17

6.5K 290 11
                                    

Up lagi setelah sekian lama. Sebenarnya ini tuh udah tersimpan di draft dari dua minggu yang lalu, tapi baru bisa di post sekarang karna memang aku pengennya sekarang.

Sebenarnya juga akutuh nunggu target terpenuhi sekalian biar bisa nulis santai. Tapi eh tapi, sampe sekarang targetnya tetep nggak kecapai, so ... karna tangan ku emang gatel banget nggak tahan pengen post terus, akhirnya aku post sekarang.

Aku buat target itu bukan buat maksa kalian yang baca. Aku cuman pengen coba-coba. Lagian kalaupun nanti target terpenuhi belum tentu aku bisa langsung up karna aku nulisnya suka-suka.

Jadi, kalo kalian nggak suka sama ceritaku karna menurut kalian alurnya nggak jelas atau karna aku jarang update ya nggak papa. Toh ini cuman cerita yang aku gunain buat nuangin imajinasi aku sekalian buat curhat dikit-dikit. Sebagian lagi cuman pengen aja buat karya yang isinya ada keinginannku yang sedari dulu bahkan hingga suatu saat nanti nggak bakalan pernah bisa tercapai oleh diriku sendiri. Jadi aku bakalan buat anakku dicerita ini bisa menggapai semua hal yang mustahil buat aku gapai.

And ... udah itu aja. Aku juga nggak tau kenapa nulis ini. Intinya aku cuman pengen aja!

Happy reading kalian semua

Pasar malam merupakan tempat romantis yang kerap muncul dalam drama-drama. Mungkin hampir semua populasi manusia di dunia ini pernah datang ke tempat yang menjadi tempat favorit banyak pasangan untuk kencan, atau bahkan hanya untuk sekedar menghabiskan waktu bersama.

Demikian pula Vio yang malam ini mengenakan celana jeans panjang dengan hoodie oversize yang merupakan milik Sean. Gadis dengan rambut yang dikuncir itu berdiri di gerbang pasar malam menunggu Sean yang sedang memarkirkan kendaraan dengan antusias.

"Wah ...." Decakan kagum keluar dari mulut gadis itu.

"Ayo."

Sean mengenggam tangan Vio, kemudian membawanya masuk ke dalam. Suasana malam ini cukup ramai meski ini masih hari kerja.

Mata Vio berbinar cerah saat melihat penjual gulali tak jauh dari mereka. "Arsen, mau itu," pekiknya antusias.

Sean hanya bisa menghela nafas pasrah untuk menanggapi. Dia tak bisa melarang Vio malam ini karna gadis itu mengancamnya saat di perjalanan tadi.

"Satu Pak," pesan Sean saat sudah sampai di depan penjual gulali.

Vio cemberut. "Kok satu sih Arsen," protesnya.

"satu atau nggak sama sekali?"

"Ok, satu, warna biru."

Penjual gulali hanya tersenyum melihat interaksi keduanya. Vio memutar tubuhnya menatap sekeliling dengan tangan yang saling bertaut dengan tangan Sean, sesekali Vio akan menggoyangkan tautan tangan mereka saat merasa terlalu antusias, sementara Sean hanya bisa tersenyum dan mengelus tangan Vio dengan jemarinya yang dua kali lipat lebih besar dari jari jemari gadis itu.

Sean menuntun Vio untuk kembali berjalan saat mereka sudah selesai membeli gulali.

"Mau naik itu."

Sean mengikuti arah telunjuk Vio dan menggeleng untuk menolak permintaan Vio.

"Ya, Arsen ya. Tadikan Arsen udah janji sama Vio." Vio mendongak menatap Sean dengan puppy eyes nya. Dia menggoyangkan tautan tangan mereka. Benar-benar menggemaskan dengan hoodie kebesaran yang membuatnya tenggelam.

violetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang