52. Malapetaka.

133 19 41
                                    

Suara bising mulai memenuhi pendengarannya saat Dara melangkahkan kakinya memasuki Café yang di penuhi banyak pelanggan sore itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara bising mulai memenuhi pendengarannya saat Dara melangkahkan kakinya memasuki Café yang di penuhi banyak pelanggan sore itu. 

Dari depan pintu matanya mulai menelisir setiap sudut ruangan Café. Sampai tatapannya terkunci pada salah satu perempuan yang terduduk di pojokan dengan laptop di depannya.

Dengan cepat, Dara melangkahkan kakinya menghampiri perempuan itu.

"Udah nunggu lama ya?" tanya Dara langsung duduk di depan perempuan itu.

"Nggak, kok. Gua juga baru sampai tadi," balas perempuan itu masih sibuk berkutik dengan laptopnya. 

"Udah pesan minuman?" tanya Dara basa-basi.

Gwen menggeleng singkat.
"Belum."

Gadis itu langsung beralih menutup laptopnya dan menatap Dara di depannya.

"Gua cuma mau dengerin cerita dari lo, Ra. Itu aja," sambung Gwen, membuat Dara tersenyum.

Di balik senyuman Dara, tersimpan rasa gugup dan berbagai macam tekanan di dalam dirinya. Ia terlalu takut menceritakan apa yang terjadi padanya kemarin.

Perlahan Gwen meraih tangan Dara yang berada di atas meja dan menggenggannya. 

"Nggak usah takut. Gua bakal tetap sama lo sampai kapanpun itu," imbuhnya, tersenyum menatap Dara.

Seakan tahu apa yang sedang mengusik pikiran sahabatnya itu.

"Makasih, Gwen," ucap Dara menatap sendu Gwen.

"Sekarang, ceritain apa yang udah terjadi," pinta Gwen mulai melepas genggamannya pada tangan Dara.

Dara mulai mengambil nafas sebanyak mungkin dan menghembuskannya perlahan.

"Arsel benci gua, Gwen," lirih Dara. Dengan mata yang memerah. menahan tangisnya.

"Dia bilang, dia benci gua. Padahal gua juga nggak tau kenapa dia benci gua, Gwen," sambung Dara.

"Arsel bilang, gua cewek yang nggak guna. Cuma bisa nyusahin. Dia bilang nyesal udah pernah ketemu gua."

"Dia benci gua, Gwen. Dia benar-benar benci gua."

Dara menggigit bibir bawahnya, menahan sesak yang kembali menyeruak di dalam dadanya.

"Padahal, gua cuma mau dia selalu ada di samping gua. Seperti dulu dia selalu ada di sisi gua dalam keadaan apapun."

"Dia bilang, gua bukan siapa-siapa dia. Bahkan setelah semua yang udah terjadi di antara kita."

Mata Dara semakin memerah. Air matanya menggenang di pelupuk mata. Membentuk lapisan kaca yang membuat pandangannya mulai kabur. 

"Arsel cuma terpaksa, selalu ada di samping gua. Dia cuma kasihan sama gua. Seakan-akan gua selalu datang ke dia, hanya untuk belas kasihan," terang Dara. Dengan nafas yang mulai tak beraturan.

SELDARA [COMPLETE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang