13. YANG SEBENARNYA

21 4 3
                                    

Happy reading 😊

★★★

"Nisa? Lo disini?"

Suara berat Riu mengagetkan ketiganya. Riu berdiri di belakang Ecy. Sehingga Ecy tidak melihat ke arahnya, cewek itu sengaja untuk tidak menoleh pada Riu.

"Eh, iya. Kita mampir kesini dulu sebelum pulang," sahut Nisa sambil tersenyum canggung.

Riu mengangguk mengerti, lalu melihat sekilas ke arah Ecy. "Gue lanjut kerja dulu ya," pamitnya pada Nisa.

Nisa mengangguk dengan raut yang rumit. Cewek itu melirik pada Ecy, yang terlihat biasa saja, tidak peduli dengan apa yang Riu katakan.

Riu pergi berlalu ke belakang dan kembali dengan mulai melayani para pengunjung yang datang. Cowok itu 'bekerja' dengan sangat baik. Melihat itu Ecy tersenyum miring.

"Riu benar-benar cowok yang baik ya." Ecy berujar sambil melihat Riu yang kesana kemari melayani pengunjung yang datang.

Sesekali para pekerja lainnya menghampiri Riu saat cowok itu membawa begitu banyak gelas kotor. Ekspresi mereka canggung dan tak enak melihat Riu mengerjakan itu semua. Seolah Riu bukanlah pegawai seperti mereka, tetapi bosnya.

"Haha, iya." Nisa hanya bisa tertawa hambar, sungguh dia bingung harus bersikap seperti apa. Sedangkan Sifa hanya diam tidak peduli dengan apa yang Riu lakukan.

Ecy tersenyum kecil, menatap kearah Riu dengan sendu. "... Dan dia juga bos yang baik." Ecy menatap kearah Nisa yang terlihat terkejut.

"Bos?" beo Sifa.

"Iya. Dia bos disini. Pemilik kafe inikan, Nis?" Ecy tersenyum manis, namun dari matanya menunjukkan cewek itu sangat terluka.

Nisa ingin mengeluarkan suara, namun tidak ada kata yang tepat di kepalanya untuk diutarakan.

Sifa yang tidak tahu apa-apa, melihat keduanya bingung dan bertanya dengan kodean-kodean. "Maksudnya apa sih? Riu beneran bos disini?"

"Kalo gitu dia bohong dong soal dia kerja disini?"

Ecy mengangguk. "Hm, seperti yang kamu lihat. Dia cuma pura-pura. Lihat deh, para pegawainya keliatan gak nyaman gitu lihat Riu ngelakuin semua pekerjaan sendirian."

Sifa mengikuti kearah tunjuk Ecy, yang terlihat salah satu pegawai Riu mengekori cowok itu untuk berjaga-jaga jika Riu merasa kelelahan melakukan pekerjaannya.

Nisa meremas rambutnya frustasi, dia menghela napas. Ecy pasti sangat kecewa padanya, karena berbohong tentang hal ini.

"Lah, iya! Wah, parah tuh cowok. Terus maksudnya apa coba bohong kalo dia kerja disini?"

"Mungkin supaya aku gak ganggu dia lagi karena dia kerja sebagai pelayan disini. Tapi kenyataannya aku gak pernah mandang orang dari kasta sosialnya. Rasa suka aku ke Riu tulus, gak mandang dia anak orang kaya atau apapun itu." Ecy menatap kosong ke arah Riu.

"Jadi, ngelihat Riu yang berusaha buat jauh dari aku dengan pura-pura kayak gini. Aku akan turutin itu, aku akan ngejauh dari dia. Aku gak akan ganggu-ganggu dia lagi."

"Cy...."

Nisa menatap Ecy sedih. Dia hendak mengeluarkan suara, namun terpotong dengan kedatangan Fathan.

"Kak Fathan?" Sifa berdiri dari duduk. Fathan berjalan menghampirinya.

"Kak Fathan tau aku disini?"

"Kenapa kamu gak datang ke kampus aku? Aku nunggu dari dua jam yang lalu loh, Fa!?" Fathan menatap Sifa dingin.

Sifa meraih tangannya, menggenggamnya dengan lembut. "Maaf Kak, aku mampir kesini dulu sama mereka." Sifa menatapnya penuh rasa bersalah.

"Aku pikir kamu kenapa-napa. Aku khawatir banget." Fathan menarik Sifa kepelukannya. Membuat Sifa mendorongnya pelan ke depan.

"Ramai orang Kak. Malu." Fathan melihat sekelilingnya, benar mereka menjadi pusat perhatian. Fathan melepaskan pelukannya, lalu dia menarik Sifa keluar kafe.

Karena gerakkan Fathan yang tiba-tiba, Sifa sempoyongan mengambil tasnya di kursi. Dia pamit pada kedua sahabatnya dengan gerakkan mulutnya tanpa mengeluarkan suara.

Nisa dan Ecy mengangguk sambil mengacungkan tangan 'OK'.

Setelah kepergian Sifa dan Fathan, mendadak suasana diantara Nisa dan Ecy menjadi awkward. Keduanya diam, bingung ingin membahas topik apa.

Nisa mengangkat wajahnya, menyorot Ecy dengan penuh rasa bersalah. "Cy ... maafin gue yang gak kasi tau sebenernya sama lo. Gue mau kasi tau tapi bingung harus mulai dari mana, serius!" Nisa menatap Ecy dalam, berharap sahabatnya itu mempercayai kata-katanya.

"Iya, aku tau kok." Ecy menatap Nisa dengan senyuman di bibirnya.

Namun yang Nisa lihat, senyuman itu hanya topeng saja. Rasa kesal dan kecewa Ecy terhadap dirinya sangat jelas terlihat di mata cewek itu.

"Tapi lo-"

"Aku mau pulang. Aku ngerasa gerah lama-lama disini."

Ecy berdiri, dia pergi ke kasir dan membayar semua makanan mereka. Melihat itu buru-buru Nisa menyusulnya dan melarang Ecy membayar makanannya.

"Gue aja yang bayar, Cy." Nisa membuka tasnya dan ingin mengambil dompet.

"Aku mau bayar makanan aku sama Sifa. Bukan punya kamu. Tapi kalo kamu mau bayarin punya kita, ya udah bayarin sekalian ya. Aku pulang duluan. Bye!"

Ecy melenggang pergi dari kafe. Nisa menatap sendu punggung Ecy yang ditelan pintu. Sikap Ecy padanya tadi benar-benar dingin. Nisa merasakan sesuatu yang retak dari pertemanan mereka.

Riu diam-diam keluar dari kafe, menyusul Ecy. Dia melihat kejadian itu. Merasa tidak terima dengan perlakuan Ecy terhadap Nisa, Riu mencekal tangan Ecy kuat, menatapnya tajam.

"Lo mau kemana? Bayar dulu sebelum pergi!"

Ecy menatap tangan Riu yang mencekal tangannya erat. Sedikit terasa sakit, tapi ia hiraukan.

"Nisa yang mau bayar."

"Tapi lo gak harus pergi gitu aja. Tungguin dia kek!?"

"Aku ada urusan, jadi harus pergi duluan."

Riu tersenyum smirk. "Jadi diri lo emang kayak gini? Kabur dari tanggung jawab?"

Ecy menatap Riu dingin. Satu hentakan kuat, tangannya terlepas dari cekalan Riu.

"Heum! Aku emang kayak gini. Inilah aku yang sebenarnya. Makanya kamu gak pernah suka sama aku, kan?"

"....Karena aku gak tanggung jawab dan egois."

Ecy menghela napas berat, dia berbalik dan hendak pergi, namun dia menatap Riu kembali sambil tersenyum tipis.

"Oh ya, kamu gak perlu pura-pura jadi pegawai disini. Aku tau siapa kamu Riu. Jadi jangan ngelakuin apapun yang buat kamu capek agar aku jauhin kamu. Seburuk apapun kamu di mata dunia, aku tetap nganggap kamu baik. Jadi jangan terlalu memaksakan diri ... buat terlihat buruk di depan aku."

Setelah mengatakan itu Ecy benar-benar pergi. Sesungguhnya hatinya sangat sakit, tapi dia harus segera mengakhiri cinta sepihak ini.

Ecy juga tidak yakin. Apakah dia benar-benar mencintai Riu atau ... karena cowok itu mirip gebetan SMP-nya? Tapi yang jelas, dia sangat sakit melihat Riu memandangnya dengan tatapan benci itu.

Dia selalu berharap suatu saat nanti bisa menaklukkan hati Riu yang beku. Namun harapan itu pupus, karena bukan dia yang Riu harapkan, tapi ... sahabatnya, Nisa. Ecy tahu jika Riu menyukai Nisa. Terlihat dari sikap Riu yang hangat pada Nisa. Dan Riu bersikap seperti itu hanya pada Nisa.

Mendengar perkataan Ecy barusan membuat Riu sedikit terkejut. Ecy mengetahui kebohongannya?

★★★

TIGA SEKAWANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang