21. Kejutan

34.3K 6.3K 85
                                    

jangan lupa vote ! ★

selamat membaca
_________________________

Hari demi hari telah berlalu. Hidupku selama itu lancar-lancar saja. Berinteraksi dengan Shofia dan temanku yang lain seperti biasa.

Tapi meskipun tidak terjadi apa-apa, aku harus tetap waspada dengan Leonard. Karena si gila itu makin aneh saja perilakunya.

Setiap aku ada kelas seni, dia juga ada disana. Aku juga lebih sering bertemu dengannya. Entah itu di taman, perpustakaan dan ruang makan. Sebenarnya aku pernah berpikir bahwa pertemuan kita bukan suatu kebetulan karena terlalu sering. Jangan-jangan dia mengikutiku?!

Pernah ada kejadian suatu malam aku tiba-tiba terbangun karena mimpi buruk. Dimimpi itu aku dibunuh Shofia. Karena saat itu tak bisa tidur lagi aku berniat mengerjakan tugas.

Namun siapa sangka saat melewati jendela aku melihat siluet seseorang di halaman asrama sedang menatap ke arah kamarku. Untung saja saat itu lampu kamarku kumatikan. Lama-lama aku jadi ngeri sendiri sekolah disini.

Tapi untuk saat ini aku bisa tenang karena Leonard tidak menyentuh teman-temanku.

Dan pagi ini, aku dan Shofia sedang menuju perjalanan ke kelas.

"Lia, coba tebak apa yang kubuat?" tanya Shofia sambil menunjukkan sebuah kotak dengan hiasan hati.

"Tidak tahu"

"Kau ini tidak seru sekali! Harusnya kau mencoba menebak"

"Hm kalau begitu kau membuat aksesoris?"

"Bukan"

"Mainan?"

"Bukan"

"Makanan?"

"Benar! Pagi-pagi tadi aku ke dapur akademi untuk membuat kue ini"

"Serius?! Memangnya boleh kesana?"

"Tentu saja tidak, aku kan menyuap mereka. Aku membuat ini untuk Putra Mahkota. Dia harus menerima ini karena aku membuatnya susah payah"

"Kudoakan dia menerima pemberianmu"

"Ya ... aku harap juga begitu" pelannya dengan nada berharap.

Ruang kelas sudah tinggal beberapa langkah. Saat sudah sampai, langkahku dan Shofia terhenti di depan pintu. Tubuhku mematung karena syok berat.

Sumpah? Dia ngapain ada disini?!

Yang membuat aku kaget itu dibangku Shofia ada Leonard. Iya, si Putra Mahkota. Laki-laki itu sedang membaca buku. Kukucek mataku barangkali salah lihat atau halu. Tapi kok dia tidak hilang-hilang?

"Lia, tampar aku barangkali aku salah lihat" bisik Shofia.

"Kita tidak salah lihat. Itu memang dia"

"Apa usahaku selama ini berhasil?" tanya Shofia dengan nada semangat.

Shofia menarikku mendekati Putra Mahkota. Ah sial, tau gini aku tidak masuk tadi.

"Putra Mahkota? Ini benar kau?" panggil Shofia yang membuat Leonard mendongak.

"..."

Bukannya menjawab dia malah menatapku. Shofia juga mengikuti arah pandang Leonard dan berakhir menatapku. Tidak bisa membayangkan jika aku berada diposisi Shofia saat ini. Aku harap dia tidak salah paham.

"Putra Mahkota, temanku memanggilmu" tegurku. Tidak tega aja lihat ekspresi Shofia.

Barulah Leonard menoleh ke Shofia. "Ah ini bangkumu ya?"

"Iya, ada keperluan apa kau kesini?"

"Aku juga bingung kenapa aku berada disini. Mungkin aku hanya ingin?" jawabnya sambil menatapku.

Tolong dong jangan menatapku terus seperti itu. Nanti Shofia bisa salah paham.

"Oh iya, mumpung kita bertemu aku ingin memberimu sesuatu. Tolong diterima karena aku membuatnya demi kau"

Shofia memberikan kotak berisi kue tadi ke Leonard. Bukannya menerima, Leonard hanya menatap kotak itu dan aku bergantian. Dalam hati aku berdoa semoga dia menerimanya. Hargai usaha temanku brengsek.

Emosi juga lihat dia lama-lama.

Tangan Leonard yang menerima kotak itu membuatku bernafas lega. Bisa kulihat Shofia tersenyum lebar. Namun senyum itu luntur ketika Leonard memberikan kotak itu kepadaku.

"Untukmu"

Tanganku terkepal. Apa dia ingin hubunganku dan Shofia renggang? Mengapa dia tidak menghargai perasaan Shofia sama sekali?

"Putra Mahkota, tolong jangan seperti ini! Dia membuatnya khusus untukmu dan hargailah"

"Tapi aku inginnya ini untukmu"

"Apa kau tidak bisa menghargai seseorang?" tanyaku menahan kesal.

Leonard menatap Shofia dengan ekspresi datarnya. "Tidak masalah kan ini kuberikan ke dia?"

Nada bicaranya dengan Shofia sangat berbeda denganku tadi. Jika seperti ini apa yang harus kukatakan pada Shofia? Dan untuk Leonard, lelaki itu merencanakan apa?

Shofia mematung. Pada akhirnya dia mengangguk pelan. "Tentu saja. Itu sudah jadi milikmu, jadi mau kau apakan ya terserah"

Aku memegang tangan Shofia dengan ekspresi bertanya. Gadis itu justru melihatku sambil tersenyum tipis. Kalau seperti ini aku jadi merasa bersalah banget sama dia.

"Kamu sudah mendengarnya sendiri kan? Jadi ambillah"

"Akan kuterima jika kau memakannya walau hanya satu. Saat ini juga"

Leonard tersenyum. "Karena kamu yang meminta, aku tak bisa menolak"

Leonard membuka tutup kotak itu. Dia mengambil isinya satu dan memakannya. "Aku sudah melakukannya, kau mau menerima ini kan?"

"Bukankah kuenya enak? Lebih baik kau habiskan saja" ucapku berusaha.

"Ternyata kamu tidak bisa menepati ucapanmu ya"

"Lia, sudahlah terima saja. Biar semua ini cepat selesai" sahut Shofia dengan tatapan memohon. Kalau dia sudah seperti ini, aku tidak bisa menolaknya lagi.

Dengan tangan gemetar, aku menerima kotak itu. Kenapa Leonard harus melakukan ini tepat di depan Shofia?

Leonard berdiri. Dia tersenyum menatapku yang justru bikin aku kesal sendiri. "Belajarlah yang rajin, aku pergi dulu"

Setelah mengatakan itu Leonard segera pergi. Fokusku kini tertuju ke Shofia yang melamun menatap sepatunya.

"Shofia ... maaf. Aku juga tidak tahu kenapa dia seperti itu"

Kusodorkan kembali kotak itu ke Shofia. Namun dia menolak. "Untuk kau saja. Hatiku sudah senang dia mencicipi kue-ku. Padahal biasanya dia selalu menolak"

"Kau sudah sering memberinya sesuatu?!"

Shofia mengangguk. "Iya, dan dia selalu menolak. Tanpa pikir panjang dia memberikannya ke Dexter tanpa mau melihat isinya. Dan ini untuk pertama kalinya dia memakan apa yang kubuat"

"Shofia sepertinya aku jahat sekali ya?"

Shofia memutar matanya. "Bisa biasa saja bisa tidak? Daripada kue itu kau nikmati sendiri lebih baik bagikan ke Aksara"

"Tapi----"

"Aku tidak menerima penolakan. Ngomong-ngomong hari ini ada ujian kan? Ayo kita belajar bersama-sama"

Shofia melewatiku dan duduk dibangkunya. Dia mengeluarkan catatannya dan mulai membacanya.

Aku sangat tahu bahwa perasaannya sangat terluka. Bagaimana jika setelah ini dia mulai tidak suka padaku? Bagaimana jika Leonard melakukan sesuatu yang lebih dari ini?

Dan parahnya lagi, mimpiku yang mati dibunuh Shofia bisa jadi kenyataan.

"Lia cepatlah duduk! Ayo kita belajar bersama agar nilai kita bagus" ucap Shofia dengan senyum lebarnya.

Lagi, perasaan ini bersalah muncul.


tbc.

Terjebak Peran FiguranTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang