Part 18 - Heart Break

3 1 0
                                    

Sabtu pagi Rafa berlangsung seperti biasanya, dia menyiapkan sarapan untuk dirinya sendiri dan juga ibu. Setelah itu Rafa akan mengantar makanan ke kamar ibu, Karna akhir-akhir ini keadaan ibu semakin memburuk. Sehingga ibu hanya bisa melakukan aktivitas di kamarnya.

Biasanya siang nanti tante Lastini dan Citra akan datang ke rumah sambil membawakan beberapa makanan. Kemudian bu Lastini akan membawa ibu untuk check up rutin setiap minggunya. Dan tentang Ravin, entahlah Rafa sendiri belum melihatnya sejak tadi pagi. Mungkin Ravin tidak pulang, atau belum bangun. Apapun itu Rafa sudah tidak ingin peduli lagi. Karena sekarang fokusnya hanyalah pada kesehatan ibu. Meskipun dia menyadari dengan pasti bahwa ibu tidak akan bisa sembuh total tapi setidaknya dia telah berushaa semaksimal mungkin untuk merawat dan memberikan ibu yg terbaik.

Rafa menghentikkan lamunannya saat mencium aroma gosong dihadapannya. Ia segera bangkit dan meletakkan pancake yg dibuatnya ke atas piring. Rafa meringis melihat bagian bawah pancake yg agak menghitam, dia tidak sadar telah melamun selama itu. Baiklah kali ini dia harus lebih fokus lagi. Rafa mengambil adonan baru kemudian menuangkannya nmjdi atas teflon. Dia tersenyum puas saat melihat hasil karya nya yg berbentuk bulat sempurna. Memang keberuntungan pemula, padahal ia baru belajar membuat pancake pagi ini dan hasilnya ternyata tidak terlalu buruk.
Meskipun awal-awal ia masih harus menyesuaikan diri dan membuat bentuk-bentuk abstrak, sekarang dia merasa seperti pro. Sambil menunggu pancake nya, Rafa mulai mengocok whip cream menggunakan mixer.
Dia berencana menghias pancake nya seperti kue ulang tahun. Ya, hari ini adalah ulangtahun ibu, dan Rafa ingin memberikan sesuatu yg spesial. Sebenernya ia tadinya berniat membuat bolu, tapi rafa ingat bahwa mereka tidak punya oven, dan Rafa khawatir jika ia mengukusnya maka hasilnya akan bantet. Alhirnya Rafa mengambil jalan termudah untuk membuat sesuatu yg terlihat seperti kue. Dan pilihannya jatuh pada pancake.
Dahulu saat orangtuanya belum berpisah, papa biasanya akan pulang sambil membawakan kue paling enak dari toko kue terkenal. Tapi karna papa tidak ada, maka dia yg harus melakukannya, dan karna dia belum memiliki uang yg cukup maka Rafa memutuskan untuk membuatnya sendiri.

Setengah jam berlalu dan Rafa telah selesai membuat adonan pancake nya. Dia menutupi permukaan pancake dengan whip cream, kemudian menuliskan ucapan selamat ulangtahun menggunakan selai coklat. Dia meletakkan dua buah lilin kecil tanpa angka kemudian menyalakkannya. Perlahan Rafa membawakan hasil karyanya ke kamar ibu. Dia membuka pintu secara hati-hati sambil menyanyikan lagu ulang tahun seadanya. Ibu yg sedang berbaring seketika bangun dan terduduk di kasur. Ibu tersenyum tidak menyangka akan mendapat kejutan dari Rafa.

"Selamat ulang tahun ibu, semoga ibu bisa cepet sembuh, sehat selalu dan panjang umur, aaamiin"

"Aamiin, makasih ya sayang, ibu ganyangka bakal dikasih kejutan sama kamu begini"
Ibu mengusap sedikit air mata yg muncul di pelupuk matanya, sambil berusaha meniup lilin pada kue. Rafa ikut mengucapkan doa dalam hatinya. Berharap semoga ibu diberikan kesembuhan dan kebahagiaan dalam hidupnya, dia tidak ingin lagi melihat ibu sedih karena masa lalunya.

"Ravin, kemana ya sayang?"
Pertanyaan ibu membuat gerakan Rafa yg hendak memotong kue terhenti. Benaknya sebenarnya sejak tadi sudah mempertanyakan hal tersebut. Saat dia bangung pagi untuk menyiapkan sarapan dan kejutan untuk ibu, Rafa tidak melihat keberadaan Ravin.
"Kayaknya Ravin masih tidur bu, semalam habis lembur"
Bohong rafa demi membuat ibu tidak khawatir

"Ooh ya ampun, ibu udah bilang buat berhenti kerja, nanti ibu bakal bicara ama Ravin"

"Eh gausah bu, takutnya Ravin butuh istirahat, biar aku aja yg ke kamarnya"
Ucap Rafa setengah panik sekaligus khawatir ibu akan berjalan menuju kanar ravin.

"Yaudah nanti tolong liatin abang kamu fa"

"Maafin ibu ya, udh gabisa perhatiin kalian lagi"
Wajah ibu mendadak sendu menatap kedepan dengan pandangan kosong. Tiba-tiba Rafa merasakan sengatan perasaan itu. Rasa bersalah karena tidak menjadi anak kandung ibunya. Rasa bersalah karena tidak bisa membuat keluarga nya tetap utuh. Rafa tertunduk menahan pedih di matanya yang terasa panas, dia memaksakan lengkung dibibirnya untuk menyembunyikan kegetiran pada perasaannya saat ini.
"Gak apa-apa bu, lagian Ravin juga udah besar bu, dia bisa jaga diri sendiri,
"Oh iya ibu mau hadiah apa sekarang?"

"Apaya, ibu udah punya semua, tapi ibu pengin bunga ... dari papa kamu"
Senyum yang sudah dipaksakan oleh Rafa mendadak kembali hilang setelah mendengar kata papa disebutkan. Meskipun Rafa sejak awal sudah menduga bahwa dengan perayan ini ibu pasti akan mengaitkan semua dengan papa, Rafa tetap tidak siap untuk menghadapinya.
"Ibu pengin diucapin sama papa kamu, ibu kangen sama kata-kata romantisnya yg murahan jaman dulu"
Disaat ibu sedang mengenang masa lalu indahnya nya dengan papa, disisi lain, Rafa hanya diam sambil menahan diri untuk tidak mengatakan kebenarannya. Tapi ibu memang tidak akan pernah bisa menerima, ibu sedang sakit. Rafa sekarang mencoba memaklumi semua perkataan ibu tentang papa, tapi tetap saja dalam hatinya tidak tega jika ibu terus berharap tentang kehadiran papa.
"Iya bu, nanti Rafa bilang ke papa biar ibu dibeliin bunga ya bu"
Senyum ibu yang sudah terkembang menjadi semakin lebar mendengar perkataan Rafa, dia sangat senang bahwa dia akan bisa mengulang kembali masa lalu nya bersama suami yg dicintainya.

"Makasih ya Rafa sayang, papa emang sibuk jadi lupa ngucapin ibu, untung ibu punya kamu"

Ibu memeluk Rafa dengan bahagia sementara Rafa menahan kesesakkan di dadanya. Dalam hati Rafa meminta maaf kepada ibunya karena tidak busa memberikan kebahagiaan yang sesungguhnya.

****

Rafa termenung sendirian ditengah keramaian menanti kehadiran seseorang. Dia tidak tahu mengapa kakinya tetap datang kesini padahal hatinya dengan sangat tegas menolak datang. Selain dia tidak memiliki tujuan pasti, keberadaannya nya disini juga berpotensi membuka luka lama yang tengah berusaha ditutupinya.
Rafa menghela nafas dengan berat. Dia hanya ingin memastikan, entah untuk apa, tapi mungkin dia hanya ingin melihat nya untuk terakhir kali.

Beberapa karangan bunga papan berisi ucapan selamat memenuhi tempat ini dan sepertinya masih akan terus berdatangan. Rafa membaca nama yg tertulis dengan jelas disana, hanya ada nama papa, dan tidak ada nama ibu. Padahal Rafa masih sangat ingat bahwa ibunya lah yang merintis usaha ini pertama kali, dan papa hanya membantu ibu mengembangkannya.
Namun, yang dilihat Rafa saat ini, seolah jejak ibu telah dihapuskan dari nama restoran ini. Hilang, seperti tidak pernah ada.

Pandangan Rafa yang sejak tadi memandangi karangan bunga papan teralihkan menuju suara keramaian di arah seberangnya. Kedatangan papa yang tidak diduga disambut riuh oleh tamu yang menghadiri acara pembukaan cabang baru restoran. Rafa memandang wajah yang sudah lama tidak ditemuinya. Kerinduan menghampiri benaknya, fisik papa tidak banyak berubah tapi, apakah perasaan papa juga?
Papa mengucapkan beberapa sambutan dan mulai meresmikan pembukaan cabang baru restoran dengan menggunting pita. Rafa menyaksikan itu semua dengan perasaan getir. Membayangkan seharusnya ibu berada disana ikut merasakan kebahagiaan dari usaha yang pertama kali dirintis olehnya. Namun, kenyataan nya ibu justru terbaring sakit dan sendririan di rumah.
Rafa mematung ditempatnya saat melihat dua orang yang sekarang bersanding disebelah papa. Rafa termangu menatap keluarga baru papa. Keluarga kecil yang sama seperti keluarga papa dahulu dengan dirinya. Namun kali ini tidak lagi dengan anak angkat, melainkan anak kandung. Rafa menatap kebahagiaan itu terpancar dengan jelas diwajah mereka. Kebahagiaan yang dulu pernah dimilikinya, kebahagiaan yang sekarang dirindukannya. Rafa menahan sakit yang mulai merayapi dadanya. Dia tidak sanggup menyaksikan pemandangan ini lagi. Niatnya datang untuk menyapa papa tidak lagi dipikirkannya setelah menyaksikan kenyataan yang ada.

Lagipula Rafa juga yakin dia tidak akan bisa menahan pedih dimatanya jika harus berada dihadapan mereka. Dengan langkah pasti namun rapuh, Rafa meninggalkan ruangan tersebut. Berbagai perasaan tengah berkecamuk dikepalanya, Rafa tidak ingin memikirkan ini, tapi ia tersadar bahwa papa benar-benar telah mengapus ia, ibu dan ravin dari kehidupannya. Penyesalan dirasaknnnya setelah benar-benar pergi dari tempat ini, dia tidak akan pernah menginjak kan kaki ditempat terkutuk ini.

Angel or DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang