisa datang, nanti Vio sama Mama sama Papa aja, Daddy besok malam harus berangkat ke Belanda." Sukses, perkataan Kenzo sukses membuat binar bahagia di wajah Vio meredup seketika dan membungkap mulutnya yang masih akan melanjutkan celotehannya. Vio tahu, sangat amat tahu tujuan ayahnya ke Belanda untuk mengunjungi abangnya Kenzie Alvarendra Bramantyo yang menetap di sana bersama Oma dan Opa nya dari pihak Ayah semenjak lulus Sekolah Dasar.

"O... oh, nanti kalo Daddy pergi titip salam buat Abang sama Oma sama Opa juga, bilang Vio kangen pengen Abang cepat pulang, kalo gitu Vio ke kamar dulu, Vio ngantuk." Vio tersenyum lebar dan mengecup pipi Kenzo sekilas sebelum akhirnya berlari menuju kamarnya di lantai dua.

Namun, Arsen tahu senyum itu hanya untuk menutupi lukanya dan Arsen tidak suka itu, dia lebih suka dengan Vio yang merengek manja atau menangis histeris di pelukannya.

Melihat pria paruh baya yang hanya menatap kepergian Vio di depannya, Arsen bangkit dari duduknya dan berlalu menuju kamar Vio tanpa sepatah katapun.

***

Memasuki kamar bernuansa biru itu Sean menghela nafas saat mendapati Vio yang melamun di balkon kamar yang menghadap taman samping rumahnya.

"Ngapain, hmm?"

Terkejut saat merasakan sepasang tangan memeluknya dari belakang, Vio segera menyeka air matanya lalu membalikkan badannya menghadap Sean yang tersenyum manis kepadanya. Menggelengkan kepalanya pelan Vio membalas pelukan Sean.

Sean menghela nafas pelan "Jalan-jalan sama Arsen mau?"

"Kemana?"

"Emm... Vio maunya kemana?" Arsen menunduk menatap Vio yang tingginya hanya sedadanya saja.

"Mau ke markas Arsen aja."

Jawaban lesu Vio membuat Arsen kembali menghela nafas. Mengangguk sekali Arsen mencium puncak kepala Vio sekilas baru melepaskan pelukannya. "Ok, mau ganti baju dulu nggak?"

"Enggak usah."

"Yaudah, ayo ambil motor Arsen dulu!"

Vio tersenyum manis, Arsen-nya memang yang terbaik, dia selalu tau cara untuk mengembalikan senyum Vio, betapa beruntungnya Vio mempunyai sahabat seperti Arsen yang pengertian.

                            —————————

                               To be continue

violetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang