9. FREEZER CAFE

24 4 6
                                    

Ketiga gadis cantik itu sedang bersantai disalah satu cafe yang sedang hangat-hangatnya terkenal. Banyak pengunjung yang berdatangan. Karena ini masih jam kerja, mayoritas pengunjung cafe kebanyakan pelajar.

Ketiga gadis itu duduk di meja pojok cafe, agak jauh dari keramaian hilir mudik pelanggan yang berdatangan.

Tempat ini sangat nyaman dan adem. Sesuai namanya, ornamen-ornamen cafe banyak dipenuhi dengan hal-hal yang berbaur 'cool'. Banyak foto spots diberbagai sudutnya. Sangat cocok untuk para selebgram yang ingin menambah koleksi foto yang kekinian dan amazing.

"Adem banget ya, kek ubin masjid." Ecy menikmati chocolate latte sambil memejamkan mata merasakan kesejukan di cafe ini.

Menu yang ada di cafe ini seperti cafe-cafe kebanyakan. Yang membedakannya hanya tempatnya saja yang lebih fotoable.

"Iya, adem banget. Lama-lama disini juga gak pa-pa, gue betah banget," sahut Sifa.

"Cy, Fa." Nisa mengarahkan kamera ponselnye ke wajah mereka bertiga. Sifa dan Ecy mulai berpose didepan kamera. Satu jepretan menghasilkan gambar yang sangat bagus.

Mereka bersua foto lagi. Nisa menyuruh Sifa memegang ponselnya. Lalu mereka mengambil gambar. Namun ketiganya salah fokus pada orang yang ikut masuk kedalam frame mereka.

Orang itu bergerak memasang celemek hitam di tubuhnya. Ketiga sekawan itu saling melirik dengan raut terkejut. Keterkejutan mereka bertambah saat menoleh kearah orang itu dan tebakkan mereka benar.

"Riu?"

Itu suara Ecy. Refleks tubuh cewek itu bergerak menghampiri Riu. Mungkin karena semua tentang Riu tertanam di otak Ecy, jadi ketika melihat cowok itu otaknya dengan otomatis memberikan perintah pada otot lurik untuk bergerak menghampiri Riu.

Nampak Riu sedikit terkejut dengan kehadiran Ecy. Dia menoleh ke belakang Ecy yang ternyata ada Nisa dan Sifa juga.

Cowok itu memasang wajah seperti biasanya. Dia terlihat cool walau memakai celemek.

Sangat tampan.

"Kamu kerja disini?" tanya Ecy.

Riu berpikir sebentar lalu mengangguk singkat.

"Kok bisa?" Nisa memicingkan mata pada Riu.

Riu itu anak pemilik sekolahan mereka. Masa dia bekerja part time di cafe ini? Itu terlalu sulit untuk dipercaya.

Memangnya apa yang Riu kurangkan? Jika dia ingin sesuatu tinggal minta saja pada orang tuanya yang kaya raya.

"Emang kenapa? Gue gak pantes kerja disini?"

"Bukan gitu maksud gue. Lo kan anak orang kaya, jadi liat lo kerja disini gue gak percaya," jawab Nisa jujur dengan ekspresi menyelidiknya.

Riu menatap Nisa lekat. Lalu tanpa aba-aba cowok itu menarik tangan Nisa kedepan hingga menubruk dadanya.

Ketiga cewek itu sangat terkejut. Apalagi Ecy, dia sampai menahan napas saking terkejutnya.

Riu menahan bahu Nisa, dia mendekatkan wajahnya disamping telinga Nisa, lalu berbisik pelan. "Percaya aja kenapa, sih!? Nanti gue ceritain detailnya." Riu tersenyum singkat pada Nisa.

Dia melepaskan tangannya dari bahu Nisa, lalu bergerak menepuk pelan puncak kepala gadis itu.

Nisa masih diam mematung, dia linglung. Dengan sikap Riu seperti itu sungguh membuatnya merasa tak enak pada kedua temannya, terutama Ecy.

Nisa melirik Ecy sekilas dan sepertinya Ecy syok juga. Karena cewek itu menunduk sambil dahinya mengernyit.

Riu melirik sekilas pada Ecy. Terlihat Ecy sangat terkejut dengan aksi yang dilakukannya itu. Cowok itu tersenyum miring, sedetik kemudian mengubah ekspresinya datar lagi.

"Den, bahan-bahan yang habis udah saya beliin dan simpan dibelakang." Seorang bapak-bapak datang menengahi mereka, berbicara pada Riu.

"Den?"

"Dean. Gue kalo kerja disini dipanggil Dean, biar identitas gue gak kebongkar." Riu menatap Ecy datar, sangat datar. Cewek itu kepo sekali, membuat Riu sedikit jengkel.

Bapak itu terlihat bingung dengan apa yang Riu katakan. Namun dia diam saja, takut salah bicara dan dimarahi bosnya nanti.

"Ayo Pak, kita periksa bahan-bahannya, takut nanti bos datang dan ngomel kalo ada yang kurang lagi."

Bapak itu hanya mengikuti saja saat Riu membawanya ke ruang belakang cafe.

Nisa berdecih kecil, melihat akting Riu yang sangat sempurna. Cowok itu benar-benar pandai dalam hal seperti ini ternyata.

Ya. Riu hanya berakting.

Dia ingin Ecy menjauhinya saat mengetahui bahwa dia kerja part time di Cafe ini. Ecy pasti langsung ilfeel dan tidak akan mengganggunya lagi di sekolah.

Walaupun cewek itu tidak secara langsung mengganggunya. Tapi dengan terus menatap Riu saat berkunjung ke kelasnya dan diam-diam memberikan susu kotak di lokernya membuat Riu sangat terganggu dengan hal itu.

Riu sangat tahu jika Ecy yang memberikan susu kotak dilokernya. Karena selalu ada kertas kecil yang tertulis singkatan dari nama cewek itu, W.A.I.

"Riu beneran kerja disini?" Ecy masih tidak percaya jika cowok kaya di sekolahnya itu kerja part time di cafe. Dia melihat gerak-gerik Riu yang melayani para pengunjung cafe. Cowok itu tidak ragu untuk melontarkan senyumannya pada pengunjung yang datang.

Melihat itu hati Ecy sedikit terenyuh. Betapa manisnya senyum Riu, cowok itu semakin tampan dengan senyum di bibirnya. Namun mengetahui fakta jika Riu tidak akan pernah tersenyum hangat seperti itu padanya, membuat hati Ecy sedikit nyeri.

"Gue gak mau percaya, tapi liat dia kayak gitu, kayaknya benar deh." Sifa menimpali. "Mungkin keluarganya bakalan bangkrut jadi dia siap-siap melatih diri untuk jadi orang miskin. Tunggu aja berita di sekolah, pemilik SMA HARUDA mengalami kebangkrutan dan jatuh miskin."

"Imajinasi lo terlalu tinggi Fa," balas Nisa lempeng.

Ecy menoleh pada Nisa dan bertanya, "Oh ya Nis, tadi Riu bisikin apa sama kamu? Dia beneran kerja disini?"

Nisa memutar bola matanya gelisah. Dia bingung harus menjawab apa. Tidak menyangka jika Ecy akan bertanya soal ini. Dia berdehem dan meminum matcha latte-nya, agar bisa berbicara dengan santai.

"Gak tau juga gue. Riu tadi bisikin..." Nisa pura-pura minum lagi sambil menoleh kearah lain mencari alasan yang bagus.

Nisa melihat kancing baju salah satu pengunjung kafe yang terlepas. "...kancing baju. Iya kancing baju. Dia bisikin kancing seragam gue kebuka." Nisa mengangguk-angguk membenarkan pernyataannya.

Pas juga tadi saat setelah Riu berbisik padanya, Nisa memegang seragamnya. Ecy dan Sifa pasti percaya dengan kata-katanya.

Sebenarnya Nisa tidak ingin berbohong kepada kedua temannya. Namun karena dia belum tahu alasan kenapa Riu berbohong tentang perihal kerja part time. Jadi dia belum bisa memberitahukan hal ini pada sahabatnya.

"Hah?! Dia 'liat' dong?" Sifa melotot kaget.

"Nggak sama sekali! Masih ketutup, kancingnya aja yang kelepas. Kalo pun dia liat, paling liat baju kaos gue. Nih, warna itam." Nisa mengeluarkan sedikit baju kaos dibalik seragamnya.

Ecy menghela napas panjang. "Aku harap Riu gak bakalan miskin. Kasihan nanti."

"Ya elah, Cy. Percaya aja lo sama khayalan Sifa."

"Riu mah gak bakalan miskin tujuh turunan. Orang keluarganya kaya banget. Tapi soal dia kerja disini, entah apa alasannya, gue gak tau." Nisa mengedikkan bahunya.

Ecy terdiam. Pandangan matanya terus tertuju pada Riu yang sedang membuat pesanan para pengunjung kafe yang terus berdatangan.

"Aku rasa ... Riu bohong deh."

★★★

TIGA SEKAWANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang