Clak!
Clak!
Clak!
Tetesan darah itu terdengar mengerikan, kala dalam hening berjatuhan ke lantai. Beberapa menit yang lalu ia berpulang dari rumah sakit, setelah berjam-jam lamanya tidak sadarkan diri.
Tangan itu menjulur tanpa ada penyangga, mengalirkan darah merah yang terus menerus berjatuhan ke lantai. Wajahnya memucat, pandangannya begitu kosong. Detik berikutnya bibir itu menyungging seulas senyuman, senyuman mengerikan bak pembunuh yang sudah berpengalaman.
Memejamkan matanya, udara di loteng kamarnya ini sangatlah sempit. Cahaya matahari masuk melalui celah jendela yang masih tertutup rapat oleh korden tipis. Dia menarik napas sedalam mungkin, menghembuskannya dengan penuh kelegaan.
Merasa sudah lebih tenang, ia beranjak dan menjatuhkan pisau kecil ke lantai tepat pada darahnya yang mengotori lantai. Dia beranjak dengan susah payah, tubuhnya lemas karena darah tak mau berhenti mengalir. Jelas, karena gadis ini telah melukai dirinya sendiri.
Tepat pada bagian lengan mulusnya, ia memberikan garis luka yang kemudian memancing keluarnya darah dari sana. Menghirup aroma darah, menenangkan hati dan pikirannya dalam hitungan detik.
Dia sudah puas dengan lukanya, turun dari ranjang dan menginjak darahnya. Kaki itu menjejak, mengikuti langkahnya yang hendak pergi ke kamar mandi. Keadaan rumah masih sama, yaitu dipenuhi oleh makanan ringan juga kue sisa kemarin.
Yaitu Hwang Sinb, gadis menyedihkan yang mulai saat ini akan hidup sendirian. Semalam dia berada di rumah sakit, kemudian pagi-pagi sekali, sekitar pukul 5 pagi dia pulang ke rumah.
Sesampainya di rumah, dia berjalan gontai menuju ke kamarnya. Mengambil pisau kecil, kemudian bermain-main dengan lengan mulusnya. Tidak masalah, asalkan dia bisa lebih tenang setelah menerima luka dan menghirup aroma darah.
Kran air dibuka dengan kasar, Sinb membiarkan luka di lengannya terguyur oleh derasnya air. Darah segar itu memang mulai luntur, memperlihatkan sampai seberapa dalam luka di lengannya. Luka itu cukup dalam, pantas saja darah tak mau berhenti. Luka kecil saja akan terasa nyeri apabila diguyur oleh air, tapi entah kenapa dia begitu tenang kala air deras menyapu jejak darahnya.
Tidak beberapa lama terdengar suara bersenandung, dengan bibir tertutup dia menikmati rasa sakitnya. Setelah selesai membersihkan darah, ia berbalik untuk pergi ke sekolah. Meskipun ia sedang berduka, jika tak ada keluarga yang tersisa, untuk apa dia berlarut?
Sinb menghembuskan napas pendek. "Kenapa semua orang pergi meninggalkan aku?"
°TIME OF DEATH°
Memasang penutup hoodie ke kepalanya, dia berjalan dengan earphone yang menutupi kedua telinganya, tak lupa dua telapak tangan itu masuk ke dalam saku jaket tebal. Bukan karena pagi yang dingin, tapi karena ia ingin menutupi luka dalamnya dari semua orang.
"Sinb yya!"
Mengangkat kepalanya, meski kedua telinganya tertutup oleh earphone, dia masih bisa mendengar seseorang memanggil namanya. Bibir itu segera menyungging seulas senyuman tipis, namun entah kenapa membuat orang di depan sana membalas dengan tatapan iba.
"Aku minta maaf, ya~ Aku minta maaf karena tidak datang kemarin," sesalnya, yaitu Sowon.
"Tidak apa-apa, lagipula semua sudah selesai sejak kemarin," ucap Sinb dengan suara yang teramat sangat pelan.
"Ya ampun, kenapa kau pucat sekali? Bagaimana tadi malam? Kau tidur dengan nyenyak?" Sowon meraba wajah Sinb, mempertanyakan banyak hal kepada salah satu sahabatnya ini. "Maafkan aku, maaf karena tidak mendampingimu kemarin~" sesalnya kemudian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Time of Death || Hwang Eunbi
FanfictionSetiap manusia mempunyai kekurangan dan kelebihan masing-masing. Dan untuk menyeimbangkan keduanya, manusia itu harus mampu mengendalikan keduanya dalam waktu bersamaan. Dia Hwang Eunbi, gadis yang mampu melihat 'Waktu Kematian' seseorang. Mau tahu...