29

4K 188 16
                                    

"Pake saos dikit, Abang."

"No, gak pake saos!"

"Ih pake!"

"Engga!"

"Pake Arsen!"

"Engga pake atau engga beli?"

Vio melenggang pergi meninggalkan Sean. Malas meladeni kekasihnya yang sangat keras kepala. Sendirinya tidak sadar, bahwa dia sama keras kepalanya.

Vio memasuki kamarnya setelah mengambil cemilan di dapur. Mengunci pintu dan menyalakan televisi. Vio berbaring di ranjang menonton tinkerbell kesukaannya.

Ketukan di pintu, Vio abaikan. Itu pasti Sean yang ingin membujuknya. Volume televisi ditambah oleh Vio hingga suara Sean bisa teredam.

Sean di luar menggelengkan kepala. Dia menuju dapur untuk menyimpan cilok di tangannya, tak akan lama Vio pasti akan keluar dan mencarinya.

Menunggu hingga setengah jam, Vio tetap tak datang menghampiri. Sean keluar kamar dan menuju kamar di sebelahnya.

Hanya terdengar suara televisi. Sean turun ke bawah mengambil kunci cadangan kamar Vio. Setelah berhasil mendapatkannya dia segera membuka pintu dan melihat Vio yang meringkuk di atas ranjang.

Cemilan berserakan di atas ranjang dengan sprei biru itu. Pemiliknya sendiri meringkuk memegangi perut, mengabaikan tontonan dan semua makanan yang dibawa ke kamar.

Sean mengantongi kunci, menghampiri Vio yang bahkan tak sadar dia datang.

Sean duduk di depan Vio. Mengelap air matanya yang mengalir di sudut mata. Sean memeriksa ponsel sebentar untuk melihat tanggal. Vio sedang kedatangan tamu. Pantas saja beberapa hari ini sangat sensitif, dan perutnya pasti sakit di hari pertama.

"Vi," panggil Sean lembut.

Tangannya mengelus kepala Vio dengan sayang. Lalu, berpindah mengelus punggung Vio dan terakhir mengambil kedua tangan Vio yang mengepal dan memberikan kecupan disana beberapa kali. Menyimpan tangan Vio di pangkuannya. Sean sekarang mengelus pipi Vio yang matanya masih terpejam, tetapi mengeluarkan air mata.

Sean mengubah posisi berbaring Vio dengan pelan, membuatnya telentang. Tangannya dengan telaten merapikan rambut Vio agar tak menempel di wajah gadisnya yang berkeringat banyak.

Mengelap dengan telapak tangannya tanpa jijik sedikitpun. Sean memberikan kecupan di dahi Vio.

Melihat pakaian Vio yang tak berubah Sean bisa tau bahwa kekasihnya itu belum membersihkan diri.

"Mandi dulu yuk!"

"Perutnya sakit, Arsen ...," lirih Vio dengan tangis.

Sean membantu Vio duduk dan menyandarkan ketubuhnya yang sudah memakai kaos putih.

"Mandi dulu, Sayang. Bersih-bersih dulu biar enakan. Nanti perutnya biar dikompres ya," bujuk Sean dengan sabar.

Kecupan terus dilayangkan ke seluruh permukaan wajah Vio. Tangan Sean yang cukup panjang menjangkau laci nakas untuk mengambil jedai agar Vio lebih nyaman.

Dengan lihai, tangan besar Arsen mengikat rambut Vio. Menyisakan anakan rambut di sekitar pelipis dan dahi, juga di tengkuk Vio.

"Arsen antar ke kamar mandi ya, Sayang."

Sean mengangkat Vio, menggendongnya ala bridal menuju kamar mandi yang ada di dalam kamar. Setelah mendudukkan Vio di pinggiran bathub, Sean memeriksa perlengkapan mandi apakah masih isi atau sudah kosong.

Memastikan semua aman. Dia menghampiri Vio, berjongkok di depan gadisnya yang masih meneteskan air mata. Vio mengulurkan tangan, memeluk leher Sean dengan lemah.

violetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang