"Aku gak liat Aldy beberapa hari ini, dia gak masuk ya?" Ecy bertanya sambil meneguk minuman botol kemasan. Dia melirik pada ke dua sahabatnya.
Saat ini ke tiga gadis itu sedang berada di rumah Nisa. Ecy dan Sifa akan bermalam di rumah Nisa. Karena besok libur, jadi mereka ingin tidur bersama sambil mengobrol dan menonton film.
"Iya. Aldy beberapa hari ini gak masuk. Keterangannya sih izin, tapi gak tau izin kenapa?" Sifa menjawab pertanyaan Ecy.
Ecy mengangguk-angguk mengerti, lalu dia menatap Nisa. "Maaf ya, aku jadi ngebahas dia. Aku cuma ngerasa bersalah aja sama Aldy. Waktu itu dia ngajak aku pulang bareng dan aku janji bakalan pulang bareng dia. Tapi ke besokkan harinya ada masalah mendadak, jadi aku pulangnya bareng Fini. Ngerasa nggak adil, terus Aldy nyusul ke rumah dan kami bertengkar. Terus ke besokkan harinya lagi aku gak liat dia lagi sampe sekarang. Aku bertanya-tanya, apakah sore itu dia pulang dengan selamat? Soalnya sejak kejadian itu dia mendadak hilang," jelas Ecy sedikit bohong dengan kata masalah mendadak. Padahal saat itu karena dia berusaha menghindari Aldy, setelah tahu jika Nisa menyukai cowok itu.
"Gue juga gak dapat kabar dari dia. Biasanya dia suka chat gue gak jelas. Tapi akhir-akhir ini Aldy gak ada ngabarin, seolah-olah dia beneran hilang." Nisa ikut panik. Kenapa dia baru sadar dengan ketidakhadiran Aldy?
Karena terlalu fokus untuk move on dari Aldy, Nisa jadi tidak menanyakan keberadaan cowok itu. Tekadnya benar-benar kuat untuk melupakan Aldy.
"Ah, iya! Gue inget! Terakhir kali dia chat gue kaya gini." Nisa menunjukkan room chat dia dan Aldy.
Tertulis 'Maafin gue Nis' dilayar ponsel Nisa. Setelah mengirim pesan itu, terlihat Aldy tidak aktif lagi sampai sekarang.
"Aldy gak mungkin bertindak buruk 'kan, karena aku gak suka balik sama dia?" Ecy merasa semakin gelisah melihat isi pesan yang Aldy kirim ke Nisa.
Seperti kata-kata terakhir saja, yang diucapkan seseorang sebelum meninggal.
"Nggak! Gak mungkin Aldy berpikiran kayak gitu." Nisa menyangkal pikiran buruk yang sedang mereka bayangkan. Nisa percaya bahwa Aldy bukanlah laki-laki seperti itu. Walau seputusasanya dia, Aldy tidak akan bertindak buruk. Nisa tidak akan pernah salah dalam pilihannya terhadap seseorang.
"Terus kenapa dia malah gak masuk sekolah? Masa Cuma gara-gara patah hati?" Sifa menelengkan kepalanya, bingung dengan apa yang terjadi akhir-akhir ini.
"Kita cari tau ke rumahnya." Putus Nisa sambil mengambil jaket bombernya dan berjalan keluar rumah disusul dengan Ecy dan Sifa.
***
Ketiga gadis itu duduk termenung di kursi taman dekat rumah Aldy. Cowok dimple yang sedang mereka khawatirkan ternyata pergi ke luar kota. Berdasarkan informasi dari satpam di rumah Aldy, cowok itu pergi sudah seminggu yang lalu, persis dengan ketidakhadiran Aldy di sekolah.
Nisa menanyakan perihal kenapa Aldy mendadak keluar kota, tapi Pak Satpam tidak memberitahu mereka. Pak Satpam itu bilang bahwa ini adalah masalah keluarga. Lalu Nisa menanyakan lagi kapan cowok dimple itu akan kembali dan Pak Satpam juga tidak tahu pastinya, kapan Tuan Mudanya itu pulang.
"Separah itukah luka Aldy ... sampe-sampe dia gak pulang-pulang?" Ecy berbicara sendiri. Jujur saja Ecy merasa sangat bersalah karena tidak memahami perasaan Aldy.
Sejak pertengkaran mereka sore itu, Ecy selalu bertanya-tanya apakah tindakannya sudah benar? Dia takut jika dalam keputusan yang telah dia ambil ada hati yang tersakiti. Dari awal Ecy menebak pasti ada, tapi dia tidak mengira jika keputusannya itu membuat cowok seceria Aldy menghilang, memilih menghindari mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
TIGA SEKAWAN
Acak"Gue ngerasa jadi sahabat Aldy gak guna banget. Gue seharusnya dukung dia sama lo Cy, bukannya malah ngambek terus diemin dia sampe berhari-hari. Hiks!" Nisa menutup wajahnya sambil terisak. Ecy dan Sifa yang melihat Nisa tiba-tiba menangis, bergera...