15. Tentang Rasa

736 50 8
                                    

Sedikit-sedikit, lama-lama jadi bukit.
Sama kayak rasa aku ke kamu.

"Makasih Sam." Kiara berujar dengan senyumannya.

Entah mukjizat apa yang terjadi pada Kiara. Tetapi ia percaya, saat ini dewi keberuntungan sedang memihaknya. Bahkan rasanya, Kiara tidak masalah dengan Araya yang marah-marah tidak jelas padanya di sekolah tadi. Malah kalau hatinya tidak keberatan, Kiara ingin sekali mengucapkan banyak terima kasih pada cewek gila itu. Karena perlakuannya tadi, Sami jadi baik sekali padanya. Bahkan, cowok itu mengantarnya sampai ia berdiri dengan selamat di gerbang rumahnya.

Kiara tidak ambil pusing, bila Sami ternyata mengetahui rumah ini adalah rumah Gilang juga. Yang penting kebutuhan hatinya terpenuhi dengan sangat cukup. Maaf Gilang, Kiara memang egois.

Sami mengangguk dan tersenyum. "Gue balik langsung ya," pamitnya.

"Eh? Gak mau masuk dulu?"

Kiara bukan basa-basi. Tetapi Kiara memang niat mengucapkannya. Kali saja, Sami tidak menolak, Kiara jadi lebih bahagia kan.

"Enggak ah, takut dikira lo bawa pacar lagi," balasnya diselingi tawa.

Ya ampun, manis banget. Kiara membatin kagum ketika kedua matanya menatap wajah Sami yang dihiasi tawanya itu.

Kiara ikutan tertawa. "Ya udah. Makasih banyak ya," ujarnya lagi. "Besok-besok kalau mau jemput, tinggal chat aja ya." Kiara melanjuti dengan senyuman lebarnya.

Lagi, Sami tertawa. Melihatnya, rasanya jantung Kiara sudah ingin jatuh ke perut. Tidak kuat lagi dengan detak jantungnya.

"Jangan ah, entar diomelin Daffa." Sami menggodanya.

"Ah, selow! Tinggal atur jadwal aja siapa yang mau nganter gue."

Sami mengangguk kemudian lagi-lagi ia tertawa kecil. Sumpah. Kiara ingin mati rasanya karena melihat senyuman dan tawanya Sami. Semanis dan selucu itu.

"Ya udah, gue beneran mau cabut nih," pamit Sami sekali lagi.

Kiara mengangguk. "Hati-hati."

Sami memakai kembali helmnya, kemudian tersenyum singkat, sebelum kembali menarik gas motornya itu.

Kalau melihat Sami yang seperti tadi, Kiara jadi bertanya-tanya, kemana Sami yang galak dulu padanya? Kemana Sami yang dingin? Kemana Sami yang.... ah entahlah. Pada intinya, kemana Sami membawa hatinya pergi?

"Eh?" Kiara mengerjapkan matanya berkali-kali.

"Astaga Rara! Gak boleh suka Sami!" ucapnya memperingati dirinya sendiri. Ia menepuk-nepuk kepalanya yang tidak bersalah itu. Kiara rasa, otaknya baru saja lupa cara untuk bekerja.

Ah, tapi kenapa setiap memikirkan kejadian-kejadiannya dengan Sami, kedua pipinya memerah? Ya Tuhan!

Tetapi pikirannya itu tidak berlangsung lama. Ponselnya yang bergetar membuatnya kembali sadar akan kenyataan. Ah, kenapa ponselnya itu tidak bisa bekerja sama dengan otaknya?

Daffa : Dimana?

Kiara melotot. Bagus, ia melupakan Daffa hanya karena Sami.

Di rumah.

Daffa : Baru pulang?

Aneh, itulah yang Kiara rasakan. Ia sedang bertukar pesan dengan Daffa. Tetapi, mengapa otaknya malah kembali berpikir tentang Sami?

Iya...

Daffa : Oke deh.

Kiara kembali memasukkan ponselnya ke dalam saku setelah membaca pesan terakhir Daffa. Sepertinya otaknya benar-benar rusak hari ini. Tetapi kalau pun tidak....

Senioritas (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang