25

4.2K 175 4
                                    

Suara deburan ombak terdengar jelas diheningnya pagi. Mata Vio mengerjap menatap sekeliling dengan bingung. Lalu setelah sadar dia mendudukkan diri dan melihat kedua gadis yang masih tertidur di sebelahnya. Hanya mereka bertiga, tak ada Sean. Matanya yang masih memerah, berkaca-kaca.

Vio merangkak pelan, takut membangunkan Abi dan Cherry yang masih lelap. Dibukanya resleting tenda dengan hati-hati, kemudian keluar dan menatap suasana pantai yang masih gelap. Sedikit menakutkan saat melihat lautan tak berujung di depannya.

"Arsen," lirihnya dengan air mata yang mulai menetes deras.

Dia takut tentu saja. Tak ada satu orangpun di luar tenda. Benar-benar sepi. Matanya memindai satu persatu sepatu yang ada di depan tenda. Berharap bisa mengenali sepatu Sean, tapi sayangnya semua sepatu terlihat sama.

Tak ada cara lain, Vio mendekati tenda yang tepat berada di sebelah kanan tendanya. Berharap ada Sean di dalam. Kalaupun tak ada dia akan meminta bantuan siapapun itu untuk mengantarnya ke tenda Sean.

Jemarinya yang dingin menurunkan resleting tenda dengan gerakan cepat. Suaranya tentu terdengar oleh salah satu penghuni di dalamnya yang memang tak bisa tidur nyenyak sejak malam karna suhu yang cukup dingin. Pemuda itu mendudukkan diri kemudian bersiap untuk melawan jika yang ingin masuk adalah orang yang berniat buruk.

Saat akan melemparkan ponsel yang ada di tangannya, wajah Vio yang berantakan karna menangis dan baru bangun tidur, justru menjadi tersangka jantungnya yang berdetak abnormal pagi ini.

"Heh ngapain kesini?" Suaranya terdengar kesal tentu saja.

Bukannya menjawab, Vio justru kembali menangis menatap wajah Azam yang tak menyenangkan.

Azam bergerak mendekati Vio. "Kenapa keluar, Vi. Kan masih gelap, sana bobo lagi." Azam mengelus kepalanya lembut mencoba menenangkan Vio yang semakin menangis.

"Arsen."

Hanya dengan satu nama saja Azam sudah mengerti. Dia mempersilakan Vio untuk masuk dan menunjuk Sean yang tidur membelakangi mereka.

"Itu, Sean. Sana bobo sama Sean."

Vio menangis sesenggukan, menghampiri Sean yang tertidur pulas. Saat sudah sampai di sebelahnya, Vio menggoyangkan badannya, berusaha membangunkan.

Azam yang melihatnya ikut membantu kasian juga melihat Vio yang terus menangis.

"Yan!" Azam menepuk wajah Sean sedikit keras.

Berhasil. Sean mengerjapkan mata dan menatap Azam di depannya dengan bingung. "Apa sih?" gerutunya kesal. Tentu saja dia kesal, dia baru bisa tidur sekitar dua jam yang lalu karna khawatir Vio terbangun dan mencarinya.

"Arsen." Suara Vio yang pelan dengan sesenggukannya terdengar jelas di telinga Sean, membuat pemuda itu langsung mendudukkan diri dan melihat Vio yang menangis menatapnya.

Azam menjauhkan diri, kembali ketempatnya dan memilih untuk tidur. Enggan melihat keuwuan Sean dan Vio yang sering tidak tau tempat.

Sean merentangkan tangan membiarkan Vio masuk ke dalam pelukannya. "Kenapa bangun, hm?" Satu kecupan mendarat di puncak kepala Vio.

Vio yang menyandar di dada Sean dan masih sesenggukan menggeleng. "Vio ngantuk, Arsen."

Sean melepaskan pelukannya sebentar, kemudian berbaring dan mengajak Vio untuk ikut serta. Lengan kirinya digunakan sebagai bantalan untuk kepala Vio, sedang tangan kanannya bergerak membersihkan sisa air mata di wajah kekasih kecilnya itu. Sean Merapikan rambutnya dengan telaten agar tak mengganggu tidur sang kekasih.

"Udah, bobo." Sean mengelus punggung Vio dengan teratur untuk mempermudah bayinya itu menuju alam mimpi.

Suara sesenggukan Vio yang masih terdengar sesekali, membuat Sean menghentikan gerakan mengelusnya.

violetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang