05

12.5K 448 2
                                    

"Eungh ...," lenguh Vio terusik saat merasakan kecupan-kecupan di wajahnya.

Sean terkekeh melihat wajah menggemaskan Vio saat tidur. Dia kembali melayangkan kecupan bertubi-tubi membuat Vio semakin menggeliat tak nyaman.

"Marah ya sama Arsen, hm?" Sean menggigit ujung hidung mungil Vio untuk mengganggunya.

Dia tak bisa tidur karna merasa bersalah sudah meninggalkan Vio tadi. Wajah gadis di dekapannya sembab, ujung hidungnya juga memerah. Dia lupa gadis itu takut sendirian, apalagi tadi cuaca cukup buruk yang membuatnya segera bergegas pulang tanpa menyelesaikan urusannya.

"Bangun, heh!" Sean mendusel di leher Vio, menggesekkan ujung hidungnya pelan membuat Vio membuka matanya, dia merasa geli.

"Arsen ...." Vio mengubah posisinya menjadi menyamping ke arah Sean.

"Kenapa, hm?" Sean menggesekkan hidungnya dengan hidung mungil Vio.

"Arsen jahat, udah ninggalin Vio," lirih Vio dengan mata yang kembali berkaca-kaca.

"Sssttt! udah ya, Vio jangan nangis lagi ini matanya udah bengkak. Arsen minta maaf tadi udah ninggalin Vio sendirian." Sean mengecup kedua mata Vio membuat Vio semakin merapatkan tubuhnya kepada Sean.

"Sama udah ingkarin janji," ralat Vio cemberut.

Sean terkekeh, 'gadis-nya' ini benar-benar menggemaskan. Iya, gadisnya. Apa yang dikatakan Kenan memang benar, tak ada persahabatan antara wanita dan pria yang benar-benar tulus. Apalagi dia dan Vio selalu bersama, meraka tumbuh besar bersama-sama, mustahil jika dia tak ingin benar-benar memiliki Vio. Meskipun selama ini dia selalu mendominasi Vio, tapi itu berbeda.

Dulu dia bersikap possesif semata-mata untuk selalu melindungi Vio, tapi sekarang dia ingin benar-benar menjadikan gadis di depannya ini miliknya, dia ingin menjadi seseorang yang akan selalu ada untuk Vio, seseorang yang akan menjadi tempat Vio bergantung. Dia sadar, perasaannya lebih dari sayang seorang sahabat, dia mencintai Violet, dia tak ingin kehilangannya.

"Vi," panggil Sean saat menyadari Vio sudah mengantuk. Gadis itu mendusel di dadanya mencari tempat yang nyaman.

"Vio marah sama Arsen," ucap Vio tak jelas. Kepalanya terbenam di dada bidang Sean.

Sean lagi-lagi terkekeh, dia mengatakan marah tapi memeluk Sean dengan erat seolah jika dia melonggarkan pelukannya Sean akan menghilang dari hadapannya.

"Iya, Arsen minta maaf." Sean mencium puncak kepala Vio, menghirup aroma strawberry yang menguar dari rambut panjangnya.

"Di maafin, besok yupi nya jadi dua kotak." Vio mendongak melihat reaksi Sean yang hanya tersenyum miring.

"Ok," ucap Sean santai, membuat Vio tersenyum lebar.

"Makasih, sayang Arsen banyak banyak banyak ... segunung." Vio mengecup rahang tegas Sean membuat sang empunya tersenyum senang. Jarang-jarang Vio inisiatif menciumnya.

"Vio," lirih Sean.

"Kenapa?" Vio mendongak menatap wajah tampan pria di depannya.

"Arsen sayang Vio, ILY." Sean menatap lembut mata Vio.

"ILY apa?" Vio menatap Sean penasaran.

"I love you," Sean mengecup seluruh permukaan wajah Vio, membuat Vio menahan bibir Sean dengan telapak tangannya.

"Oh, kalo gitu I love you too," balas Vio santai.

Sean tertawa kencang. Sialan sekali gadis ini, tak taukah dia jika jantung Sean berdetak abnormal gara-gara ucapannya itu. Ingin rasanya Sean berteriak kencang, meski tau Vio mengatakannya bukan karna mempunyai maksud yang sama dengannya tapi itu cukup untuk membuatnya senang.

violetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang