Part 3.1 - Devil

20 3 0
                                    

Panas nya sinar matahari pagi yg masuk melalui celah ventilasi jendela menyilaukan pandangan Ravin, dia menggunakan buku tulisnya untuk menghalangi cahaya mengenai wajah nya secara langsung. Mata nya yg memang sudah sangat mengantuk, terpaksa membuka kembali ketika mendengar tepuk tangan dari teman-teman nya setelah Fanan mengakhiri penjelasan mengenai kedatangan Cornelis de Houtman ke kepulauan Nusantara.

Biasanya mendengarkan kisah sejarah seperti ini adalah kesukaan nya, namun lain ceritanya hari ini karena semalam dia kekurangan tidur akibat menyelesaikan pekerjaan fotokopian buku hingga pukul dua belas malam. Sebenarnya dia bisa saja menyerahkan setengah pekerjaan nya pada bang Edgar atau Bagas. Tapi dia merasa tidak enak jika harus memberikan beban tersebut pada mereka, karena hanya dirinya saja yg tidak bekerja, sementara mereka bahkan terkadang terlampau sibuk dengan pekerjaan sampingan lain meskipun sudah terdapat pembagian sift untuk menjaga fotokopian.

Lagipula nanti dirinya juga akan mendapat gaji tambahan sehingga tidak ada rugi nya jika dia menyelesaikan semua pekerjaan ini sendiri. Ravin memainkan pulpen nya dengan sebelah tangan, mencoret-coretkan isinya ke buku tulis bagian paling belakang. Pendengaran nya masih dengan jelas menangkap penjelasan bu Sri, namun matanya sedari tadi lebih memperhatikan jam dinding di atas papan tulis daripada materi yg tertulis disana. Menghitung berapa waktu yg di butuhkan jarum panjang untuk menuju ke angka dua belas.

Bel istirahat yg berbunyi membuat lengkungan kecil dibibirnya, padahal sudah lama sejak terakhir kali dia tersenyum. Mungkin kebahagian memang sesederhana itu , karena waktu istirahat setelah jam pelajaran yg panjang adalah hal yg paling dibutuhkan semua siswa sekarang.
Setelah bu Sri keluar dari kelas, Farras langsung mengambil ancang-ancang untuk mengajak teman-teman nya keluar.

"Kantin ga?"
Tanya Farras pada Hisam dan Ravin dibelakangnya. Nafi yg duduk disebelahnya sudah bersiap-siap membereskan buku-buku,seolah sekolah telah usai.

"Kantin lah, lo ikut kan vin, atau mau tidur di kelas? Mata lo udh lima watt"
Hisam memperhatikan wajah Ravin yg memiliki kantung hitam yg tercetak jelas di bawah matanya.

"Ikut"
Tanpa berkata panjang Ravin melangkahkan kaki keluar kelas diikuti teman nya. Matanya mengerjap, masih menyeseuaikan dengan teriknya matahari pagi. Dia sebenarnya tidak terlalu suka keramaian di kantin, tetapi perutnya memaksa untuk diisi jika tidak ingin pingsan selama sisa pelajaran.

Disaat teman-teman nya mengobrol sepanjang perjalanan menuju kantin, dirinya memilih diam tidak tertarik untuk ikut bergabung dengan pembicaraan mereka. Hari-harinya sekarang begitu monoton dan terasa...sepi.

"Vin, Rafa ikut latihan ga nanti sore?"
Pertanyaan Hisam membuat Ravin menoleh, dan jika itu menyangkut tentang rafa maka jawaban nya sudah pasti

"Gak tahu"
Hisam mendapat senggolan dari Nafi, memintanya untuk tidak menanyakan tentang Rafa kepada Ravin. Hisam berdehem menyadari kesalahan nya. Sebagai ketua tim basket, dia membutuhkan kepastian mengenai kehadiran Rafa, karena pelatih selalu menanyakan nya tentang Rafa yg sering absen latihan. Dan orang paling tepat untuk pertanyaan ini adalah Ravin

"Hmm tapi gua harap lo segera nanya ke dia, karna pelatih udh nanyain gua terus"

"Lo tanya sendiri aja"
Hisam menghela nafas, jawaban yg sama seperti sebelumnya setiap kali dia menanyakan tentang rafa. Farras yg merasa atmosfer udara mulai terasa tidak enak memutuskan untuk mengambil alih pembicaraan.

"Nanti, gua aja yg tanya langsung sam, weh ada yg tau ga mang bana kemana, gua nyariin dari kemaren, di kantin ga ada"
Nafi menengahi sekaligus mengganti topik pembicaraan mereka.

"Tumben nyariin, Suka sama mang bana lo?"
Tuduh Farras kepada Nafi yg langsung mendapat pukulan di tangan.

"Ga lah, gilak lo, mending gua sama mimi peri, gua lagi ngidam ketopraknya"

Angel or DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang