Kamu itu penting di mata orang lain. Mungkin bukan oleh orang yang kamu inginkan, tetapi tetap bersyukurlah untuk itu.
Siang sudah berganti menjadi malam. Sinar matahari sudah hilang sejak dua jam lalu, digantikan dengan terang bulan yang menyinari gelapnya malam. Suara teriakan yang sahut-menyahut jelas masih bisa didengar oleh siapa saja yang berada di tanah lapang itu.
Di saat yang lain sudah bersiap untuk beristirahat, mulai mencuci muka, dan melakukan ritual malam lainnya. Kiara malah duduk diam sembari memperhatikan gawainya yang sampai saat ini tidak mendapatkan notifikasi apa-apa, karena memang tidak ada sinyal di sini. Sepertinya kesialan benar-benar sedang meliputi dirinya.
Awalnya, Kiara berpikir, jam segini ia sudah bisa tidur nyenyak di hotel. Tetapi ternyata, pemikirannya itu sama sekali tidak terjadi.
Setelah menempuh perjalanan yang hampir lima jam itu, dan membuat bokongnya benar-benar mati rasa, Kiara berharap ia bisa beristirahat dengan tenang. Tetapi, lagi-lagi hal itu harus disayangkan. Hotel yang ada di bayangannya, dengan yang ada di kenyataan saat ini jauh berbeda. Karena saat ini, ia berada di sebuah tanah lapang yang luas, dengan banyak tenda yang berada di atasnya, membuat sebuah lingkaran yang di bagian tengahnya ada tempat untuk api unggun.
Entah harus merutuk pada siapa lagi, tetapi yang pasti, Kiara ingin pulang saat ini juga. Kekesalannya sudah benar-benar tidak bisa ditoleransi oleh dirinya sendiri.
Kiara bukan tidak bisa menjadi orang yang sederhana, bukan tidak bisa menikmati kehidupan biasa yang hanya berbicara bersama orang sekitar, dan menikmati setiap kejadiaan saat ini. Tetapi masalahnya, dari awal pun ia sudah menyampaikan, tidak ada teman di sini. Tidak ada Asya ataupun Madeline. Yang ada malah Alyssa yang tidak berhenti mengganggunya, sampai ia harus kabur-kaburan, untuk menghindari adik kelasnya itu. Jadi sampai saat ini, tidak ada alasan yang membuatnya ingin bertahan di sini.
Sami? Dari awal kesampaian mereka pun, cowok itu sudah meninggalkannya dengan alasan, ada yang harus diurus. Bahkan, cowok itu tidak memikirkan apa yang sedang Kiara keluhi saat ini.
Kiara menatap pada tendanya yang sudah berkali-kali menunjukkan kehadiran Alyssa di sana. Bayangkan saja, ia sudah malas setengah mati dengan Alyssa, tetapi cewek itu malah meminta untuk satu tenda dengannya. Mungkin bila Alyssa saja, Kiara masih bisa terima. Tetapi kenyataanya, teman-teman cewek itu juga ikut satu tenda dengan Kiara.
Sejujurnya, Kiara tidak pernah mengikuti acara yang disebut camping, seperti yang dilakukannya saat ini. Kenapa? Karena jawabannya satu, Kiara itu takut dengan gelap. Sampai saat ini, ia masih berpikir, haruskan ia melawan ketakutannya malam ini? Tetapi masalahnya, setiap tidur dalam kegelapan, tidak pernah sekali pun Kiara tidak bermimpi buruk. Mungkin alasannya tidak penting. Tetapi kenyataannya, bermimpi buruk itu sangat tidak enak. Ia tidak bisa bangun sesuai kemauannya, tidak bisa sadar seketika untuk menyadarkannya kalau itu semua hanya mimpi.
"Ra?"
Merasa namanya terpanggil. Ia menoleh dan mendapati Sami yang berdiri di sampingnya. Tetapi kedua matanya tidak menatap ke arah cowok itu lama, karena ia kemudian menatap pada cowok lainnya yang sedang berjalan mendekat ke arahnya. Salah. Ke arah Sami, maksudnya.
"Lo gak siap-siap tidur?" tanya Sami heran. Ia duduk di samping Kiara, sembari menyantap mi gelas yang berada di tangannya.
Kiara mengalihkan pandangannya, kemudian menggeleng.
"Loh, Ra?"
Tanpa menoleh pun, Kiara sudah tahu jelas itu suara Ben. Bahkan suara cowok itu sudah sangat membosankan di telinganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senioritas (TAMAT)
Teen FictionSiapa sih yang menyukai sebuah perlakuan yang dinamakan Senioritas? Hampir satu Angkasa menyukainya. Perlakuan yang bisa dibilang berat sebelah dan tidak memikirkan banyak hal. Yang pasti, perlakuan yang membuat para senior bertindak sebebas mereka...