-DYF 002 👶

7.4K 580 14
                                    

Dobrakan pintu kamar terdengar sangat nyaring, bersautan dengan tangis seorang anak laki-laki kecil berusia sekitar sepuluh tahunan yang diseret dari tempat tidurnya.

"Sakit Pa jangan tarik tangan Deva." Tangis anak itu.

"MAKANYA BANGUN PAGI! LIHAT ABANG KAMU SUDAH SIAP KE SEKOLAH KENAPA KAMU MASIH TIDUR, HAH?"

"Devano gak enak badan Pa."

"HALAH ALASAN! DASAR ANAK NAKAL SELALU SAJA ALASAN, DASAR PEMALAS MAU JADI APA KAMU GAK SEKOLAH?!"

Badan mungil itu kemudian ditarik kekamar mandi dan disiram dengan air dingin sampai mengigil.

"Dingin Pa, Deva ga kuat!"

"INI HUKUMAN BUAT ANAK NAKAL KAYAK KAMU."

Devano terbangun dari tidurnya, mimpi yang sama yang selalu datang, rasa sakit itu masih sama, sampai sekarang.

"Argghh, kenapa itu lagi sih." Gumamnya. Ia lalu melihat Arshaka yang masih tertidur pulas di sampingnya.

"Papa janji sama kamu, kamu gak akan rasain apa yang Papa rasain Ar." Gumamnya.

Pagi ini Devano berangkat sekolah kembali setelah kemarin bolos karena kurang tidur dan masih menyesuaikan diri dengan kehidupannya yang baru. "Dadah Arshaka, Papa berangkat sekolah dulu." Pamit Devano sambil mengecup kening bayi di gendongan baby sitter.

Devano Dirgantara, salah satu dari jajaran anak nakal yang sering sekali membuat ulah dan menjadi musuh bebuyutan guru bk, laki-laki berkulit putih itu tidak pernah serius dalam belajar, hidupnya hanya tentang mencari kebahagian dan melawan jika merasa terancam. Besar dikota metropolitan membuat ia tumbuh dalam pergaulan yang kurang baik apalagi hidupnya bebas tanpa pengawasan orang tua. Devano adalah salah satu contoh dari remaja yang terlibat pergaulan bebas.

Kaki jenjang Devano tapakkan dikoridor kelas sebelas, sudah dua tahun ia bersekolah di sma yang membuatnya bertemu teman-teman baik bagaikan keluarga kedua. Yakni Altair, Kenzi, Darren, Elang kecuali Edgar yang sudah Devano kenal sejak lama. Seperti biasa Devano memasuki kelas dan duduk dibangku paling belakang dekat dengan jendela.

"Tumben lo berangkat pagi kesambet apaan?" Darren datang menghampiri Devano.

"Kesambet kunti bogel." Balas Devano kemudian menenggelamkan kepalanya pada lipatan tangan.

"Amin." Ucap Darren kemudian duduk ditempatnya.

Seperti biasa Devano sama sekali tidak memperhatikan pelajaran karena mengantuk, jika dulu ia memgantuk karena pulang larut malam kini ia mengantuk karena mengurus bayi kecilnya yang terus merengek sepanjang malam meminta susu.

"Dev nanti ada pelajaran olahraga, lo ikutkan?" Altair menyenggol lengan Devano yang masih menelungkupkan wajahnya.

"Anjing." Devano terperanjat dari tidurnya.

"HEH SIAPA ITU YANG MENGUMPAT?" Tanya guru bahasa Indonesia marah.

"Devano Bu." Celetuk ketua kelas.

"Kamu lagi kamu lagi, pusing saya punya murid kayak kamu, sekarang kamu keluar lari lapangan tiga kali!"

Dengan ogah-ogahan Devano bangkit dari duduknya dan berjalan keluar sambil menatap garang kepada ketua kelasnya yang ember itu. Berlari memutari lapangan bukan hal yang asing lagi bagi Devano hampir setiap hari ia melakukan hal ini, entah karena terlambat, mengusili temannya hingga membuat gaduh dikelas, bertengkar ataupun membuat jengkel para guru. Devano sangat berbeda jauh dengan Devaro-kakaknya yang terkenal sebagai anak baik-baik dan berprestasi, padahal ada hal besar yang semua orang tidak tahu tentang Devaro.

Setelah menyelesaikan putaran ketiga Devano berjalan santai menuju pinggiran lapangan dan duduk dipinggir taman mengatur napasnya yang ngos-ngosan. Devano memperhatikan lapangan yang mulai ramai karena kedatangan siswa yang hendak olahraga, ia jadi ingat jika kelasnya juga ada jadwal olahraga dan ia lupa membawa kaos olahraga.

"Ck bolos ajalah." Gumamnya kemudian pergi menuju warung belakang sekolah yang terletak di parkiran belakang.

Warung kecil tempat biasa anak-anak bandel bolos kini terlihat sepi yang hanya ada Devano dan Bik Ratih sang penjual. Devano mengeluarkan rokok dari sakunya dan mematik api, kepulan asap memguar dari mulutnya.

"Sendirian aja?" Tegur bik Ratih.

"Yang lain lagi pada belajar Bik."

"Kamu teh gak ikut belajar?"

"Udah pinter."

"Pinter ngibul? Ada-ada aja budak zaman sekarang."

Setelah menunggu lama bel istirahat akhirnya berbunyi, Devano bangkit menghindari keramaian kantin. Cowok jangkung itu berjalan santai menuju kelasnya dilantai dua. Kelas terlihat lebih sepi hanya ada dirinya dan beberapa siswi yang sedang membuat vidio dance ala-ala.

"Dev, tolong vidioin dong." Pinta salah satu teman cewek dikelasnya.

"Ogah."

"Bentar doang elah."

"Yaudah sini cepet." Dengan ogah-ogahan Devano menerima handphone dan pura-pura memvidiokan padahal aslinya ia arahkan kamera ke mukanya sendiri.

"Nih." Devano mengembalikan hp tadi dan kembali ketempatnya.

"DEVAAA BANGKEEE." Teriak cewek-cewek yang ia kerjai sedangkan Devano menulikan pendengarannya.

Seperti biasa setelah pulang sekolah Devano tidak langsung pulang melainkan nongkrong sebentar diwarung bang Zek yang berada dekat lapangan basket. Sore ini suasana sangat cocok dinikmati bersama teman-temannya.

"Bayi lo gimana?" Tanya Edgar yang hendak memasukkan bakwan kedalam mulutnya.

"Aman, ada baby sitter ada bibik juga dirumah."

"Lo jadi tinggal dimana?"

"Di Rose Garden."

"Serius? Deket rumah gue dong, kok lo gak ngomong sih?"

"Mana sempet kemaren gue repot banget ngurus Arshaka apalagi dia sering nangis waktu malem, gue harus bisa beradaptasi sekarang, kacau banget deh."

"Tapi lo keren Bro, gue kalo jadi lo mungkin udah buang tuh bayi, gak sanggup gue." Sambar Altair.

"Buang-buang lo kira sampah apa anak orang." Edgar menepuk mulut Altair yang kalau bicara suka tidak difilter.

Devano menghela napas melihat Altair dan Edgar yang malah berlanjut adu mulut bukannya memberi semangat malah menambah pening kepala Devano.

"Berisik anjeng!" Kesal Devano.

DEVANO YOUNG FATHER | RevisiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang