10

9.2K 379 0
                                    

Setelah dua hari di rawat di rumah sakit, keadaan Vio mulai membaik. Tak lagi ketakutan saat melihat orang lain, meskipun masih suka terbangun tengah malam karna mimpi buruk.

Selama dirawat, anak Lion's selalu datang menjenguk, berusaha menghibur Vio dan selalu membuat keributan agar Vio tak merasa sepi dan kembali histeris.

Ya, setiap sekelilingnya diam, Vio suka melamun lalu tiba-tiba histeris karna bayangan buruk yang selalu mengganggu tidurnya akan kembali menyapa. Sean selalu menemaninya, bahkan pemuda 17 tahun itu tak pernah meninggalkan kamar rawat Vio jika tak ada yang menemani gadis itu, karna takut Vio berbuat nekat.

0Kemarin saja saat di ruangan hanya ada mereka berdua dan Sean memasuki toilet yang ada di kamar rawat Vio, gadis itu tiba-tiba melempar Vas bunga di atas nakas, lalu melepas jarum infus di tangannya membuatnya terluka dan memukul-mukul kepalanya sendiri sembari menangis membuat Sean panik dan memanggil dokter untuk menyuntikan obat penenang.

Sampai hari ini pun Keano dan yang lain masih belum tau siapa yang mengganggu Vio di toilet sekolah. Sean bingung, entah apa motif orang itu sehingga mengganggu Vio hingga seperti ini. Setau Sean selama ini Vio tak mempunyai musuh di sekolah, gadis itu selalu bersamanya, tak pernah mencari masalah dengan siapapun bahkan tak punya teman satupun.

Terlalu banyak melamun membuat Sean tak sadar Vio sedari tadi sudah meletakkan ponselnya dan menatap Sean yang hanya diam di sofa.

Vio menarik sudut bibirnya keatas. Dia beruntung, sangat beruntung bisa mengenal Sean dan yang lain. "Sen," panggilnya pelan.

Melihat Sean yang masih bergeming, Vio menggeleng pelan, kemudian menggapai apel di atas meja nakas untuk melempar Sean.

'Duk'

"Aissh," ringis Sean saat merasakan sakit di hidung mancungnya. Bertepatan dengan Vio melemparnya dengan apel, Sean membalik wajahnya hendak menatap Vio jadilah sekarang hidung mancungnya nyut-nyutan terkena lemparan jitu gadis yang sekarang sedang meringis ngilu di atas ranjang kamarnya.

Saat ini mereka berada di rumah Vio, tepatnya di kamar bernuansa biru milik gadis itu.

"Ihh, kok Arsen hadap sini sih, kan jadi kena hidungnya." Vio masih meringis, tak berani membayangkan betapa sakit hidung cowok itu sekarang.

Arsen berdecak kesal, dia yang jadi korban, tapi dia juga yang diomeli oleh gadis itu. "Kenapa lempar-lempar sih, Vi. Ini kalo hidung Arsen patah Arsen gak bisa nafas lagi, kalo gak bisa nafas Arsen bakalan mati." Arsen berjalan menghampiri Vio, lalu berhenti tepat di sebelah Vio yang masih dalam posisi duduk di atas ranjang.

Vio menunduk. "Jangan, nanti kalo Arsen mati, Vio jadi pembunuh," lirih gadis itu dengan mata berkaca.

Sean merutuki kebodohannya dalam hati. Vio sedang sensitif dengan kata mati dan dia malah berkata seperti itu membuat Vio kembali sedih.

"Shh, hidung Arsen sakit banget, duh ," ringis Sean dengan tangan yang memegangi hidungnya untuk meyakinkan Vio. Pria itu duduk di hadapan Vio yang bersila di atas ranjang. Sebenarnya memang sakit, tapi tak sesakit itu untuk membuat seorang Arseano meringis seperti sekarang.

Vio langsung mengangkat kepalanya, menatap Sean cemas. "Te-terus ini gimana, Vio nggak tau harus ngapain biar Arsen gak sakit."

Vio menangkup wajah tampan Sean, tangan mungilnya menggantikan tangan Sean yang masih mengelus hidung.

Sean terpaku, menatap mata polos Vio, membuatnya terenyuh dan semakin ingin melindungi gadis itu.

Vio masih mengelus hidung Sean dengan lembut, tatapan matanya begitu pokus menatap hidung mancung pria itu tak menyadari wajah Sean yang semakin dekat. Saat Vio mendongak menatap mata Sean barulah dia sadar.

violetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang