I'm Yours - Bab II

4.6K 634 46
                                    

Hello, baliiiiik lagi.
Masa yang baca ribuan tapi yang komen cuma sepuluh biji? 🌚

Komen yang banyak cevaaaaaat!!!




Davina berjalan memasuki rumah lebih dulu saat Grey memarkirkan mobilnya di garasi. Wanita itu mengusap tengkuknya yang terasa sedikit pegal karena ketika di toko roti ia juga ikut bantu-bantu melayani pembeli.

Saat hendak menaiki tangga ia berpapasan dengan Chris yang membuatnya terkejut karena sangat jarang sekali pria itu pulang lebih awal seperti sore hari ini.

Biasanya Chris akan pulang di atas jam delapan malam sehingga seringkali Davina merasa perutnya keroncongan karena menunggu kepulangan pria itu agar bisa melakukan makan malam bersama.

Padahal terkadang ketika Davina sudah menunggu hingga larut, ternyata ketika pulang pria itu mengatakan sudah makan bersama clien atau mungkin saja sekretaris cantiknya itu.

"Darimana?" Suara datar pria itu menusuk gendang telinga Davina yang saat ini belum mempersiapkan jawaban yang tepat karena tak menyangka akan bertemu pria itu di saat pulang seperti ini.

Jika ia mengatakan dengan jujur bahwa dirinya belajar membuat kue atau sama saja dengan memasak, maka pria itu akan marah dan melarangnya tanpa alasan yang jelas.

Namun jika memberi alasan bohong, itu juga akan menjadi bumerang karena satu kebohongan akan mengundang kebohongan-kebohongan lainnya.

Devina merasa terselamatkan ketika mendengar langkah kaki yang sudah menyusul di belakangnya sehingga wanita itu bisa mengharapkan seseorang Grey yang lihai berkosa-kata untuk menjawab pertanyaan Chris.

"Wow, seorang Chris Anderson berada di rumah padahal hari masih terang! Sungguh luar biasa sekali!" ucap pria itu seraya bertepuk tangan gembira.

Pria itu tak merespon dan hanya melayangkan pertanyaan yang sama pada Grey yang membuat sang adik mendengkus sebal karena kekakuan kakaknya itu.

"Cari angin segar, Davina bilang dia suntuk di rumah terus nggak pernah diajak jalan keluar," ucapnya seraya mengerling pada wanita yang kini mendelik tajam padanya itu.

"Seharian?" Chris menaikkan salah satu alis dengan pandangan bertanya yang begitu tajam.

"Iya, mau mampir ke klub sebentar tadi tapi Davina nggak mau," sahut Grey santai yang membuat Davina sangat ingin menyumpal mulut pria itu agar tak lagi berbicara hal yang membuatnya jantungan karena kini tatapan mata Chris semakin menajam bersama rahangnya yang mengetat kuat.

Davina ingin berusaha merangkai kata untuk menjelaskan pada Chris agar pria itu tak berpikir macam-macam dan berakhir dengan kesalahpahaman, tapi suara merdu yang tiba-tiba muncul dari arah belakang mereka membuat Davina mengurungkan niatnya dan kembali mengutuk sekretaris tunangannya itu yang entah mengapa masih berada di rumah ini.

"Aku mau mandi dulu," ucap Davina yang memotong pembicaraan mereka tanpa ingin merasa bersalah.

Di tangga paling atas dia masih bisa mendengar siulan Grey yang ikut melangkah di belakangnya.

Davina berhenti melangkah ketika mereka telah berada di lantai dua. Ia berbalik dan mendelik pada Grey yang mengikutinya.

"Kamu ngapain ikutin aku?" tanyanya judes.

"Idiih, Pe-de! Aku mau mandi dan ada kerjaan setelah ini," ucap pria itu santai.

"Kerjaan apa? Buat orang mendesah sana-sini?" sinis wanita itu yang dibalas tawa membahana dari seorang Grey.

Tawa pria itu baru berhenti saat melihat kedatangan Chris dari belakang tubuh Davina.

"Ingat hutangmu padaku," bisik pria itu sebelum berlalu dengan senyum miring penuh arti yang membuat Davina mendelik kesal karenanya.

Grey tertawa geli karena berhasil mengganggu sikap tenang kakaknya itu yang selalu masa bodoh terhadap keberadaan Davina.

Berbeda dengan Davina yang kini berdiri gugup karena Chris yang berjalan mendekat dengan tatapan elang.

"Seharian bersama Grey bahkan hampir singgah ke klub. Pantaskah kamu lakukan itu bersama adikku, Davina?" tanya pria itu yang memasang raut datar meski ucapannya begitu menusuk tajam.

Davina mundur selangkah saat pria itu terus maju meski jarak mereka sudah begitu rapat.

"Aku ... aku ...."

"Lanjutkan sesukamu," tukas pria itu yang berjalan melewati Davina seraya menarik dasinya dengan gerakan kasar.

Davina memejamkan mata seraya meremas tasnya dengan kesal. Ia kesal dengan dirinya sendiri yang tak bisa berkutik jika di hadapan pria itu. Padahal jika dipikir-pikir pria itu juga tidak pantas karena selalu membawa Destina padahal memiliki tunangan yang bisa diajak menjadi pasangan jika menghadiri sebuah pesta koleganya.

Tapi dasarnya seorang Chris Anderson yang selalu bisa melihat kesalahan orang lain sekecil apapun itu, tapi begitu buta dengan kesalahannya sendiri.

Davina menghela nafas pasrah sembari berjalan gontai memasuki kamarnya yang berhadapan langsung dengan kamar Chris meski pria itu sangat jarang sekali tidur di sana karena lebih sering berada di ruang kerjanya hingga pagi hari. Dia memasuki kamarnya hanya untuk membersihkan diri dan juga mengganti baju sebelum pergi bekerja, lalu malam hari ia akan berkutat dengan tugas kantor di ruang kerjanya hingga tertidur di sana.

Setelah membersihkan diri dan juga memakai gaun tidur satin yang berada di atas lutut, Davina berjalan keluar kamar hendak mendatangi ruang kerja Chris karena mengingat Destina juga ada di rumah ini dan besar kemungkinan wanita kurang belaian itu akan menggoda tunangan Davina itu.

Untung saja pemikiran negatif yang berkecamuk di kepala Davina tak terbukti adanya karena saat ia memasuki ruang kerja Chris, pria itu sedang sibuk dengan dokumen di hadapannya dan tak ada seorang Destina di sana.

Wanita itu tersenyum tipis saat Chris mendongak dan mengerutkan dahi karena penampilan Devina yang tidak seperti biasanya.

Pria itu langsung bangkit berdiri dan menatap tajam wanita yang merupakan tunangannya sejak mereka masih kecil itu.

"Apa yang kamu pakai itu?" tanyanya mendesis tajam.

Davina menatap gaun tidur yang ia gunakan dan mengedikkan bahu sebelum duduk di kursi kerja Chris dengan santai.

"Grey hanya mengantarkan aku kursus memasak, lalu dia meninggalkanku di sana seharian dan menjemputku setelah aku selesai dan menelponnya. Jika dihitung-hitung kami hanya bersama sekitar satu atau dua jam. Berbeda jauh denganmu yang seharian bahkan dua puluh empat jam bersama sekretarismu itu dan itu belum cukup sampai ia harus mengekori ke rumah. Hebat sekali!" ujarnya panjang lebar seraya menatap kukunya yang sudah mulai jelak dan perlu perawatan.

"Kamu cemburu pada kakak sepupumu sendiri?" tanya pria itu dengan satu alis terangkat.

"Kau bahkan cemburu pada adik kandungmu sendiri," sahut Davina enteng. Entahlah, ia benar-benar tak tahu darimana datangnya keberaniannya menantang pria ini.

Chris mendengkus. "Sangat percaya diri, huh? Apa saat ini kamu sedang mengigau?" sindir pria itu yang membuat Davina tersenyum tipis. Jujur saja hatinya sakit sekali saat rasa cemburu Chris padanya dianggap tidak mungkin oleh pria itu.

"Ya, memang semua itu hanya mimpi. Maka dari itu, mari akhiri semua ini, Chris. Aku lelah terus-terusan bermimpi, aku ingin bangun dan menjalani hari-hariku dengan nyata."

Sungguh, Davina tak ada niat mengatakan hal itu kepada pria yang kini mendelik tajam padanya dengan urat leher yang menonjol begitu kentara.

"Kamu ingin berpisah dariku?" tanya pria itu datar.

Tidaaaak. Sungguh Davina berteriak dalam hati kalau dirinya memang tidak mau berpisah dari pria itu. Namun berbeda jauh dari gerak kepalanya yang malah mengangguk.

Sial. Davina menjadi jantungan sendiri saat menunggu reaksi pria itu? Bagaimana jika ia setuju dan benar-benar mendepak Davina dari hidupnya?

Sungguh wanita itu benar-benar menyesali mulut lancangnya yang dengan bodoh menantang seorang Chris Anderson.

Romantic Short Story [SUDAH DIBUKUKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang