8. Sami Tidak Peduli

750 53 1
                                    

Yang dibutuhkan adalah dukungan, bukan 'angkat tangan'

Setelah seminggu penuh murid-murid Angkasa mendapat freeclass, hari ini mereka harus disadarkan kembali, bahwa kenyataan kembali memanggil mereka. Masuk jam tujuh lewat lima belas, pulang jam setengah tiga, ditambah tidak adanya jam pelajaran kosong lagi.

Sejak pertengkaran di lapangan minggu lalu, Kiara jelas bisa melihat, kalau Araya sudah mulai bergerak. Tetapi entah kenapa, Kiara jadi malas melawan anak manja itu. Karena kembali lagi, Kiara melawan laki-laki pun akan sama kuatnya, bagaimana bila melawan Araya yang manja itu?

Sebenarnya, Kiara juga ingin tahu banyak tentang Araya. Tetapi kalau bertanya pada Asya, cewek itu tidak spesifik memberi tahu, katanya ia suka lupa, jadi ia hanya memberi tahu garis besarnya saja. Malah Asya memberinya solusi untuk bertanya pada Sami, jika Kiara ingin yang lebih spesifik. Padahal jika diingat, Asya adalah orang yang paling perhatian dengan sekitar. Seharusnya menjawab pertanyaan Kiara mudah baginya.

Dan syukurlah, entah kejedot dimana, Sami, laki-laki itu selalu duduk di sampingnya mulai minggu lalu. Tetapi selama itu juga, Kiara belum bisa bertanya banyak, karena Saminya hilang-hilangan.

Pelajaran Matematika Minat sudah membuat Kiara muak. Sudah hampir 45 menit Kiara berkutat dengan pelajaran ajaib itu, dan otaknya rasanya ingin meledak. Berbeda dengan Sami yang terlihat santai saja. Lelaki itu masih mencatat dengan sabar, dan memperhatikan Bu Ajeng dengan seksama.

"Sam?" Kiara memanggil. Sami hanya mendongakkan kepalanya sebentar, seolah bertanya apa, kemudian kembali mencatat lagi.

"Araya nyebelin gak?" Kiara bertanya dengan menatap pada lelaki yang masih sibuk mencatat itu. Ia memainkan pulpennya di tangannya, menunggu Sami menjawab.

"Jangan cari masalah," balas cowok itu tanpa menoleh sedikit pun pada Kiara. Kemudian, ia menaruh pulpennya, dan menatap pada Kiara. "Gue gak mau berantem sama Gilang cuma karena ulah lo," lanjutnya tenang, tidak menekan, tapi sedikit mengancam.

Kiara menangguk-anggukkan kepalanya. Sepertinya tanpa perlu kesepakatan antara dirinya dan Gilang, Kiara memang harus berjuang sendiri. Bahkan Sami yang bersalah padanya pun tidak mau membantunya.

"Tapi, kalau dia yang cari masalah..."

Kiara menunggu ucapan Sami selanjutnya.

"Gue juga gak mau bantuin sih!"

"Anjir, ngeselin parah!" Kiara mendengus.

Sami tersenyum tipis. Ia kembali mengambil bukunya dan mulai mencatat lagi. "Yang pasti jangan cari masalah," ujarnya kemudian.

Mendengarnya Kiara hanya mengangguk. "Padahal udah cari masalah," gumamnya.

Kiara yakin, Sami mendengarnya. Tetapi cowok itu memilih untuk cuek saja dengan ucapannya. Mungkin benar, Kiara memang harus memulai dan mengakhirinya sendiri.

...

Madeline menatap gemas pada teman sekelompoknya. Sudah hampir satu jam mata pelajaran terpakai, tetapi kelompok mereka belum juga mendapatkan apa-apa di kertas mereka.

Sepertinya, Madeline sedang sial hari ini. Sudah di perbudak, ia pun mau-mau saja diajak mengerjakan di kantin, yang berakhir dengan dirinya yang semakin diperbudak.

Sami dan Kiara, temen sekelompoknya yang santai saja dari tadi itu malah memainkan ponsel mereka, dan tidak memedulikan Madeline sedikit pun.

Bersyukurnya, masih ada Asya yang sedikit-sedikit membantunya. Sedikit pun sebenarnya tidak membantu. Astaga sedihnya.

Senioritas (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang