41. KETULUSAN SEJATI

2 0 0
                                    

Mendapatkan telepon dari Sifa yang minta dijemput, Nisa dan Ecy langsung bergegas ke bandara diantar oleh Aldy. Sekarang ketiga sekawan itu sedang duduk di sebuah kafe. Sedangkan Aldy duduk dibagian lainnya, membiarkan ketiga sekawan itu menyelesaikan masalah mereka. Itu juga karena Nisa yang memaksa Aldy untuk tidak menggangu mereka dulu.

Selama diperjalanan ketiga sekawan itu sama sekali tidak berbicara. Ketiganya menjadi canggung. Nisa dan Ecy yang merasa bersalah, merasa tidak enak jika bertanya pada Sifa. Mereka sudah siap menerima kemarahan Sifa.

"Wah! Latte art di sini cantik banget ya." Sifa memecah keheningan sambil mengambil cangkir kopinya. "Eum! Enak banget lagi!"

Baik Nisa ataupun Ecy tahu bahwa saat ini Sifa berusaha mencairkan suasana. Kecanggungan cewek itu terlihat sangat jelas. Hal itu membuat Nisa dan Ecy juga semakin canggung. Keduanya dengan cepat langsung menyeruput kopi mereka juga.

"Eum.. iyaa! Aku gak suka kopi, tapi ini kayaknya bakalan jadi kopi yang aku minum terus deh kalo ke sini." Ecy menyahut membenarkan.

"Bagi gue yang suka kopi, ini benaran kopi terenak yang pernah gue coba. Ralat! Pasti ini yang terenak se-kota ini." Nisa ikut meng-hype latte art yang mereka minum.

Sifa sendiri juga tahu, jika kedua teman di depannya ini berusaha untuk mengikuti alurnya. Bisa dilihat dari ulasan mereka yang sedikit dilebih-lebihkan tentang latte art itu.

Tidak bisa dipungkiri latte art ini memang enak. Tapi tidak seenak itu juga. Cukup memenuhi standarnya saja.

Aldy yang memperhatikan ketiganya dari jauh menggeleng pelan. Merasa gemas dengan kecanggungan ketiganya. Ingin rasanya Aldy kesana untuk membuka topik dan mencairkan suasana, tapi dia cukup tahu tidak akan melakukan itu, jika tidak ingin dimarahi Nisa.

Sifa sedikit berdehem sambil merancang kalimat yang akan diucapkannya. Namun ketiganya justru bicara bersamaan.

"Fa!"

"Gue!"

"Fa!"

Ketiga sekawan itu semakin salah tingkah. Ketiganya bergerak tidak nyaman.

"Lo duluan aja!"

"Kamu duluan aja!"

"Lo duluan aja!"

Lagi-lagi ketiganya bicara secara bersamaan. Mereka saling pandang, lalu tersenyum geli dengan tingkah masing-masing.

Aldy cukup menikmati pemandangan ini. Dia merasa senang akhirnya ketiga orang yang sedang berselisih paham itu tertawa bersama juga.

Saat di perjalanan mereka ke bandara menjemput Sifa, Aldy diberitahu apa yang sudah terjadi selama dia tidak ada disini. Pertama kali mendengarnya, Aldy emosi, rasanya dia ingin putar balik dan memberi bogeman pada Fathan. Bisa-bisanya cowok itu berkhianat pada perempuan seperti Sifa yang sangat setia luar biasa. Sedikit banyaknya Aldy juga tahu bagaimana perjuangan Sifa untuk mendapatkan Fathan.

Permasalahan diantara ketiganya juga Aldy diberitahu. Dia tidak bisa membenarkan Ecy maupun Nisa, jika jadi Sifa pasti dia akan bertindak seperti itu juga.

Namun bagaimanapun juga, dia tahu, bahwa baik Nisa atau Ecy sama sekali tidak ada niat jahat pada Sifa. Apalagi sampai berkhianat padanya. Ini benar-benar situasi yang tidak bisa mereka kendalikan dengan semaunya. Jika salah bertindak, maka juga akan memperburuk keadaan.

Setelah puas tertawa, ketiganya terdiam lagi. Ketiganya berdehem. Nisa dan Ecy saling pandang, lalu mengangguk setuju.

"Kami minta maaf." Nisa dan Ecy sama-sama meraih tangan Sifa. Menggenggamnya erat.

Sifa sedikit tidak menduga tindakan keduanya.

"Aku benar-benar minta maaf. Kamu boleh marahin aku atau pukul aku, tapi jangan ngilang dari kami. Aku benar-benar gak ada niatan jahat ke kamu." Ecy menunduk sedih.

"Kami tau perbuatan kami emang salah. Tapi Fa, dari lubuk hati yang paling dalam kami benar-benar gak mau Lo terluka. Kami benar-benar gak bermaksud nyembunyiin itu semua. Dan seberapa banyak permintaan maaf yang kami ucapkan pun emang gak pantas buat Lo maafin. Tapi, please! Lo jangan pergi! Ini yang buat kesalahan kami, jadi jangan Lo yang malah pergi menanggung kesalahan itu sendirian. Lo gak seharusnya menderita."

Sifa tahu itu. Persahabatan mereka sangat tulus. Dia tahu keduanya tidak pernah berniat untuk mengkhianatinya. Namun sesaat dia juga merasa sedih, dibohongi oleh tiga orang yang amat dia sayang. Tapi Sifa sadar baik Nisa maupun Ecy benar-benar tidak berniat membohonginya. Keduanya terjebak dalam situasi yang menyulitkan.

Saat sudah di dalam pesawat, Sifa mendapatkan satu pesan video dari Dewi dengan caption 'Gilaak!!! Ecy berani bgt buat kehebohan dinikahannya Kak Fathan. Dia sampai ditampar dua kali karena bela Lo Fa'.

Sifa yang melihat tulisan 'ditampar' itu langsung memutar video tersebut. Tanpa diminta air matanya mengalir melihat kemarahan Ecy dalam video tersebut.

Ecy terlihat seperti orang yang telah kehilangan akal sehatnya. Dia mengatakan sesuka hatinya. Bahkan sampai ditampar pun dia tidak berhenti. Mendadak hati Sifa merasa teriris. Dengan cepat dia keluar dari pesawat dan membatalkan penerbangannya ke Inggris.

Sebelumnya, Sifa menelpon Dewi dengan nomor barunya. Cewek itu mengucapkan terima kasih pada Dewi karena sudah memberitahunya tentang pernikahan Fathan. Kemudian beberapa menit dia selesai menelpon Dewi. Dewi kembali mengiriminya pesan. Sifa benar-benar berterima kasih sekali pada Dewi. Secara tidak langsung cewek itu membantunya mengetahui informasi yang telat dia ketahui.

Sama halnya dengan Nisa. Cewek bar-bar tingkat satu itu selalu ingin memberitahunya. Namun situasi yang selalu menggagalkannya, tidak memberinya kesempatan. Jadi itu bukan sepenuhnya salah Nisa juga.

"Iya ... gue tau kalian gak bermaksud begitu. Gue maafin kalian." Sifa membalas genggaman tangan keduanya.

"Tapi gue gak bisa maafin gitu aja!"

Nisa dan Ecy sudah sangat senang mendengarnya dan hampir memeluk Sifa. Tapi mendengar Sifa berbicara seperti itu, gerakan keduanya terhenti.

"Iya, gak pa-pa. Lo mau apa? Mau mukul kita? Marahin kita? Atau Lo mau gue beliin sesuatu? Sebut aja! Gue bakalan ngelakuin apapun itu asalkan Lo maafin kita." Nisa berkata sungguh-sungguh. Ecy mengangguk cepat, mengiyakan perkataan Nisa.

"Eum..! Apa ya?" Sifa nampak berpikir, menimbang-nimbang permintaan apa yang diberikan pada kedua sahabatnya ini.

Menemukan jawaban yang pas, Sifa menatap kedua sahabatnya cerah. "Karena kalian berdua, jadi gue bakalan minta dua permintaan. Eits! Tunggu dulu!"

Nisa dan Ecy hendak menyahut antusias dua permintaan Sifa. Namun dengan cepat Sifa menghentikannya.

"Gue belum selesai ngomong. Sabar dulu jangan motong," tegurnya santai.

"Ah, maaf!" Nisa dan Ecy menjawab bersamaan.

"Jadi, gue ulangi lagi. Karena kalian berdua, gue bakalan minta dua permintaan. Tapiii. Karena kalian terlambat ngasi tau gue. Gue tambah lagi satu permintaan. Jadi permintaannya ada tiga. Gimana? Sanggup?"

Nisa dan Ecy langsung membalas Sifa dengan pelukan mereka.

"Lo mau minta seribu permintaan juga bakalan gue sanggupin, Fa. Asalkan Lo maafin kita, balik kayak dulu lagi. Orang yang selalu ceria." Nisa memeluk Sifa erat.

"Iya! Kamu mau minta berapa ribu permintaan pun bakalan kami lakuin. Kami gak mau kamu pergi, Fa. Jadi jangan pergi-pergi lagi." Ecy menghapus air matanya yang tiba-tiba mengalir. Ecy merasa emosional.

Sifa menepuk kedua punggung sahabatnya. Memberikan ketenangan disana.

"Jadi, permintaan kamu apa?" tanya Ecy.

"Gue belum tau juga, hahaha." Sifa nyengir. Membuat Nisa dan Ecy melepaskan pelukan mereka dan menatap Sifa bingung.

"Tapi, buat permintaan yang pertama, gue udah tau." Seru Sifa yang membuat Nisa dan Ecy nampak antusias dengan bertanya lewat tatapan mata mereka.

"Tinggal di rumah gue selama sebulan, gimana?"

★★★

TIGA SEKAWANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang