Kamu, bukan dia! - 2

5K 270 24
                                    

Keesokan harinya Della bersiap untuk pergi ke toko kue yang baru saja dirintisnya. Usaha yang ia buka dari hasil tabungannya itu kini mulai berkembang berkat Brigitta yang selalu aktif mempromosikan tokonya itu.

Brigitta dan dirinya memang memiliki umur yang terpaut cukup jauh, tapi persahabatan mereka telah terjalin sejak jaman kuliah dimana Della adalah adik tingkat Brigitta yang pernah menolongnya ketika sedang pingsan.

Seperti biasa, kegiatan pagi di kediaman Wijaya adalah sarapan bersama. Kalau saja tidak memikirkan sang ibu, rasanya Della akan lebih memilih langsung berangkat daripada harus duduk satu meja dengan Puri yang kini menatapnya dengan galak.

Della mengambil piring dan mengisi dengan roti bakar yang ia olesi dengan selai, lalu memakannya dengan pelan.

"Ehm ... Pi, hari ini nggak perlu anter aku ke sekolah ya," ucap gadis itu dengan logat manjanya.

Reza mengerutkan dahi seraya menatap sang putri heran. Bukankah kemarin iya yang memaksa agar Reza datang ke sekolahnya.

"Kenapa kamu berubah pikiran?" tanya pria paruh baya itu.

Senyum lebar menghiasi wajah Puri. "Aku minta jemput senior aku, Pi. Dia bentar lagi sampai. Itu loh, anak pengusaha terkaya nomor dua di Indonesia," ujarnya bangga.

Sang papi menatap Puri menyelidik. "Bukannya dulu kamu ngejar-ngejar dia tapi ditolak?"

"Ih, bukan ditolak. Dia aja yang gengsi! Sekarang dia udah nyesel dan ngemis-ngemis di kaki aku!" ucapnya seraya melirik Della tajam.

Della mengunyah roti bakarnya tak peduli, itu bukan urusannya. Percintaan yang menghabiskan tenaga dan pikiran bukanlah hobinya.

"Terserah kamu saja," ucap Reza seraya kembali membaca korannya.

"Pokoknya kalau aku jadi isteri Kak Raga, perusahaan Papi pasti semakin besar dan berkuasa."

"Pikirkan sekolahmu, perjalanan masih panjang, jangan terburu-buru memikirkan pernikahan," ucap Hera lembut.

Bantingan sendok berdenting keras, disusul suara kursi yang berderit keras. Puri berdiri dengan wajah berangnya. "Jangan ikut campur urusanku!" hardik gadis itu.

"Puri! Jaga bicara kamu!" tegur Reza tegas.

"Kenapa, Pi? Sekarang Papi mau belain mereka? Asal Papi tahu! Dia cuma iri karena anaknya sampai tua begini belum juga dapet jodoh, kalaupun ada palingan sekelas gembel seperti mereka!"

"Puri!" Teguran Reza kembali menggema sebelum suara gebrakan meja membungkam semuanya.

Della sebagai pelaku utama menatap gadis yang merupakan adik tirinya itu. "Tahukah kamu bahwa ucapan seseorang adalah cerminan dari kepribadiannya? Sudah jelas, kalimat kamu tadi adalah kualitas dirimu. Jadi, siapa yang lebih gembel?"

"Beraninya Lo!"

"Della berangkat duluan, Pa," ucap gadis itu, melangkah pergi sebelum mencium pipi sang ibu terlebih dahulu.

Tak dihiraukannya pekikan Puri yang menggema di belakangnya. Langkahnya terayun ringan menuju garasi dimana mobilnya sudah siap ia gunakan.

Namun, langkah Della terhenti saat mendengar suara deru motor yang mendekat dan berhenti tepat di hadapannya.

Pemuda dengan jaket hitam itu membuka helm dan menyisir rambutnya yang sedikit berantakan.

Sialnya, hal itu malah menambah kadar ketampanannya dan Della merasa ada getaran aneh yang ia rasakan apalagi mengetahui bahwa pemuda itu adalah orang yang sama dengan pemuda yang menolongnya tadi malam.

Romantic Short Story [SUDAH DIBUKUKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang