Cinta Yang Lebih Baik V

6.9K 698 118
                                    

Aku meremas jariku gelisah, saat ini kami sudah berada di depan rumah yang dulu aku tempati bersama papa dan keluarga barunya. Aku akhirnya memutuskan menyerah pada Alden karena kegigihan pria itu yang terus saja membujuk dan meyakinkanku.

Alden menarik lembut tanganku, lalu mengecupnya dengan sepenuh hati. "Jangan khawatir, kita hadapi bersama, okey?"

"Aku... aku masih belum siap bertemu papa," lirihku.

Alden tersenyum sayang. "Kita pulang?" tanyanya lembut.

Aku mendongak, menatap gurat ketulusan di matanya. Kuhembusakn nafasku perlahan. "Nggak. Kasih aku waktu lima menit," ucapku.

"Okay!" Jawabnya.

Dia mencium rambutku lembut, lalu merambat ke pelipis, hidung hingga bibir. Ia melumat bibirku dengan sangat perlahan.

Aku menarik nafas dalam, menangkup kedua pipi Alden dan mengecup lembut bibirnya. Seketika ia terpaku, wajah kagetnya begitu lucu di mataku membuat aku tersenyum geli.

"Ayo!" ajakku.

Aku bukannya sudah melupakan kenangan pahit waktu itu, apalagi tamparan papa yang lebih membekas di hati daripada sekedar merah di pipi. Hanya saja kali ini aku ingin ikut berjuang bersama Alden, cukup sudah selama ini ia yang mati-matian berjuang meyakinkanku. Kali ini, biarkan aku sedikit ikut andil dalam kemajuan hubungan kami.

Alden mematikan mesin mobil ketika sudah berada di pekarangan rumah ini. Aku manarik nafas panjang untuk menetralkan perasaanku. Alden yang cukup peka menggenggam tanganku seakan memberi semangat sambil tersenyum hangat.

Aku turun dari mobil, memandang keliling rumah ini. Rasanya sudah lama sekali aku tidak menginjakkan kaki di sini, tapi tenang saja, aku tidak rindu sama sekali.

Kami melangkah beriringan menuju pintu utama. Aku mengerutkan dahi ketika melihat daun pintu terbuka lebar. Tak biasa-biasanya seperti itu.

Langkahku melambat ketika mendengar suara keributan dari dalam sana. Aku dan Alden saling pandang, sama-sama merasa penasaran.

"Jangan salahin Mia dong, anak kamu aja yang nggak bisa jaga calon suami!" Suara yang cukup kukenal berteriak nyaring.

Plak...

Aku terpaku di tempatku berdiri ketika melihat pemandangan di depan sana. Mama Ria sedang memegang pipi kanannya dengan wajah tak percaya.

"Berani kamu nampar aku, Mas? Cuma gara-gara anak kurang ajar kamu itu?"

"Tutup mulutmu! Kupikir selama ini kamu menyayangi Nirina dengan tulus. Tapi ternyata aku salah..."

"Apa?! Yang ngusir dia dari sini kan kamu! Bukan aku!" bentak Mama Ria emosi.

"Karena hasutan kamu. Aku tidak mungkin segila itu mengusir anakku. Kamu yang bilang agar dia belajar dan menyadari kesalahannya! Tapi apa? Niat kamu memang ingin menyingkirkan anakku 'kan?" hardik papa tak kalah emosi.

"Dasar anak kamu saja yang lemah dan bodoh, tidak seperti Mia yang cerdas dan cantik seperti aku," dengus mama Ria geram.

Ekhm...

Kedua manusia itu menoleh dan sontak terkejut melihatku dan Alden berdiri di ambang pintu. Dapat kulihat wajah Mama Ria memerah entah karena marah atau malu karena aku melihat ia di tampar papa.

Alden menggenggam jariku lembut, aku yang mengerti langsung berjalan perlahan menghampiri keduanya.

"Selamat sore, Om, Tante," sapa Alden ramah.

Mama Ria menatap Alden tanpa berkedip, tak berapa lama ia melotot tak percaya sambil menutup mulutnya. "Chef Alden yang terkenal itu 'kan? Aduh, saya dan anak saya suka sekali dengan masakan chef Alden," serunya girang. "Ayo-ayo, Chef, silahkan duduk. Saya panggilan anak saya dulu, ya." Mama Ria berucap semangat sambil berlari kecil menaiki tangga menuju kamar Mia. Aku mendengus melihatnya.

"Siapa kamu?" Suara berat papa membuat aku mengalihkan tatapan. Sementara Alden tersenyum sambil tetap menggenggam tanganku, sesekali ia meremasnya lembut.

"Saya Alden Mckenzie, Om, kekasih Nirina," ucap Alden lugas.

Papa menaikkan alis ragu. "Punya apa kamu untuk membahagiakan anak saya?" tanya Papa remeh.

"Pa...!" tegurku tak nyaman, kalau bukan karena hinaannya pada Alden, aku pasti masih enggan berbicara padanya.

"Apa?" tanya Papa tak suka. "Terakhir kali papa membiarkan kamu memilih orang biasa kamu batal menikah dan berakhir begini Nirina!"

"Yang membuat pernikahanku batal siapa?" ucapku sengit.

Papa mengeraskan rahangnya. "Memangnya siapa? Papa?"

"Anak kesayangan Papa!"

"Itu dia. Lalu kamu mau papa bersikap seperti apa? tetap menikahkanmu dengan Fahri yang kurang ajar itu?"

"Fahri itu baik, Pa. Mia yang kurang ajar," ucapku tersulut emosi.

"Kalau dia benar-benar baik, tak akan bisa tergoda oleh rayuan Mia. Kamu pun sadar itu, Nirina."

Aku ingin membalas sebelum kedatangan dua penyihir sedarah itu datang dengan suara menghebohkan.

"Alden...." sapa Mia sumringah.

Aku heran, sejak kapan ia merasa seakrab itu dengan pria di sebelahku ini.

Alden hanya tersenyum tipis menanggapi tingkah Mia yang kampungan itu. Dan lebih menggelikan lagi, wanita dengan perut buncit itu memilih duduk di sebelah kiri Alden. Aku benar-benar tak bisa menyembunyikan rasa muakku.

"Oh, kita sebaiknya makan dulu, Chef Alden pasti suka masakan anak saya," ucap Mama Ria bersemangat, lalu ia melangkah tergesa menuju dapur sambil berteriak memanggil Bu Minah untuk mengidangkan makanan.

Setelah makanan terhidang, Mia dengan semangat mengambilkan piring untuk Alden, mengisinya dengan nasi serta lauk pauk yang banyak sekali.

"Suamimu belum pulang, Mia?" tanya Papa datar. Pergerakan tangan Mia yang tadinya sangat semangat tiba-tiba berhenti, wajahnya seketika berubah masam.

SEBAGIAN DIHAPUS
EBOOK SUDAH TERSEDIA DI PLAYSTORE

SEBAGIAN DIHAPUSEBOOK SUDAH TERSEDIA DI PLAYSTORE

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


ATAU KALIAN BISA BELI PDF NYA LANGSUNG KE PENULIS.
WA 0813-6202-7643

Romantic Short Story [SUDAH DIBUKUKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang