53

700 53 54
                                    

.




.









.







.










.

"Kak.., aku boleh gak minta waktunya sebentar aja. Aku mau ngomong penting sama kakak." tanya Felix pelan.







"Ngomong aja..,"





Felix bingung mau mengungkap kan apa yang ada dipikiran nya itu. Ini sangat sulit bagi nya.





"Boleh gak kalau misalnya aku minta rumah?" kata Felix melirik lirik cemas.






Cemas akan reaksi Jisung yang akan bertanya macam - macam dan jawaban apa yang harus dia lontarkan. Dia bingung. Tidak mungkin kan dia menjawab semua ini paksaan dari Hyunjin. Bisa - bisa Hyunjin langsung melaksanakan rencana kejam nya untuk memisahkan dirinya dengan Jisung seketika. Ah... tidak. Dia tidak mau.



Benar. Ini semua karena Hyunjin mengancamnya untuk segera meninggalkan rumah ini.





"Pilih yang mana, pindah dari rumah ini. Atau aku akan membuat Jisung menceraikan mu."


"Kak Hyunjin, aku...,"




"Tidak ada negosiasi. Pergi dari rumah ini. Atau kehilangan Jisung. Kau harus memilih salah satu dari itu."





Dan terpaksa dia memilih pergi dari rumah ini. Dia terlalu mencintai Jisung. Dia tidak akan sanggup jika harus bercerai dengan suaminya itu. Dia tidak mau.






"Rumah? Buat apa?" Tanya Jisung keheranan.



"Itu aku..,"




"..."





"Aku rasa mau belajar mandiri. Kalau di sini kan aku kurang bisa mengatur rumah. Semua sudah ada yang ngerjain.".





Semoga Jisung tidak curiga.






"Yakin kamu? Ngurus rumah dan anak sendiri tanpa art itu repot? Yakin kamu bisa?"






"Yakin kak."






"Okay, kalau mau nya begitu. Tapi aku gak bisa janji buat sering ke rumah kamu nanti, Fel. Kamu tahu kan, bahkan di sini saja, aku jarang sekali di rumah. Apalagi ke rumah kamu."





"Tidak apa apa kak. Aku tidak memaksa kakak sering mengunjungi ku. Kakak kan sibuk kerja untuk kami semua."



"Baiklah kalau sudah mengerti."


"...."


"Oh ya, memang nya rumah seperti apa yang kamu inginkan? Sudah jadi atau mau bangun sendiri. Dan itu mau di daerah mana?"


"Ah..., kalau itu terserah kakak."



Felix menghela napasnya lega. Jisung setuju  setuju begitu saja. Tanpa menanyakan hal yang lain. Dia sangat bersyukur. Namun, disisi lain pun, dia jadi sadar juga bahwa Jisung masih belum sedalam itu terhadap dirinya. Kenapa ekspetasi nya selalu hancur. Malang sekali nasibnya ini.




.









.








.












Nyonya HANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang