Kamu, bukan dia! - 1

4.2K 350 6
                                    

Della tiba di rumah pukul sebelas malam dengan diantar oleh Digta. Pemuda itu tak menggubris meski Della sudah menolaknya.

"Terus kamu pulangnya gimana?" tanya wanita itu karena mobil yang mereka gunakan adalah mobil Della.

"Banyak ojol," sahutnya singkat.

"Tapi--"

"Udah ya, gue buru-buru. Bye!"

Setelah itu Digta segera berlalu meninggalkan rumah Della yang kini terpaku menatap punggung pemuda itu yang kian menjauh dan menghilang di kegelapan.

Ia menghela napas panjang dan memutar badan, masuk ke dalam rumah yang sudah tiga tahun ini ia tempati.

Rumah mewah nan megah yang sebenarnya tidak memberi kenyamanan bagi Della karena adik tirinya selalu saja menguarkan aura permusuhan.

Puri Wijaya, anak kandung satu-satunya dari Reza Wijaya dengan mendiang istrinya.

Ya, Ibu Della menikah dengan seorang duda kaya raya yang mempunyai seorang putri yang selama ini hidup bagaikan ratu.

Kehadiran Della dan ibunya dianggap gadis itu sebagai hama yang menggerogoti harta papinya. Padahal tak sedikitpun terbesit di benak Della untuk menguasai harta Wijaya ini.

"Wah, enak banget ya. Pulang dugem jam segini. Makan gratis, tidur gratis, main aja terus!" Suara sindiran itu terdengar dari arah dapur dimana Puri sedang duduk santai dengan segelas teh hijau di meja.

Della menghela napas panjang. Pikirannya sedang tak tenang memikirkan keadaan Brigitta, dan kini adik tirinya itu malah ingin mengajaknya ribut, menambah pusing kepalanya saja.

Wanita itu melanjutkan langkah dan berusaha tak menggubris ucapan gadis yang masih berusia tujuh belas tahun itu.

"Heh, gue ngomong sama Lo, Babu!" bentak gadis itu berang. Tepat saat ibu Dela juga muncul dari lantai atas.

"Ada apa ini?" tanya wanita itu bingung.

"Anak sama ibu sama saja," dengkus Puri yang kini duduk dengan melipat kedua tangannya.

"Nggak usah diladenin, Bu, aku juga mau tidur ini cape banget," ucap Della seraya mengusap lengan sang ibu.

"Jelas lah capek, habis ngelayanin om-om kali!"

"Puri! Bicara apa kamu?" tegur Herawati yang tak lain adalah ibu kandung Della.

"Apa? Mau belain dia? Oh, iya juga ya. Pekerjaan kalian kan sama aja. Jual diri!"

Cukup sudah! Della berbalik seketika dan berjalan menuju meja dimana Puri kini menatapnya dengan wajah menantang.

Plak ...

Sebuah tamparan keras melayang di pipi gadis itu, membuat seisi ruangan menjadi syok seketika. Apalagi para pelayan yang sejak dulu tak pernah melihat Puri dimarahi meski hanya sekali.

"Kamu boleh hina saya sesuka kamu, tapi jangan sesekali hina ibu saya!" hardik Della dengan wajah merah padam.

"Ada apa ini?" Sebuah suara berat terdengar dari ujung tangga.

Puri segera berlari dengan tangis berderai, ia memeluk sang papi dan meraung pilu di sana.

"Aku nggak tahu, Pi. Aku cuma tanya kak Della pulang darimana dan dia langsung marah-marah sampai nampar aku!" ucapnya dengan derai airmata.

Della terperangah dibuatnya, sementara para pelayan hanya menundukkan kepala dalam. Mana berani mereka angkat bicara, bisa-bisa gadis kecil itu langsung memecat mereka dengan berbagai macam alasan bahkan tipu muslihat.

"Benar itu, Della?" tanya pria itu datar.

"Apa kalau aku jujur Papa akan percaya? Aku bukan perempuan gila yang akan menyerang tanpa alasan!"

"Bohong, Pi! Dia bohong!" tukas Puri tak terima.

"Saya tidak akan tinggal diam jika ada yang merendahkan ibu, walaupun itu Papa!" ucap wanita itu sebelum berlalu pergi meninggalkan ruangan yang semakin riuh karena raungan Puri.

Ibu Della bahkan sampai menangis dan tak tahu harus berbuat apa. Di satu sisi dia mencintai suaminya, tapi di sisi lain dia tak ingin anaknya terus menderita.

"Aku ke kamar dulu, Mas," ucap wanita itu lelah.

Pria paruh baya bernama Reza itu menghela napas. Selama ini bukannya dia tak tahu perangai buruk anaknya, ia tidak menegur dengan keras bukan karena terlalu memanjakan. Alasannya hanya tak ingin kejadian di masa lalu terulang kembali. Saat dirinya hendak bercerai dengan mantan isterinya yang tak lain adalah mama kandung Puri, gadis itu meraung dan mengancam bunuh diri sehingga dirinya harus mengurungkan niatnya. Sampai akhirnya mantan isterinya itu meninggal dunia dalam kecelakaan bersama selingkuhannya.

"Istirahatlah. Bukannya besok jadwal kamu ujian akhir?" Ucap sang papi pada Puri yang masih menangis senggugukan.

"Aku nggak mau ujian kalau nggak ditemenin Papi!"

"Puri, Papi kerja!"

"Aku nggak mau tahu!"

Reza menghela napas panjang. "Papi antar kamu, memastikan kamu masuk kelas dan menunggu sampai ujian dimulai. Setelah itu Papi pergi ke kantor. Bagaimana?" tanya pria itu bernegosiasi. Biar bagaimanapun ia tetap menyayangi gadis yang memiliki turunan sifat mantan isterinya ini.

"Hmm, oke. Tapi Papi juga harus janji akan menghukum Della karena dia pulang larut malam!"

"Papi akan bicara dengannya!"

"Oke! Aku ke kamar dulu," ucap gadis itu sumringah seraya berjalan menuju kamarnya.

Lagi-lagi pria itu menghembuskan napas panjang, lalu menatap para pelayan yang masuh menunduk kaku di sana.

"Ceritakan apa yang terjadi atau kalian saya pecat!" Bukannya dia kejam, tapi sialnya para pekerja di sini lebih takut dengan putrinya dan memilih tutup mulut.

Tapi kali ini ia akan bersikap tegas, mereka semua bekerja di rumah ini atas perintahnya. Jadi, jika mereka beenwi membangkang maka Reza tak akan segan-segan menggantikan mereka dengan yang lebih berkompeten.

Untungnya, sang kepala pelayan berani maju dan menceritakan semua kejadian yang dilihatnya. Sungguh Reza merasa begitu kecewa ketika tahu perangai Puri lebih buruk dari dugaannya.

Sementara itu Della baru saja membersihkan diri dan hendak tidur. Tapi, rasa khawatir lagi-lagi melandanya dan kini bukan hanya untuk satu orang saja.

Gadis itu berinisiatif menelpon temannya yang tak lain adalah Brigitta, ingin menanyakan keadaan perempuan ceroboh satu itu.

Sayangnya Brigitta tak menjawab panggilannya. Tapi, tak lama sebuah pesan masuk yang memberitahu temannya itu dalam keadaan baik-baik saja. Della tahu bahwa yang mengirimi pesan itu adalah Delon.

Terbesit keinginan untuk meminta nomor ponsel Digta pada Delon, tapi segera ia tepiskan karena takut pemuda sinting itu berpikiran yang tidak-tidak.

Walau sebenarnya Della benar-benar merasa khawatir karena Digta pulang sangat larut malam tanpa kendaraan sendiri.

TBC

Gimana??? Gimana?? Tertarik nggak?
Ini kisah si berondong temennya Delon dan Brigitta ya.

Romantic Short Story [SUDAH DIBUKUKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang