Hi!!!Gimana kabarnya selama ini?
Untuk readers lama ku, pasti beberapa sadar, aku unpublish untuk sequel Senioritas.
Kenapa? Karena jujur, script yang sudah selesai untuk sequel Senioritas tiba-tiba buat aku gak nyaman bacanya. Kalau aku penulisnya aja gak nyaman, aku takutnya Readers semua juga jadi gak nyaman.
Nah, sembari menunggu kelanjutan script cerita yang sudah aku tarik kembali, aku mau kalian coba baca cerita aku yang baru, SINFUL.
Cerita mengenai bagaimana Rachel menyukai sosok Raja, menjadikan lelaki dingin itu sebagai sosok idaman, sampai tidak sadar, bahwa menyukai Raja hanya menambah lukanya.
~~~
Kepulan yang kembali beradu dengan angin itu membawa ketenangan bagi seseorang. Hisapannya pada selinting benda berbentuk panjang itu kembali membawa kenyamanan baginya. Rintikan hujan yang mulai membasahi seragamnya pun tidak terasa, saking asik dirinya akan benda itu.
Benar kata orang, jangan mencoba jika tidak ingin nyaman. Karena ia sudah merasakan hal itu sekarang.
Benda yang terhimpit pada jari telunjuk juga jari tengah tangan kanannya itu kembali ia jauhkan dari bibir merah mudanya setelah menghisapnya dalam. Ia menghebuskan kembali asap yang terasa sesak di dalam mulutnya, kembali menghias udara di dekatnya dengan kabut putih itu.
Ia menyipitkan kedua matanya, kembali menghisap dalam benda itu untuk beberapa saat, kemudian melakukan hal itu berulang.
Kata orang, benda ini bisa membuat tenang bagi mereka yang sedang tertimpa beban pikiran. Bisa diakui, pendapat itu ada benarnya. Karena ia pun merasakan hal yang sama. Bebannya terasa hilang, meski hanya sementara, tetapi setidaknya otaknya bisa bekerja dengan lebih tenang.
Rambut panjangnya yang terikat acak-acakan dengan lengan kemejanya yang terlipat dua kali dan menampilkan lengan putih halusnya itu seakan tidak senada dengan kebiasaanya. Rok yang seharusnya menutupi lutut juga ia lipat dengan jahitan bagian bawah sehingga berada dua sentimeter di atas lutut.
"Rachel Winata—"
Ia menghembuskan asap itu kembali. Suara yang berasal dari pintu taman itu membuatnya menoleh ke arah sana dan mendapati seorang lelaki dengan kemejanya yang terbuka dan menampilkan kaos dalaman hitamnya itu sedang berdiri menatapnya dengan kedua tangan yang terlipat di depan dada. Ia terkekeh pelan, kemudian membiarkan tangannya yang memegang rokok itu untuk bersandar sebentar pada ujung kursi taman.
"Kenapa, Ja?" Rachel, gadis yang baru saja menyembunyikan rokoknya dari hadapan Raja berusaha bersuara tenang.
Raja menghela napasnya. Ini bukan kali pertama ia menemukan Rachel dengan selinting rokok di tangannya. Ia tidak masalah temannya merokok, bahkan ia tidak peduli, mengingat dirinya juga suka sekali dengan benda itu. Hanya saja, Rachel itu seorang gadis, seorang anak SMA yang masih duduk di kelas sebelas, dan akan menjadi wanita hamil juga melahirkan. Apakah itu pantas? Apakah tubuhnya akan baik-baik saja?
"Bagi!" Raja mengulurkan tangannya, menunjukkan telapak tangannya ke hadapan Rachel dan memaksa gadis itu untuk mengeluarkan kotak yang ia yakini berada di kantong rok Rachel.
Rachel menggeleng, kemudian menampilkan senyum lebarnya. "Habis..," Ia menaikkan tangan kanannya, menunjukkan benda yang sebentar lagi akan habis itu. "Ini terakhir," lanjutnya.
Kalau orang lain yang berada di hadapan Rachel saat ini, mungkin akan percaya dengan ucapan gadis itu barusan. Tetapi karena yang berada di hadapannya adalah seorang Raja, sudah jelas ia tidak percaya. Bahkan kantong rok gadis itu saja sudah memberi cetakan kotak sempurna. Kalau habis, seharusnya dibuang, bukan malah disimpan bukan?
"Balik, Ja! Nanti lo ngomel-ngomel ke gue lagi," lirih Rachel kemudian. "Habis ini gue balik kok!"
Raja diam. Ia mengamati dengan seksama wajah Rachel. Kulit mulus, kedua mata yang berwarna cokelat terang, serta bibir yang berwarna merah muda dan ia yakini tanpa polesan apapun. Ternyata bibir Rachel baik juga, bahkan setelah gadis itu menghisap berkali-kali benda itu, bibirnya masih menunjukkan warna yang seharusnya. Atau mungkin Rachel merawat bibirnya dengan baik supaya kebiasaannya itu tidak mudah ditemukan dengan orang lain.
"Rache—"
"Ja!" Rachel lebih dulu memotong. Ia menatap penuh selidik pada Raja kemudian melebarkan senyumnya. "Lo udah mulai bales perasaan gue ya!?" serunya semangat kemudian. Ia menaik-turunkan alisnya, menggoda Raja yang sudah mendelik jijik di hadapannya itu.
"Kalau gak karena Karina nyuruh, gue juga ogah ke sini!" balas Raja terang-terangan.
Mungkin bagi Raja, ucapan barusan adalah hal paling wajar di dunianya. Tetapi bagi Rachel, itu seperti sebuah sayatan halus pada hatinya. Lagi-lagi Karina...batinnya menghela.
Ia menampilkan senyum getirnya, kemudian menatap pada sepatunya, mengelak tatapan dingin Raja yang masih menghunus padanya.
"Pergi, Ja...," pintanya pelan.
"Balik, He—"
"Gue balik habis ini!" tajamnya kemudian. Ia kembali mendongak, menatap pada Raja dan membiarkan cowok itu mengerti arti senyumannya.
"Besok lagi, kalau emang lo gak peduli sama gue, gak usah nyamperin gue. Gak usah ngebuat harapan yang gak bisa lo kabulin ke gue," lanjutnya kemudian menghisap kembali rokoknya yang terabaikan karena kehadiran Raja.
Raja berdesis. "Harusnya lo bersyukur masih ada yang peduli sama lo!" tajamnya dingin.
Rachel mengangguk-anggukan kepalanya pelan. Senyumnya perlahan pudar, digantikan dengan ekspresi datarnya yang berhasil membuat Raja heran sejenak.
"Gue akan bersyukur kalau lo yang bener-bener peduli—" gantungnya. "Tanpa ada embel-embel nama orang lain di akhirnya." Ia membuang rokoknya, menginjaknya dengan sepatu, kemudian lebih dulu meninggalkan Raja yang senyap dalam posisinya.
Apa sesusah itu untuk membuat Raja jatuh padanya? Apa wajahnya terlalu monoton sampai pesonanya terlihat hilang di mata Raja? Apa karena rokoknya? Ah, kenapa harus Raja yang selalu memergokinya saat ia merokok? Apakah Raja tidak tahu? Menyukainya bukanlah sesuatu yang mudah bagi Rachel. Itu hanya senjata baru untuk meremukkan hatinya yang bahkan sudah tak berbentuk. Padahal harapannya, Raja bisa menjadi obat untuk hatinya.
~~~
Nah untuk selanjutnya, kalian bisa cek profile aku dan mulai baca di sana juga ya!
Stay safe semuanya! <3
KAMU SEDANG MEMBACA
Senioritas (TAMAT)
Teen FictionSiapa sih yang menyukai sebuah perlakuan yang dinamakan Senioritas? Hampir satu Angkasa menyukainya. Perlakuan yang bisa dibilang berat sebelah dan tidak memikirkan banyak hal. Yang pasti, perlakuan yang membuat para senior bertindak sebebas mereka...