Kinan menghembuskan asap rokok dari hidungnya, entah yang keberapa kali ia menghisap sebatang rokok itu dan membuang asap dari mulut maupun hidungnya, dan entah batang keberapa yang ia habiskan sekarang. Terkadang, memikirkan bagaimana dirinya yang dulu, membuat perutnya mual.
2 tahun lalu..
"Papa benci sama si perempuan bajingan itu!" Teriakan Andra membuat Kinan seketika kepayahan, bahkan hanya untuk menelan makanan dimulutnya saja, rasanya susah, perih sekali mendengar nama panggilan untuk sang ibu dari ayahnya itu. Haruskah? Apakah Mama nya adalah seorang 'bajingan' ?
"Uang Papa habis di pakai buat pengobatan dia! Apa dia pikir biaya rumah sakit itu murah? Apa dia pikir Papa kerja hanya tidur dan dapat uang!? Engga, kan!?" Andra yang tersulut emosi, menggebrak meja hingga gelas gelas berisi susu itu bergoyang dan hampir menumpahkan isinya.
Lihat. Hei, tidak ada yang meminta sakit, Mama nya sakit juga karena Papanya, sebenarnya. Dia yang membuat Dian stress sampai akhirnya jatuh sakit.
Segala yang Andra keluhkan adalah lelahnya bekerja seharian, dan saat kelelahan itu, dia malah asyik bermain dengan para perempuan di klub malam. Pulang dengan membawa bau alkohol, dan meninggalkan bekas lipstik para jalang itu di kemejanya.
Kinan meremat celananya, dadanya seperti di pukul ribuan kayu. Di hantam dan di sobek dalam satu waktu yang sama. Telinganya panas mendengar Papa nya terus mengumpati Mamanya.
"Cukup Pa!" Kinan nenatap Andra tajam.
Hari masih pagi, dan Andra malah merusak selera makan Kinan.
"Kinan muak dengar ini semua, Papa selalu salahin Mama atas semuanya. Papa ga pernah lihat Mama kesakitan karena Papa! Papa ga pernah sadar, itu yang Kinan benci dari Papa." Kinan berdiri, dan lantas menarik ranselnya yang di sangkutkan di bahu meja, dan bergegas meninggalkan Andra yang masih duduk di kursinya.
Setelah punggung anak laki laki itu menghilang dari pandangannya, Andra berkata kecil, "Perempuan itu yang membuat Papa sakit, Kinan. Dia penghianat."
Kinan mengacak rambutnya frustasi.
Hampir satu bulan Dian bergelut dengan penyakit jantungnya.
Dan singkatnya, Andra memutuskan untuk menceraikan Dian di saat kritisnya. Pria brengsek.
Dan di saat itu, yang ada di pikiran Kinan hanyalah antara kepedihan di hatinya dan Mamanya. Memilih dua opsi untuk mati atau bertahan. Mati artinya berdamai, dan bertahan artinya sakit.
Sekelebat ingatan tentang bagaimana Mama nya yang selalu menantinya pulang sekolah, menyiapkan makanan, terjaga saat ia sakit, rela di guyur hujan karna memberikan jaketnya pada Kinan, dan segala pengorbanan Mama nya yang tidak bisa Kinan sebutkan satu persatu, memutar di otaknya seperti sebuah film.
"Mama sakit. Gue ga mau biarin Mama sakit sendirian." setelah menempelkan pisau tajam di tempat urat nadinya, Kinan memberhentikan aksinya.
Pisau di tangannya terjatuh ke lantai. Mengingat, bagaimana sang Mama melawan semua itu sendirian, kehilangan orang yang seharusnya memberikan semangat hidup untuknya, bergelut dengan penyakit, dan berada di ambang hidup atau mati. Kalau Kinan pergi, bagaimana Mama nya akan bertahan di dunia yang tidak adil ini?
"Akhh!!" Kinan membuang puntung rokok itu ke sembarang arah.
"Sialan!" Umpatnya.
Dia mengacak rambutnya. Kenapa semua reka kejadian masa lalu yang pahit itu kembali terputar jelas di otaknya?
Itu semua tentu merusak malam damainya. Kini, sang Mama telah pergi ke pangkuan Sang Kuasa. Terkadang, Kinan berpikir bahwa dirinya juga bodoh. Kenapa kala itu ia tidak memotong urat nadinya saja? Kalau tau Mama nya akan di ambil Tuhan juga. Lebih baik menghilang dari pada kehilangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Alumni Mission [On Going]
Umorismo❛ Setiap orang memiliki sifat dan karakter yang berbeda ❜ Satu tahun setelah hari kelulusan mereka di SMA, ketiga anak muda ini, Fadlan, Reza dan Dara. Mendapat kiriman misterius yang ntah dari mana. Bukanlah sebuah kue, bunga, ataupun barang barang...