Ravin mengeluarkan sepeda roda dua nya dengan antusias, matanya yg masih setengah mengantuk tidak menghentikkan keinginan nya untuk tetap bersepeda bersama papa. Sayangnya Rafa tidak bisa ikut bersama mereka karena badannya mendadak demam, sehingga ibu tidak mengizinkan nya pergi meskipun sebenarnya dia sangat ingin.
Ravin memasukkan segenggam uang lima ribu kedalam saku celananya. Dia akan membelikan Rafa kue gemblong kesukaannya, karena Ravin tahu Rafa pasti lebih menginginkan makanan tersebut dibandingkan bermain sepeda bersama mereka."Ravin, ayo buruan, keburu panas"
"Iyah pa"
Saut Ravin dari dalam saat hendak mengeluarkan sepedanya keluar."Udah siap?"
"Udah pa"
"Ayo berangkaaat"
Papa mengayuh sepeda lebih dulu disusul Ravin yg sekarang sudah berada disebelahnya. Udara dingin di pagi hari, menembus jaket biru yang dikenakan nya. Langit masih sedikit gelap, karena mereka berangkat pukul enam kurang lima belas menit pagi. Ravin menghirup nafas dalam-dalam sambil bersyukur karena akhirnya ia bisa merasakan udara segar yang seungguhnya tanpa campuran asap kendaraan dan debu jalan.Meskipun di minggu pagi, tapi lingkungan tempat tinggal nya sudah cukup sibuk terutama dari para penjual bubur gerobakan yang sudah berkeliling sambil membunyikan mangkuk keramiknya serta penjual nasi uduk yang sudah membuka kedainya.
Destinasi tujuan jalan-jalan pagi hari mereka adalah di jalan perkampungan, jadi setelah puas berkeliling gang-gang kecil di komplek mereka langsung menuju tanjakan tinggi yang akan mengarah jalan perkampungan. Ravin memacu sepedanya lebih cepat saat menaiki tanjakan dengan sepeda, mengabaikan kakinya yang terasa berat sementara papanya yang tidak kuat menanjak sudah turun dari sepeda dan mendorongnya."Papa cemen wlee"
"Hati-hati vin, Jangan ngebut"
Teriak papa dari bawah, sedangkan ravin sudah diatas dan mulai melaju dengan cepat. Hembusan angin semakin kencang menerpa wajahnya, membawa daun daun kering ikut berterbangan kearahnya. Pandangan Ravin terlahang oleh debu tanah yang ikut terbawa angin, dia menutup mata untuk mencegah debu memasuki matanya.Saat membuka mata, jalanan perkampungan berubah menjadi jalan raya, suara klakson berpadu dengan deru mesin mobil dan motor. Kayuhan sepeda Ravin menjadi tidak seimbang. Dia berusaha menyeimbangkan posisinya pada sepeda supaya tidak terjatuh, kemudian ketika pandangannya kembali terarah kedepan ternyata sebuah truk sudah melaju cepat kearahnya, disusul dengan teriakan ibu yang sangat dikenalinya.
"Ravin! Awas!"
Suara klakson yang sangat panjang menyentak Ravin dari lamunanya. Dia mengerjap dan terkejut mendapati ibu Lastini berada di depannya sambil mengendarai motornya.
"Ravin, jangan ngalangin jalan, ibu ga bisa masukin motornya ke dalem"
"Oh, iyabu maaf"
Ravin meminggirkan langkahnya dan melihat sekeliling. Dia baru ingat bahwa dia diminta untuk membuang sampah ke tempat sampah luar. Namun ia berhenti sejenak untuk memperhatikan nabila dan Endah yang sedang bermain sepeda di halaman. Tanpa sadar lamunannya membawa dia pada kenangan masa lalu ketika dia sering bermain sepeda bersama papa.
Ravin melanjutkan langkahnya, pandangannya tertuju pada langit yang tidak terlalu terik padahal sudah hampir pukul sembilan pagi. Setelah sampai, Ravin langsung memasukkan tiga buah kantung sampah plastik kedalam tempatnya, bersamaan dengan itu sebuah mobil memasuki halaman panti.
Ravin sudah mengetahui siapa yang ada di dalam mobil itu, karena begitu mereka keluar endah dan Nabila langsung menghampiri mereka dengan riangnya. Ravin tersenyum memandangi keakraban tersebut dari jauh, setelah selesai dengan pekerjaannya ia tidak menghampiri mereka melainkan langsung masuk kedalam panti karena ada hal yang harus dikerjakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angel or Devil
Teen FictionKetika kesabaran nya yg terus teruji mendadak habis, membuat Nayara Syifabella tanpa sengaja mengatakan sesuatu yg menghancurkan ketenangan di masa remaja nya. Kejengahan nya terhadap geng bucin (budak micin) yg secara sengaja mengatainya 'Tidak ca...