19

5.6K 208 4
                                    

Anyyeong, yeorobun.
Nggak tau kenapa aku semangat banget buat nulis akhir-akhir ini. Idenya ngalir terus gitu lho. Malahan nih ya, belum selesai nulis ide yang satu ehhh, udah ada ide baru. Kepala sampe penuh rasanya.

Happy reading, yeorobun
—————————————


"Ahss ... sakit, hiks."

Suara Vio yang terus meringis dan menangis memenuhi ruang UKS yang saat ini hanya di isi oleh Vio, satu orang gadis petugas UKS yang sedang piket dan sekarang tengah mengobati luka Vio, juga Sean bersama teman-temannya, kecuali Azam yang sedang ada urusan dengan anggota futsalnya.

Saat gadis yang merupakan teman angkatan mereka dan kebetulan teman sekelas Kenan dan Azam itu hendak menempel plester di lutut Vio yang terluka karna bergesekan dengan beton lantai lapangan parkir, Vio langsung menarik kakinya menjauh.

Vio mendongak menatap Sean yang duduk di sebelahnya. Kepalanya menggeleng dengan bibir dimajukan. "Nggak mau pake itu, hiks ...," lirihnya dengan wajah memelas.

Tangisnya sudah berhenti setelah tadi disodorkan Yupi berbentuk dinosaurus oleh Rio saat masih di lapangan. Rio memang menyukai Yupi, meski tak sampai separah Vio. Namun, sekarang dia kembali menangis saat sedang diobati.

"Kenapa? Nanti kalo nggak diplester kakinya perih kalo kena air." Tangan Sean membenarkan letak jepit lidi di kepala Vio yang terlihat longgar.

"Ng-nggak mau, Arsen. Kalo ditempelin, hiks itunya nanti pas dile-lepas sakit ...." Vio merengek. Dia sesenggukan sekarang. 

Matanya memandang sahabat-sahabat Sean yang juga merupakan sahabatnya dengan memelas. Meminta pertolongan.

"Ciluk ba!" Keano yang duduk di ranjang sebelah menutup wajahnya, kemudian membukanya kembali. Mencoba menghibur Vio yang tak mau berhenti menangis sedari tadi.

"Goblok! Lo kira dia bocil, heh!" Deo menoyor kepala Keano di sebelahnya.

"Lah emang bocil, kan. Lebih cengeng dari Athan kok," celetuk Rio yang duduk lesehan menyandar di dinding UKS. Matanya tetap pokus pada ponselnya yang dimiringkan, sehingga tak menyadari tatapan kesal seisi ruangan kepadanya.

Lemparan botol obat yang tepat mengenai tangannya hingga ponselnya jatuh membuat Rio dengan refleks memandang pelakunya dengan tajam.

"Bangsat-ria, hehe." Rio menyengir bodoh saat melihat wajah datar Kenan dan wajah kesal temannya yang lain. Belum lagi Vio yang semakin kencang menangis dengan jari yang menunjuk ke arahnya.

"Rio, jahat sama Vio. Hiks ...," adunya kepada Sean yang hanya bisa menghela nafas.

"Yailah, Cil. Gue jahat di mana nya sih, tadi aja gue kasih Yupi kan lo. Baik gue tuh." Rio menatap Vio memelas. Berharap gadis itu menolongnya dari Sean.

Sean memang tak akan memukulnya, tapi dia akan menyuruh Rio menghadapi kerewelan Vio seharian penuh. Dan itu jauh lebih mengerikan daripada mendapatkan satu kali bogem mentah dari Azam ataupun Keano.

Sakit saat dihajar oleh kedua algojo nya Lion's itu bahkan tak akan sebanding dengan frustasi saat menghadapi dan menemani Vio seharian penuh, tanpa ada tangisan dan harus bisa mengembalikan mood gadis itu yang pada dasarnya sangat moodyan.

Sean menarik Vio ke dalam pelukannya. Kemudian, menatap teman-temannya karna bel masuk sekolah telah berbunyi. "Duluan aja. Nanti izinin gue sama Vio, tolong," pintanya.

violetTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang