26

4.6K 189 32
                                    

Saat matahari mulai meninggi barulah penghuni tenda Sean bangun satu persatu dan meninggalkan Vio berdua dengan Sean di dalam. Jika bukan karna hari yang beranjak siang mereka tak akan mengganggu dan membangunkan kedua orang yang masih lelap dengan posisi berpelukan itu.

Keano yang bertugas membangunkan saja mendapat tendangan satu kali karna mengganggu mereka. Meskipun kaki Vio kecil, tapi tendangannya tetap saja terasa sakit.

Setelah mengeluarkan banyak usaha dan pengorbanan karna disiksa Vio yang enggan bangun dari dekapan Sean, akhirnya Keano berhasil keluar dari tenda mereka dengan selamat.

Sean yang mungkin sangat kelelahan akhirnya terganggu dan mengamankan singa betinanya yang akhir-akhir ini bertambah sensitif. Sekarang keduanya tanpa rasa bersalah berkendara di tengah seperti biasa Meskipun rombongan mereka siang ini tak seramai semalam.

Keano mendengus kesal. Jika tak dibangunkan keduanya tak akan bangun sampai malam dan sudah pasti akan ditinggalkan begitu saja oleh Kenan. Bukannya terimakasih dia justru dapat tendangan maut dan jambakan badai dari tangan Vio yang terlihat mungil dan lembut, tapi panas saat menyiksanya.

Menginapnya hanya sebatas itu. Mereka besok harus kembali bersekolah, jadi hari ini sudah harus pulang dan beristirahat dengan benar. Begitu kata Kenan, saat Cherry memprotes.

Tak ada yang berani membantah lagi saat Kenan sudah membuat keputusan. Semuanya kembali ke basecamp terlebih dahulu. Baru kemudian pulang kerumah masing-masing.

Sean dan Vio yang sudah berada tepat di depan rumah mereka menatap heran gerbang rumah Vio yang terbuka lebar. Juga, ada mobil hitam yang masih terlihat baru.

Sean menahan tangan Vio di pinggangnya saat gadis itu hendak melepas pelukan dan turun menuju rumahnya sendiri.

"Bareng."

Sean memasuki pekarangan rumahnya. Memarkirkan motornya sembarangan kemudian menggandeng tangan Vio menuju rumah gadisnya itu yang hari ini terlihat aneh.

"Bibi!" Vio berteriak saat melihat Bi Anum yang akan memasuki rumah.

"Darimana, Non?" Bibi Anum menangkup wajah Vio dengan penuh khawatir. Binar matanya terlihat resah.

"Vio main sama Arsen Bibi, sama singa juga sama yang lain juga, rame." Vio bercerita antusias, malah lupa dengan tujuan awalnya memanggil wanita yang sudah merawatnya sejak kecil itu.

Bibi Anum tersenyum. Terlihat dipaksakan. Namun, sepertinya Vio tak mengerti. Sean yang berada di belakang Vio memberikan kode bertanya pada Kepala pelayan rumah Vio yang juga merangkap sebagai pengasuh kekasihnya itu.

"Emm, tadi Mama Maya nyariin Non Vio loh, katanya kangen sama Non. Sana main sama Mama Maya dulu, sama Nak Arsen juga."

"Beneran Bibi? Vio juga kangen Mama. Ayo Arsen." Vio menarik lengan Sean yang bergeming di tempatnya berdiri. Masih menatap Bi Anum dengan lekat.

"Bawa Non Vio, Den." Bi Anum menatap Sean dengan pandangan memohon.

"Ada siapa di dalam Bi?" Sean memicing menatap Bi Anum yang tak mau buka mulut.

"Bi-"

"Oh sudah datang?"

Perkataan Sean dipotong dengan pertanyaan yang menyerempet pernyataan. Seorang pemuda tinggi keluar menghampiri tempat mereka berdiri. Badannya kekar, kulitnya putih dengan rahang tegas.

Mata pemuda itu memindai melihat Sean dari atas ke bawah. Pandangannya terlihat meremehkan. Lalu, matanya bergulir melihat Vio yang menatapnya balik dengan terpaku. Mata pemuda itu memicing tajam. Rahangnya mengeras dengan tangan terkepal.

violetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang