Kesalahan Hati IV

4.3K 531 55
                                    


"Apa ... apa yang kamu lakukan di sini?" tanyaku terbata-bata.

Pria itu tersenyum licik, menatap tubuhku dengan pandangan menakutkan. "Menghancurkan apa yang telah membuatku hancur," ucapnya tajam.

Aku semakin waspada, otakku terus berpikir bagaiman cara untuk melarikan diri dari pria berbahaya ini. Namun, tak ada satu pun ide masuk akal yang terlintas di kepalaku, seolah jalanku buntu.

"Kamu harus membayar untuk semua yang sudah kamu lakukan, Mellysa," ucapnya datar, lalu pria itu bergerak cepat menangkap tubuhku yang sialnya tak sempat lagi mengelak. Kini, tubuh besar itu mengunciku.

"Lepas ...kumohon lepaskan aku ...." Isakanku tak dapat kutahan lagi, aku takut Gilang akan menyakitiku dan anak kami.

"Seharusnya kamu berpikir dulu sebelum bertindak," geramnya di telingaku.

"Aku ... aku ... sama sekali tak berniat menjebakmu. Bukankah kamu yang memaksaku melakukan itu? Seharusnya aku yang marah di sini, bukan kamu!"

"Memaksa?" Pria itu tertawa mengejek. "Kamu menikmatinya! Aku tahu itu!" hardiknya.

"Tidak!" elakku keras.

Pria itu tersenyum licik. "Kalau begitu, mari kita buktikan!" desisnya. Setelah itu ia merobek kaosku dengan kasar, menyerangku dengan gelombang hasrat yang semakin bergejolak. Aku ingin menolak, tapi sesasi nikmat yang dikirimkannya membuat lututku melemas, gemetar menahan gairah yang melesat cepat.

Aku meronta ketika ia menjatuhkan tubuh kami ke atas sofa, mencumbu dengan gerakan tergesa-gesa. Ia melepaskanku sejenak untuk melepas kemeja kusutnya, tapi kesempatan itu tak kusia-siakan. Sekuat tenaga kakiku bergerak menendang selangkangannya yang mengakibatkan ia mengerang hebat, jatuh terduduk dengan wajah meringis masam. Secepat kilat aku berlari ke kamar dan menguncinya. Dengan gemetar, aku meraih ponselku dan menghubungi Mas Elang, berharap bantuannya untuk kali ini saja.

Suara gedoran serta umpatan kasar terdengar dari balik pintu kamarku. Aku semakin panik ketika Gilang mulai mengancam akan mendobrak pintu itu, segera saja aku berlari ke kamar mandi, kembali bersembunyi di sana.

Tak berapa lama, suara itu menghilang, aku sedikit bernapas lega karena berpikir pria itu sudah pergi dari sini. Tapi, betapa terkejutnya aku ketika keluar dari kamar mandi, Gilang sudah berdiri menjulang di tengah kamar dengan seringai culas di bibir.

"Sudah siap menerima hukumanmu?" tanyanya dengan raut mengancam.

"Aku ... aku ... minta maaf, jika ... jika kamu merasa tetipu, tapi ... tapi sungguh, malam itu aku tak berniat jahat sedikit pun," lirih wanita itu pilu.

"Tak berniat jahat? Lalu apakah kamu berniat baik? Seperti ingin memuskanku, begitu?" tanyanya mengejek.

Aku ingin membalas, tapi suara bel yang terdengar nyaring membuat harapanku tiba-tiba saja muncul ke permukaan, mungkin saja dia Mas Elang.

Aku hendak berlari, tapi Gilang sigap menahan, aku meronta sekuat tenaga hingga cekalannya terlepas. Secepat mungkin aku berusaha sampai di depan pintu utama, mengabaikan rasa nyeri di perut yang mulai terasa. Dengan tangan gemetar aku membuka pintu, tapi seketika wajahku menegang karena keberadaan orang tersebut di sana.

"Hei, kamu tidak apa-apa? Elang bilang kamu dalam bahaya, dia tak bisa cepat sampai karena mobilnya rusak di tengah jalan," jelas pria itu panjang lebar.

Aku terdiam, tak tahu harus berkata apa, hingga suara tepuk tangan beserta langkah kaki terdengar menggema.

"Hebat sekali, meminta bantuan pada kekasihmu, eh?" sindir Gilang tajam. Pria itu mengamati wajah Dean yang terpaku melihat kondisiku yang mengenaskan, aku lupa dengan pakaianku yang telah robek di sana-sini.

Gilang menarikku kasar ke belakang tubuhnya. "Apa yang kau lihat, Bajingan?" desisnya.

Dean tersadar, seketika itu wajahnya berubah geram. "Lepaskan Mellysa!" ucapnya tajam.

Gilang tersenyum mengejek. "Akan kulepaskan setelah ia memuskanku," ucapnya menyeringai lebar. Aku ingin sekali mencabik-cabik bibir kotor pria sialan ini.

Dean menggeram marah, secepat kilat melayangkan tinju ke wajah pria yang masih mencengkram erat pergelangan tanganku. Gilang tak tinggal diam, ia membalas Dean sama kerasnya, mereka berakhir dengan adu tinju yang membuatku panik setengah mati. Beruntung, beberapa petugas segera datang dan memishakan mereke berdua.

Aku memejamkan mata lelah, rasa pusing kian mendera, kram di perutku semakin terasa, hingga akhirnya mataku tertutup dan tak sanggup lagi untuk terbuka.

____

SEBAGIAN DIHAPUS
EBOOK SUDAH TERSEDIA DI PLAYSTORE


ATAU KALIAN BISA BELI PDF NYA LANGSUNG KE PENULIS.
WA : 0813-6202-7643

Romantic Short Story [SUDAH DIBUKUKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang