36. KEPALA BATU

10 1 0
                                    

Sifa dilarikan ke rumah sakit saat tiba-tiba pingsan di sekolah. Menurut pemeriksaan, tekanan darah Sifa turun drastis. Hingga cewek itu perlu dirawat beberapa jam di rumah sakit.

"Kak Fathan..?"

"Kak Fathan?"

"Kak Fathan jangan tinggalin aku!"

"Kak Fathan!?" Sifa terbangun dari tidurnya.

Nisa yang tertidur disampingnya, bangun mendadak saat mendengar teriakkan Sifa.

"Kenapa Fa? Ada apa?" Tanya Nisa panik.

"Gue mimpiin Kak Fathan, Sa. Dalam mimpi gue, Kak Fathan ninggalin gue." Sifa berkata parau, sudah siap menangis.

Mendengar itu Nisa bergerak duduk di ranjangnya sambil menepuk pelan pundak Sifa.

"Itu cuma mimpi aja. Lo gak usah khawatir."

"Gimana kalo mimpi gue jadi kenyataan, Sa?" tanya Sifa takut, air matanya sudah mengalir deras.

"Gak akan. Udah Lo jangan nangis." Nisa memeluknya, menenangkan.

Nisa tahu, semua perkataannya itu tidak akan terjadi. Mimpi Sifa lah yang akan terjadi. Tapi Nisa tetap akan mengatakannya. Dia tidak tega melihat kondisi Sifa yang seperti anak kecil kehilangan ibunya. Nisa tidak sanggup melihat Sifa yang seperti ini.

"Gue harus pergi ke pernikahan itu, Sa. Gue mau lihat secara langsung, itu benaran Kak Fathan atau bukan." Sifa melepaskan pelukan Nisa. Dia menatap Nisa memohon.

"Lo kan masih harus dirawat, Fa. Nanti terjadi sesuatu sama Lo gimana? Biar gue aja ya yang pergi buat mastiinnya?" Tawar Nisa.

"Gak bisa, Sa. Gue mau lihat dengan mata kepala gue sendiri." Sifa tetap kekeuh pada pendiriannya.

"Ya udah kalo itu mau Lo. Tapi, Lo makan dulu ya. Lo juga butuh tenaga 'kan buat pergi ke sana."

Sifa setuju. Dia akan makan dulu. Setelah itu, dia akan pergi ke pernikahan itu.

***

Ecy menyusut ingusnya dan membuang tisu itu ke tempat sampah. Setelah selesai merapikan dirinya, Ecy keluar dari toilet dan merebahkan dirinya di sofa panjang.

Ecy ingin beristirahat sebentar, setelah itu dia akan pulang ke rumahnya.

Soal Welly, Ecy mengabaikan panggilan telepon cowok itu. Pesannya juga Ecy abaikan. Saat ini Ecy ingin sendiri. Menenangkan pikirannya yang kusut.

Namun saat baru memejamkan mata, ponselnya berdering lagi. Ecy menggerutu kesal. Dengan malas Ecy mematikan ponselnya, membiarkan panggilan itu terputus dengan sendirinya.

Tapi tidak lama kemudian ponselnya berdering lagi. Kesal. Ecy bangun dari tidurannya dan menatap jengkel layar ponselnya.

Namun saat melihat nama 'Aldy' yang tercetak di layar ponsel, mata Ecy langsung berkilat senang. Ecy berdiri dan merapikan rambutnya.

Ecy berjalan ke balkon lalu menggeser tombol hijau saat sudah siap di layar.

Senyum cerah Aldy yang pertama dilihatnya membuat Ecy terharu. Tiba-tiba air matanya mengalir.

Melihat Ecy yang tiba-tiba menangis membuat Aldy panik ditempatnya.

"Eh, Cy?! Kenapa? Kok nangis?" Aldy benaran khawatir.

"Masih marah sama gue ya?" tanya Aldy hati-hati.

Ecy menggeleng cepat. "Enggak, bego!" Umpat Ecy kesal sambil menghapus air matanya.

Mendengar kata kasar Ecy, membuat Aldy tertawa kecil. Berarti cewek cantik didepannya ini tidak kenapa-napa.

"Kamu kenapa baru muncul sekarang? Kita semua khawatir banget tau gak. Apalagi Nisa. Dia paling khawatir. Sampe-sampe nyalahin dirinya sendiri karena kamu yang tiba-tiba ngilang," adu Ecy dengan nada sedih.

TIGA SEKAWANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang