33

3.1K 170 4
                                    

"Sean!"

Tepat saat Sean menginjakkan kakinya dilantai setelah anak tangga terakhir, seorang gadis berlari kecil ke arahnya sambil menyerukan namanya.

Tak membalas, Sean hanya mengangkat alisnya sebelah sebagai kode bertanya.

"Itu, Vio gak masuk ya?" Abi, gadis berambut sebahu yang memanggil Sean itu menunduk melihat ujung sepatunya. Sebenarnya dia cukup takut untuk bertanya pada Sean, tapi memangnya harus kepada siapa lagi dia bertanya jika hanya Sean lah yang paling dekat dan paling tau soal Vio.

"Sakit," jawab Sean malas. Dia kembali melanjutkan jalannya menuju kelasnya yang sudah cukup dekat.

Abi mengikuti langkah Sean dari belakang, kepalanya masih menunduk, sesekali mendongak menatap punggung pemuda di depannya.

"Sakit apa?" cicit nya hampir tak terdengar.

"Demam, besok masuk sekolah." Sean tetap berjalan dengan santai dengan langkah lebarnya, mengabaikan Abi yang kesulitan untuk mengejarnya.

"Aku boleh jenguk?" Abi sedikit berlari agar tak tertinggal dari Sean. Kepalanya masih menunduk.

'DUGH'

Abi melotot, mengangkat kepalanya takut-takut. "Maaf, aku gak sengaja. Kamu berhenti mendadak," jelasnya dengan terburu-buru. Abi cepat-cepat membentang jarak dari Sean yang sudah berbalik dan menatapnya tajam.

"Gabisa." Hanya itu balasan Sean membuat Abi melongo.

Abi sudah bersiap untuk bertanya apa maksud perkataan Sean, tapi Sean sudah memasuki kelas terlebih dahulu. Dan ya, Abi tak sadar jika mereka sudah berada di depan kelas. Pantas saja Sean berhenti mendadak dan membuat Abi menabrak punggungnya cukup keras. Abi meringis mengelus dahinya pelan, lalu ikut memasuki kelas dan duduk di mejanya. Sepertinya dia tak bisa bertemu dengan Vio hari ini.

Sean yang sudah mendudukkan diri di kursinya, mengeluarkan buku dan bersiap untuk memulai kelas setelah guru masuk. Dentingan ponselnya yang diletakkan di atas meja membuat Sean melirik layarnya yang menyala. Satu pesan masuk dari Mamanya.

Sean membuka dan menemukan foto Vio yang sedang memakai parfum di depan meja riasnya. Sean menarik senyum tipis. Vio terlihat sangat cantik dengan dress biru pilihannya. Rambut panjang bergelombang Vio dengan gaya ponyteil terlihat sangat menggemaskan. Ekspresi Vio yang seakan-akan sangat menikmati mampu membuat Sean terkekeh. Gadisnya sangat menggemaskan.

Satu pesan masuk dari guru yang akan mengajar pagi ini yang menyerahkan kelas kepada Sean karena berhalangan hadir membuat Sean dengan cepat menelfon Maya. Dia ingin bicara dengan Vio nya. Menunggu telpon di angkat Sean menunaikan amanat dari gurunya.

Sean berdiri dari duduk nya. Tangannya memukul meja dengan keras untuk mendapatkan perhatian dari teman-temannya yang sibuk dengan urusan mereka sedari tadi.

"Bu Nila gak masuk. Belajar sendiri."

Semua murid saling pandang. Lalu bersorak senang karna jam kosong. Kenyataannya, jam kosong lebih menyenangkan dibanding hari libur.

Sean memindai semua meja, memastikan semua anggota kelasnya telah berada di ruangan. Tetapi matanya berhenti di meja yang sudah menjadi meja Kenzie yang berada di sudut paling belakang. Kosong, Kenzie entah berada di mana. Di depan meja Kenzie ada Abi yang sudah menunduk dan belajar dengan tenang.

Sean meraih ponselnya yang panggilannya telah tersambung dengan Mama nya di ujung sana. Sean mendudukkan diri, mengubah panggilan menjadi panggilan video.

"Mana Vio?" Sean bertanya langsung.

Maya yang wajahnya memenuhi layar hp Sean terlihat melotot. "Mama panggil dari tadi, gak ada nyahut, sekalinya nyahut nanyain pacarnya." Maya cemberut, bermaksud merajuk dengan putranya.

violetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang