21. Anak laki-laki Bernama Haidar

633 54 16
                                    


"Mau coba gendong, Van?" tawar Trisha.

"Eem ... tapi aku nggak bis--" Belum selesai Ervan bicara, Trisha menyerahkan Alisa begitu saja ke dalam gendongannya. Mata bulat bening dari bayi berusia tiga bulan itu bertemu dengan sepasang mata jelaga milik Ervan.

"Kamu udah cocok gendong anak, Van," goda Trisha sambil tersenyum, membuat Ervan menoleh sebentar ke arah Trisha, kemudian kembali menatap bayi mungil dalam gendongannya. Wajah polos Alisa masih terpaku menatap Ervan, sebelum akhirnya menangis sejadinya.

"Nangis, Tris." Panik, buru-buru Ervan mengembalikan Alisa dalam gendongan Trisha.

"Uw ..., Sayang, cup-cup." Trisha berusaha menenangkan tangis Alisa sambil menimang-nimang.

"Aku nakutin kali, Tris."

Trisha tertawa. "Atau malah Alisa sedang nangis histeris karena lihat cowok ganteng," guraunya.

Ucapan Trisha berhasil mengulas senyum samar Ervan. "Bisa aja, Tris."

"Kak Trisha!" seru anak-anak lain dari ambang pintu. Ketika Trisha dan Ervan menoleh, anak-anak berhambur menghampiri mereka.

"Hei, kalian apa kabar?"

"Kak Trisha udah lama nggak ke sini."

"Iya, maaf."

"Kita kangen ngelukis dan bikin kerajinan tembikar bareng, Kak Trisha."

"Ah, Kakak juga kangen. Kalau gitu, ayo kita bikin."

"Ayooooo!" Semua anak-anak menjawab serampak.

Hanya Ervan yang hening di dalam ruangan itu. Ia terpaku pada interaksi anak-anak panti dengan kekasihnya.  Sepertinya, Trisha memang dicintai semua orang. Sosok yang cantik luar dalam. Jujur, Ervan mengangguminya.

Anak-anak masih mengerumuni Trisha, berceloteh riang padanya dengan bayi Alisa yang sudah tenang dalam gendongan.

Ervan masih menyaksikan interaksi mereka, dibuat menoleh oleh satu anak yang baru saja masuk ke dalam ruangan. Seorang anak laki-laki berusia sekitar empat tahun itu entah mengapa menyita penuh perhatian Ervan. Tatapan Ervan masih terarah pada anak laki-laki yang baru saja bergabung dalam kerumunan anak-anak panti lainnya. Ervan sendiri juga tidak tahu kenapa ia terus menatapi anak itu.

"Ayo kita mulai, Kak."

"Baiklah, ayo."

"Yeaaay ...." Sorak-sorai mereka antusias.

Semua anak-anak sudah berada di aula terbuka dengan peralatan mereka masing-masing. Ada yang menggunakan media kertas gambar dan pensil warna, ada juga yang menggunakan kanvas dan cat arkrilik. Sementara, sebagian dari mereka memilih main kotor-kotoran dengan membuat kerajinan tangan dari tanah liat.

Kepala panti dan jajarannya hanya memantau kegiatan mereka dari dekat. Ervan juga berdiri di sebelah kepala panti,  menyaksikan keseruan anak-anak.

"Mas Ervan, sudah lama kenal Neng Trisha?" Aminah--kepala panti--memulai obrolan.

"Belum lama ini, Bu."

"Baru kali ini Neng Trisha ke sini sama laki-laki. Ibu yakin, Mas Ervan ini pasti spesial buat Neng Trisha."

Ervan tertunduk dengan senyum canggung.

"Neng Trisha itu pribadi yang menyenangkan dan hangat. Ibu kadang penasaran siapa nanti laki-laki yang beruntung bersama Neng Trisha. Sepertinya Ibu menemukan jawabannya," ucapnya sambil menoleh ke arah Ervan.

Ervan sedikit salah tingkah dan akhirnya hanya bisa mengangguk sekali, masih dengan senyum canggung.

"Mas Ervan bantu Ibu jagain dia, ya?"

Jagat Raya Trisha (REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang