Part 3.2 - Devil

19 3 0
                                    

Ruang kelas yg sepi adalah tempat terbaik untuk makan siang. Selain karena tidak perlu mendengar kebisingan selama makan, juga tidak perlu khawatir akan ada yg mencuri dengar saat pembicaraan tengah mengarah kepada seseorang. Yap, tentunya momen makan siang ini dimanfaatkan oleh Naya untuk mengorek informasi yg telah didapatkan Freya mengenai target calon pacarnya.

"Jadi gimana Frey?"
Setelah memasukkan satu sendok nasi goreng kedalam mulutnya, Naya menatap Freya dengan pandangan ingin tahu.

"Setelah research panjang yg gua lakuin, plus informasi dari orang dalam gua berhasil dapetin tentang ravin, jadi dia itu anak basket dan setiap hari rabu sama jumat selalu latihan sepulang sekolah, dia juga pendiem, pelajaran favoritnya sejarah peminatan, temen gua ga tau pasti sih makanan kesukaan nya, tapi dia sering banget makan roti, bicaranya irit, dan kalau ngobrol sama dia harus to the point karna dia gasuka basa-basi"
Naya menganggukkan kepala mencoba mencerna informasi mengenai Ravin. Dia seperti bisa menebak tipe seperti apa Ravin itu, dan tidak bisa membayangkan bagaimana caranya dia bisa mendekatinya. Jika Ravin saja tidak suka mengobrol, lalu bagaimana dia bisa mengenalnya lebih jauh? Bukankah suatu hubungan dimulai dari komunikasi yg baik?

Selain itu, Naya merasa sifat dirinya dan Ravin seperti saling bertolakbelakang, dia tidak suka olahraga, Ravin adalah anggota tim basket. Dia tidak suka sejarah, Ravin justru menyukai sejarah peminatan (yg mana itu lebih buruk). Dia sangat berisik, sementara Ravin pendiam. Rasanya seolah takdir sejak awal tidak pernah merestui hubungan mereka.

"Kalau Rafa Frey?"

"Hmm, kalau Rafa gua belum cari tahu lebih lanjut, gua ga sempet ngobrol sama temen gua, lo tahu sendiri sibuknya anak ipa 1, soal yg bukan tugas aja mereka kerjain"
Naya dan Freya saling menertawakan kemirisan mereka yg bahkan mengerjakan pr di kelas satu jam sebelum tugas dikumpulkan.

"Gila, gua kayaknya agak kebayang Rafa bakal gimana, tapi mungkin lebih mending dari Ravin"

"Bisa jadi sih, eh tapi Ravin lebih menantang Nay"
Naya mengangkat alisnya tidak percaya pada apa yg didengarnya, menantang? Karena dia merasa sebagai seorang pengecut maka tantangan adalah salah satu hal yg dihindarinya.

"Freeey, Gau tuh gabutuh yg menantang, gua aja pusing mikirin bakal ada yg mau sama gua atau ga"
Naya memijat pelipisnya merasa pening, mengapa mencari calon pacar saja sudah membuatnya mumet.

"Lo harus pd Nay, klo lo aja ga yakin sama diri lo, gimana orang lain? Lagian nih ya, hubungan yg cuman ngeliat fisik itu ga akan bertahan lama"
Ucap Freya dengan penuh semangat. Naya hanya bisa menghela nafas mendengar kata-kata motivasi dari sahabatnya.

"Iyasih freyy, tapi kan sekarang tuh orang lebih mandang fisik, jadi kita itu harus realistis"
Naya tahu perkataan nya barusan sudah pasti tidak akan dipedulikan oleh Freya, karna bagi seseorang yg hidupnya sudah sempurna tentu saja hal itu tidak berlaku bagi dirinya.

Sejujurnya Naya sendiri terkadang merasa iri dengan kehidupan yg dimiliki Freya, dia sudah memiliki wajah yg cantik sejak lahir karena orangtuanya adalah campuran antara Belanda dan sunda. Belum lagi perawatan yg dia lakukan bersama ibunya setiap minggu, membuat Freya tidak mungkin untuk tidak menarik perhatian siapapun yg melihatnya. Namun, Naya juga tidak paham mengapa sampai sekarang Freya tidak memiliki pacar, padahal dengan segala kelebihan yg ada pada dirinya, Freya bisa dengan mudah mendapat pacar paling ganteng disekolah.

"Udah deh, pokoknya lo harus ikutin gua. Kuncinya cuman 1, yakin, lo ga boleh ragu kalau doi bakal suka sama lo"

"Iyadeh, terus gua ngedeketin mereka nya gimana?"

"Ravin maksud lo?"
Tanya Freya membuat Naya terbelalak, dia tidak menyangka bahwa Ravin akan menjadi orang pertama yg didekatinya.

"Kok Ravin?"

Angel or DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang