16. Galah jadi masalah

16 3 1
                                    

Lia menyisir nyisir rambutnya dengan jari jemarinya, meski sudah berumur, tidak sedikit orang yang melihatnya seperti masih belia. Ah-- tapi tidak sebelia itu!

Yah, bisa di bilang seperti masih berusia dua puluh lima tahun, lah..

Dara berbaring di sofa panjang di depan tv, menonton siaran berita seputar selebriti yang membosankan, dia sama sekali tidak mengerti apa yang sedang di bicarakan. Dia juga sama sekali tidak peduli dengan apa yang mungkin sedang heboh di luar sana. Hidupnya sudah cukup memusingkan, apalagi di tambah dengan misi konyol yang sedang ia jalani sekarang.

"Oh iya, Ra. Sibuk banget kelihatannya?" Lia menumpuk kaki kanannya di atas kaki kiri.

Dara mengerutkan kening, "Sibuk gimana maksudnya?"

"Ya semenjak pulang reuni, tumben banget ga stay di kasur terus, malah pergi."

Dara diam tidak menjawab, dia menelan ludah, jemarinya mencoba menggapai remote tv yang berada di meja kecil di depannya. Dia mengganti saluran tv yang mungkin akan lebih menghibur.

"Ra? Kamu bilang tadi izin keluar beli komik, terus komiknya mana? Kok kamu pulang Mama ga liat kamu bawa komik?" Lia semakin bingung.

Dara tidak melirik ke arah Lia, dia masih sibuk mengganti siaran tv sampai beberapa kali menemukan channel tv yang sama.

"Komik yang Dara cari ga ada." Jawabnya kemudian.

"Tapi kok lama banget? Dari siang sampai sore? Biasanya malesan banget."

"Duh, Mah. Dara capek lagi malas ngomong, jangan diwawancarai dulu, dong."

Lia menghela napas, wanita itu akhirnya memilih untuk fokus pada layar tv yang sedang menayangkan film drama pendek.

Dia membuang napas bosan, akhirnya Lia mengambil handphone nya di atas meja, dan menyalakannya.

Pikirannya tiba tiba beralih pada sesuatu.

Ia membuka kolom pencarian internet, dan membrowsing sesuatu.

---00---

Seorang wanita paruh baya yang genap berusia empat puluh tahun itu, duduk menatap jendela. Kamar kecil ini adalah tempat tidurnya sejak satu tahun lalu, tinggal di pinggir hutan membuat dirinya tenang, juga melepas statusnya sebagai seorang guru di kota, yang memang sudah ia geluti sejak tiga tahun.

Sinar matahari menyelusup masuk lewat jendela bergaya primitif itu. Pepohonan sudah menjadi pemandangan paling indah yang tidak pernah bosan ia lihat.

"Dayang?" seorang wanita tua memanggil manggil namanya.

Dia lantas menoleh, kain yang menjadi pintu kamarnya itu tersibak, menampakan wanita tua yang rambutnya sudah putih hampir seluruhnya.

"Bu," Wanita bernama Dayang itu tersenyum manis, wanita tua itu menghampiri anaknya.

"Sedang apa kamu?"

"Aku cuma melihat pemandangan sore," Dayang tersenyum lagi.

Jemari keriput itu mengelus bahu Dayang, dia menggenggam tangan keriput itu dan di usapnya lembut.

"Aku yakin, sebentar lagi semuanya akan berakhir, Bu. Semoga semuanya akan berhasil dan berjalan mulus seperti yang di harapkan."

Wanita tua itu tersenyum, kerutan di ujung matanya terlihat jelas, dia menghembuskan napas lega.

"Ibu tidak sabar, menunggu mereka."

Alumni Mission [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang