3. Pria Datar dan Pertemuan Berikutnya

1.2K 107 32
                                    


Trisha sudah duduk di kursi kemudi, menatap ke arah Ervan yang berada di depannya. Pria itu sudah berada di atas motor sambil mengenakan helm full face-nya. Suara klakson dari motor retro milik Ervan menyadarkan Trisha yang masih terdiam. Pria itu benar-benar akan mengawalnya sampai ke rumah? Kenapa Trisha jadi merasa tersentuh seperti ini?

Mobil Trisha mulai menapaki jalanan aspal yang lengang. Sesekali ia mengarahkan pandangan pada Ervan yang berada di belakang lewat kaca spion. Pria itu terlihat gagah di atas motornya, membuat Trisha membayangkan bagaimana rasanya dibonceng olehnya?

Astaga Trisha! Apa yang kamu pikirkan?

Kenapa pikiran Trisha jadi ke mana-mana begini? Sepertinya tindakan Ervan menyelamatkannya tadi, membuat Trisha kagum. Ditambah, pria itu akan mengawalnya sampai rumah. Ini benar-benar manis.

Trisha mengurangi kecepatan laju mobilnya ketika sudah tiba di depan kediamannya. Ervan ikut berhenti, melepas helm lalu menyugar rambut. Trisha yang menyaksikan itu, entah mengapa seperti melihat Ervan dalam gerakan slow motion. Pria itu terlihat--keren.

"Ini rumahmu?" tanya Ervan yang masih berada di atas motornya.

"Eem ... iya," jawab Trisha sesaat setelah menghampiri Ervan. "Mau mampir dulu?"

"Ini udah malam."

"Ah, iya juga."

"Aku cabut, ya."

"Eem ... terima kasih, Ervan."

Ervan yang sudah siap memakai  helmnya, dibuat urung. "Udah berapa kali kamu bilang terima kasih?"

Trisha menatap Ervan lalu tersenyum simpul. "Karena sebenarnya terima kasih aja nggak cukup."

"Bagiku cukup."

"Eem ... boleh aku pinjem ponselmu?"

"Ponsel? Buat apa?"

"Pinjem sebentar, please ...."

Ervan merogoh kantong depan celana jeans-nya, meraih ponsel kemudian mengulurkannya pada Trisha.

"Buka dulu kuncinya."

Meski tak paham maksud Trisha, Ervan menuruti interupsi gadis itu. "Udah."

Trisha menerima uluran ponsel dari Ervan kemudian mengetik nomer teleponnya di sana, terakhir ia menyimpan kontaknya. Trisha lalu membuka aplikasi chatting milik Ervan dan mengirim stiker ke nomernya sendiri.

"Ini," ucap Trisha sambil mengembalikan ponsel itu pada pemiliknya.

Ervan mengeryit. 

"Aku udah simpan nomer teleponku di situ. Kalau ada yang kamu butuhkan, kamu bisa hubungi aku." Trisha menyungging senyum.

"Yang aku butuhkan?" tanya Ervan datar.

"Hmm. Apa saja. Apa saja yang kamu butuhkan."

Ervan mengalihkan tatapannya dari Trisha ke arah rumah megah di sampingnya, kemudian menatap Trisha kembali. "Aku nggak butuh apa-apa." Ervan memakai helm, menyalakan mesin motor, dan bersiap pergi.

"Ervan!" Trisha masih berusaha menahan pria itu.

"Kalau yang kamu maksud semacam balas budi, tak perlu," ucap Ervan dari balik helm full face-nya.

Sorot mata mereka beradu--hening.

"Masuklah, ini udah malam."

Mendapat interupsi dari Ervan, akhirnya Trisha hanya mengangguk. Melanjutkan langkah menuju mobilnya. Ia menyempatkan menoleh sekilas ke arah Ervan. Trisha kemudian sudah kembali duduk di kursi kemudi. Perlahan-lahan ia sudah memasuki gerbang menjulang yang terbuka secara otomatis oleh sensor. Trisha sudah menghilang dari pandangan Ervan. Pria itu kemudian meraih ponsel dari saku celana, membuka kembali aplikasi chatting-nya. Trisha sengaja mengirim stiker ke nomernya sendiri agar bisa menyimpan nomer Ervan. Pria itu memperhatikan foto profil kontak Trisha di sana.

Jagat Raya Trisha (REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang