Seorang perempuan berambut coklat tua duduk di sebuah kursi putar, di sebuah ruangan gelap. bola mata coklat muda nya tertutup oleh kacamata hitam. Duduk dengan bersedekap dada, pakaiannya sedikit .. Aneh, dia memakai setelan kemeja hitam yang sedikit menampakan lekuk tubuhnya dan celana hitam. Dia menggulum bibirnya, menggigitnya perlahan, rasa cemas dan emosi menggebu di dirinya.
Pintu ruangan terbuka, terdengar suara decitan karna kusennya yang sudah tua. Cahaya masuk begitu saja bersamaan dengan munculnya seorang pria setengah jangkung yang juga menggunakan pakaian serba hitam, di balut dengan jas, matanya tertutup kaca mata hitam, dan sisa wajahnya di tutupi masker hidung.
"Karmila!" katanya dengan suara serak sedikit menekan.
Yang di panggil menurunkan kacamata hitamnya, lalu tersenyum miring.
"Hartono" katanya sambil terkekeh kecil.
"menurutmu, siapa yang akan menang, hah!?" Kata pria setengah jangkung itu.
Karmila memicingkan matanya "Bodoh pertanyaanmu, kamu sudah melihat orangnya, bahkan dia ada di depanmu!" dia langsung berdiri dari duduknya, mendorong kursi putar itu ke belakang badannya, dan berjalan angkuh ke arah Hartono.
"Aku tidak akan main curang, aku tau posisiku sebagai adikmu"
Karmila berdecih kemudian, "Kalau begitu, mengalah lah!" Suaranya meninggi sampai bergema di seluruh ruangan.
"Benar! Kalian berdua yang harus mengalah untukku!" seorang perempuan berambut buntal dengan beberapa helai uban yang mulai terlihat, muncul dari belakang tubuh Hartono.
Hartono menoleh, lalu mundur dua langkah, sedangkan Karmila mengembangkan senyum piciknya.
"Wah wah, Kakak tua, Karina.." Karmila berjalan mendekat ke arah Karina, menyenggol bahu Hartono.
Karmila memandang Karina dari atas sampai bawah, tatapannya begitu meremehkan, "Berhenti menatapku seperti itu! Dan satu hal yang harus kau ingat, kau juga sudah tua tapi uban ubanmu terpoles cat rambut!" Kata Karina lalu mendorong bahu sang adik.
"Bau minyak urutmu menggangguku! Satu yang harus kalian tau juga, Kalian tidak pantas. aku anak tengah. Maka supaya adil, kalian mengalah, dan biarkan aku mendapatkan benda itu!"
"Carilah benda itu sampai kau mati Karmila! Kau tidak akan pernah mendapatkannya" Karina memandang adiknya dengan tatapan emosi, semuanya terlihat jelas di matanya. Sedangkan Hartono masih setia dengan diamnya.
"Seorang Karmila tidak perlu mencari, kau tau? Aku Karmila, ingat! Mudah bagiku untuk mendapatkan benda itu, hanya dalam jentikan jari!"
"Cukup!" Hartono akhirnya bersuara, dengan sangat lantang membuat semua netra tertuju padanya.
"Aku ingin ini semua cepat berakhir, apakah kalian para kakak tidak mau mengalah? Sebagai imbalan akan aku jadikan kalian babu di rumahku dengan gajih minim, hahaha" Lanjutnya di lanjut dengan gelak tawa.
Karina yang sempat memperhatikan Hartono, akhirnya membuang muka lalu berdecih. "Candaanmu terlalu garing, bahkan untuk menjadi badut penghibur anak-anak" Karina berhenti sebentar, "Dua tahun." Karina memberi jeda, "dua tahun telah berlalu, aku mencari berbagai petunjuk, tapi kalian, terutama kamu, Karmila!" Karina mengangkat tangannya, menunjuk ke arah Karmila yang di balas dengan tawa getirnya.
"Kalian tidak pernah menghargai usaha ku, kalian selalu egois dengan segala yang kalian tau! Tapi sekarang, terserah bagaimana kalian, yang pasti kalian akan kalah denganku." Karmila mengangkat sebelah alisnya, memerhatikan Karina yang sudah terbakar segala benci di dirinya.
Lalu menghembuskan nafas kasar, itu yang di lakukan Karina. "Kita terancam." Kata Karina lalu segera memakai topi dan kacamata hitam yang ia bawa di tas jinjingnya, menyisakan bibir merah merona yang terpoles lipstik dan tidak tertutup. Setelah mengucap kalimat itu, dia langsung pergi dari tempat itu, meninggalkan kedua Adiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alumni Mission [On Going]
Humor❛ Setiap orang memiliki sifat dan karakter yang berbeda ❜ Satu tahun setelah hari kelulusan mereka di SMA, ketiga anak muda ini, Fadlan, Reza dan Dara. Mendapat kiriman misterius yang ntah dari mana. Bukanlah sebuah kue, bunga, ataupun barang barang...