31

4.1K 182 11
                                    

"Sean!" Teriakan Maya menjadi alarm khusus setiap hari.

"Samperin, Ma. Jangan teriak-teriak," tegur Farhan pada istrinya yang pagi ini begitu sibuk karena telat bangun.

"Gimana mau nyamperin, ini Mama lagi masak. Suruh siapa Papa manja banget, kalau bukan Mama yang masakin Papa gamau makan," gerutu Maya dengan kesal.

Farhan terkekeh, menyematkan satu kecupan di pelipis istrinya sebagai penenang. "Dibanding Papa dimasakin istri orang kan."

Spatula langsung mengancam wajah Farhan yang masih tampan dan maskulin.

"Becanda, Mama." Farhan meringis, mundur perlahan dari belakang istrinya dengan kedua tangan diangkat tanda menyerah. Dia memilih mendudukkan diri di meja makan mengambil tablet dan melakukan pekerjaannya dengan tenang, tak ingin lagi mengganggu Ibunda Sean yang sedang galak.

"Pagi," sapa Sean yang baru sampai di meja makan.

Sean mengambil minum sambil melirik ayahnya yang mengabaikannya. Sean menggebrak meja setelah meletakkan gelas di tangannya karena sudah selesai minum. Tampilannya masih acak-acakan, hanya mengenakan celana jeans panjang, dengan bertelanjang dada. Sean baru saja bangun karna suara Ibunya tadi.

"Jawab kek. Masih pagi, Papa udah nyebelin aja." Sean mengisi kembali gelas untuk dibawa ke kamar Vio.

Ngomong-ngomong Vio tidur dari semalam dan belum bangun hingga pagi ini. Bahkan dia tak ada minum obat sama sekali, saat tadi Sean memeriksa suhu tubuhnya. Panasnya sudah turun, tak lagi sepanas semalam. Mungkin Vio memang hanya butuh istirahat. Tetapi, Sean tetap akan membuatnya minum obat hari ini.

"Arsen!!" Teriakan disertai tangisan terdengar ke sepenjuru rumah.

Farhan mengalihkan pandangan pada putranya yang masih menatapnya dengan jengkel. Farhan tersenyum miring.

"Bayimu memanggil."

"Mama, kemaren Sean-"

"Mau di transfer berapa?"

Farhan mengetatkan rahangnya. Putranya ini memang tak bisa diajak bercanda.

"Absen belajar bisnis dua minggu."

Sean memasang ekspresi jenaka. Alisnya dinaik turunkan dengan senyum setan.

"Dua bulan jadi penurut." Farhan membalas dengan senyum angkuh. Dia tentu tak akan kalah dengan putranya yang masih kecil itu.

Sean berdecak kesal. Ekspresinya berubah drastis. Ayahnya memang selalu ambil kesempatan.

"Oke, deal!" Sean meninggalkan meja makan dengan seringaian penuh makna.

"Mama, kemaren Sean liat Papa sama-"

"Arseano!!!"

Farhan berdiri, meletakkan tablet di tangannya dengan panik ke atas meja makan.

Maya berbalik, dia sudah berusaha sabar sedari tadi. Suami dan putranya selalu saja berulah, ini masih pagi. Tak bisakah mereka tenang sedikit.

Maya menatap tajam suaminya yang memelas melihatnya. Sesekali mata Farhan melirik putranya yang sedang menaiki tangga dengan tawa menggelegar.

Terlihat puas melihat Ayahnya yang akan disidang oleh Ibunya. Begitulah Sean jika jiwa jahilnya sedang kumat.

"Apa maksud Sean. Papa kemana semalam? Sama siapa?" Maya berkacak pinggang. Masakannya sudah selesai. Menghidangkannya menjadi urusan maid.

Farhan melangkah pelan menghampiri istrinya yang sungguh kesal. Sepertinya sedang merah, itu tebakan Farhan. Tak biasanya istrinya menjadi begitu galak.

violetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang